“Menikah denganmu?” Beyonce tertegun menatap Aldrich yang mematung dan seperti orang linglung.
Menyadari salah bicara, Aldrich mulai gusar. Sementara itu, Beyonce tiba–tiba menertawainya dengan terpingkal–pingkal. “Kau selalu sukses menghiburku dengan candaanmu ini, Al,” tukas Beyonce dengan enteng.‘Apa? Dia bilang hanya candaan?’ batin Aldrich mendera kecewa.Beyonce tak tahu, kalau ajakan menikah yang diucapkan Aldrich tulus dari lubuk hatinya. Bahkan bisa dinyatakan kode keras, tetapi sayangnya sahabatnya itu tidak kunjung peka. “Mungkin di dalam mimpi … aku menjadi suamimu,” sahut Aldrich ikut tertawa kecut demi menyembunyikan rasa malu.“Lagi pula, kenapa Zack itu bertambah aneh sekarang? Mana ada dalam waktu seminggu dan terkesan dadakan, lalu dia menyuruhmu untuk mengecilkan badan? Semua butuh proses, Bey sayang. Tidak ada yang instan.” “Kau benar, Al. Tapi bagaimana lagi? Lihatlah pahaku ini terlalu besar dan kendur, bukan? Berbeda ukurannya sewaktu aku fitting gaun pengantin Minggu lalu, aku takut gaunku itu tak muat. Please Al, bantu aku?” rengeknya sambil mengguncang tangan Aldrich dengan tampang memelas. “Uang tabunganku sekarang juga telah menipis, karena telah habis terkuras demi biaya pernikahan—” Beyonce segera membekap mulut karena keceplosan.Aldrich tercengang mendengarnya, refleks mencengkeram dengan kuat kedua bahu Beyonce dan menatapnya begitu intens.“Memangnya si Zack tak mau patungan, huh?” Aldrich tersulut emosi. Ia tak terima jika pria itu memanfaatkan Beyonce.“Tidak, Al. Ma–maaf, tadi aku hanya bercanda,” ralat Beyonce dengan gugup.“Bercanda? Hai, Bey. Sorot matamu itu tak bisa menipuku. Jawab dengan jujur!” desaknya.Akhirnya Beyonce mengaku. “Patungan sih, Al. Tapi … aku yang lebih banyak mengeluarkan uang. Kata dia, tabungannya juga menipis setelah membayar gedung dan lain-lain, jadi aku—”“Jadi kau menurut saja begitu disuruh-suruh menghabiskan uangmu demi fantasi gilanya! Dia yang ingin mewujudkan pesta pernikahan mewah. Tapi kau yang membiayainya?!” tanya Aldrich menekan dengan suara keras, hingga semua orang di gym tersebut menjadikannya pusat perhatian.Beyonce mengangguk lemah. Aldrich rasa masalah ini semakin serius. Tak ingin pembicaraannya didengar orang lain, Aldrich lalu menarik tangan Beyonce.“Kau mau membawaku ke mana, Al?”“Ikut saja dan jangan cerewet!”Tiba di depan ruang ganti yang kebetulan sepi. Aldrich mengajaknya bicara beberapa mata.“Dengarkan aku baik–baik. Jangan terlalu polos jadi wanita, Bey. Menurutku, Zack sepertinya menipumu dan hanya memanfaatkanmu saja," peringat Aldrich sekali lagi. Beyonce menggeleng tak setuju. “Tidak, tidak. Aku mengenal Zack dengan baik, Al. Dia hanya malu dengan rekanan bisnisnya saja—" "Halah, persetan dengan itu! Sadarlah Bey, tinggalkan dia sebelum terlambat. Banyak pria lain mengantre jika kau mau membuka hatimu setelahnya,” potong Aldrich. “Tidak. Aku hanya mencintai Zack. Jangan berkata begitu lagi, Al. Tolong … bantu aku kali ini, saja. Aku mohon, hanya kau yang aku percaya dan bisa membantuku.” Beyonce menyatukan tangannya ke depan Aldrich.Melihat sahabatnya bersedih, hati Aldrich teriris. Kesedihan Beyonce juga kesakitannya, kiranya begitulah cinta yang tulus.“Oke Bey, kali ini aku akan membantumu. Datanglah sore nanti ke rumahku, karena aku punya alat kebugaran yang baru aku beli kemarin dan kau bisa menggunakannya secara gratis,” kata Aldrich membuat wajah murung Beyonce menjadi ceria. “Gratis? Aku mau, Al! Aku mau!” sahut Beyonce tersenyum lega dan penuh semangat.Menggunakan alat kebugaran dan mendapat trainer gratis dari sahabatnya. Itu suatu keberuntungan, bukan?Senyuman Beyonce memudar setelah mendengar ucapan Aldrich.“Ya. Tapi dengan satu syarat!” “Syarat apa?" Beyonce bertanya dengan sedikit memaksa, matanya mencuram pada Aldrich. “Datanglah ke rumahku nanti sore. Kau akan tahu sendiri, Bey.” Aldrich mengedipkan sebelah matanya ke Beyonce sambil berlalu.Meninggalkan wanita itu sendiri dalam wajah tercenung karena penasaran.Sore itu pun tiba, tapi Beyonce tak kunjung datang ke rumah Aldrich. Bahkan sudah lima kali Aldrich coba untuk menghubungi Beyonce. Lima kali pula tidak direspon, malah operator provider itulah yang menjawab setiap panggilannya.“Akh! Kamu ada di mana Bey? Jangan membuatku khawatir,” gumam Aldrich sambil terus mencoba menelepon.“Mengapa telepon dariku tidak diangkat! Apa … aku harus menghubungi Zack?” pikirnya sesaat berhenti mondar–mandir di depan jendela ruang tamu.Niat itu diurungkan Aldrich karena dia malas berurusan dengannya. Tapi mendadak perasaan Aldrich menjadi tak enak bercampur gelisah, hingga makanan yang sengaja ia masakkan untuk Beyonce menjadi dingin.Rencananya, hari itu Aldrich bermaksud mengungkapkan perasaan cintanya lagi pada Beyonce. Siapa tahu wanita cantik tersebut akan berubah pikiran? Dan itu pun akan dijadikannya syarat sebelum Aldrich akan memberikan pelatihan gratis untuknya.Aldrich tahu kebusukan dari Zack dan ia tak mau hidup Beyonce nantinya menderita jika terlanjur menikah dengannya.Jadi sebelum terlambat, Aldrich ingin memperingatkannya lagi dan misalnya usahanya berhasil. Ia bersedia menerima Beyonce apa adanya, tanpa memandang fisik karena ia tulus mencintai Beyonce.***Sudah terlewat tiga jam lebih Beyonce belum juga sampai ke rumah. Aldrich semakin panik bila terjadi sesuatu pada Beyonce, sehingga ia memutuskan untuk pergi mencarinya keluar. Namun begitu ia mencapai pintu, terdengar ketukan cukup keras di luar pintu rumahnya dan Aldrich hafal betul siapa pengetuknya itu.“Buka Al, aku datang!” Tok! Tok! “Astaga! Kenapa suaranya terdengar seperti tengah mabuk?" Aldrich yang terkejut lekas membuka pintu.Brukk!Tubuh Beyonce langsung ambruk dan jatuh tepat di pelukan Aldrich. Kuat dugaan memang Beyonce mabuk karena Aldrich mencium bau alkohol menyeruak dengan kuat dari mulut Beyonce.“Bey, kau mabuk? Sebenarnya ada apa?!" cerca Aldrich khawatir, lantaran baru kali ini melihat Beyonce mabuk.Sahabatnya itu gadis sederhana, jangankan minum-minuman beralkohol. Pergi ke Club malam pun tak pernah.Beyonce nyengir menatap Aldrich. “Ssst …” Jari telunjuknya ditempelkan ke bibir Aldrich, matanya hanya terbuka sedikit begitupun kewarasannya.Pria itu mematung, jantungnya berdegup kencang merasakan jari Beyonce menempel di bibirnya.“Aku benci Zack! Dia menyebalkan, selalu menyuruhku mengecilkan bentuk tubuh. Padahal ia sudah tahu kalau setiap hari aku sibuk bekerja di kantor!" ungkap Beyonce bernada kesal.Aldrich membuang napas kasar yang berhembus menerpa helaian rambut Beyonce yang menutupi wajah. “Zack lagi, Zack lagi? Dasar kutu busuk!" geram Aldrich mengumpatinya, “mari ku papah ke sofa, biar aku mengambilkan susu untukmu!"“Susu? Tidak, Al! Aku mau olahraga saja sekarang, mana alat itu … apa namanya ya? Hehe, aku lupa.”“Curved treadmill.”“Ya, milk.” Beyonce salah menyebut. Aldrich memutar malas bola matanya karena Beyonce mulai melantur. Efek alkohol telah menguasai sebagian akal sehatnya.Daripada pusing mendengar ocehan Beyonce, Aldrich langsung saja menggendong tubuhnya duduk di atas sofa.“Hai, kau mau membawaku ke mana? Ke surga? Turunkan aku, Al!”“Tunggu di sini sebentar, aku akan segera kembali membawakan susu untukmu.”“Hehe,” cengar-cengir Beyonce menanggapi Aldrich yang berlalu pergi ke dapur. Tak tahunya wanita itu malah menyusulnya dan mengejutkan Aldrich karena Beyonce telah berada di sebelahnya. Wanita itu berdiri dengan pose manja meliuk-liukkan tubuhnya.Bibirnya dimanyunkan maju, sedangkan kancing kemejanya terbuka sambil bergelayut manja mengalungkan kedua tangannya ke leher Aldrich.“Aku kurang apa sih, Al? Kurang cantik? Kurang seksi atau dadaku ini kurang besar?" racau Beyonce tak keruan.Aldrich menyeret salivanya dengan susah payah ketika ditanya begitu, apalagi saat kedua bola matanya tak sengaja turun dan mengamati ke arah dada Beyonce.‘Jaga kewarasanmu, Al. Ingat! Dia sahabatmu sendiri, kau jangan terpancing!’ batinnya kalut, Aldrich segera memalingkan wajahnya ke arah lain, demi menghindari pemandangan surgawi yang meruntuhkan iman itu.“Ekhem! Bey, sebaiknya kau tunggu saja di sofa!” suruh Aldrich sambil menahan napas, ketika suhu tubuhnya mulai naik. “Ah, Aldrich. Kenapa kau mengusirku? Aku maunya di sini bersama kamu, titik!" kukuh Beyonce menolak.Wanita itu memang keras kepala, meski Aldrich berulang kali menyuruhnya pergi. Justru Beyonce akan semakin menjadi-jadi. Aldrich sampai kesulitan menuang susu di gelas karena tangannya gemetaran terus digoda wanita mabuk itu. “Please, Bey, nanti susunya tumpah." “Aldrich! Kamu jahat! Pokoknya aku tak mau pergi sebelum kau menjawab pertanyaanku tadi!” Beyonce mendengkus kesal.“Yang mana?” Aldrich berakting lupa.Dia sangat malu dan risih membahas tentang aset wanita. Kalau Aldrich seorang wanita sih, wajar saja ditanyakan soal dalaman wanita. Masalahnya Aldrich ini lelaki tulen dan jantan. “Ih! Dadaku ini?"Mata Aldrich melotot ketika Beyonce sengaja menyembulkan dadanya itu tepat di mata Aldrich. “A–aku tak tahu Bey, minggir lah! Nanti susu di gelas yang kubawa menjadi tumpah,” peringat Aldrich dengan salah tingkah.“Jawab dulu!” Beyonce memberondong.“Bey … jangan tanyakan itu padaku. Aku tak tahu,” elak Aldrich mulai sesak napas. Ia bisa melampaui batas jika terus digoda.Tapi karena Beyonce terlalu aktif bergerak. Alhasil gelas itu bergoyang-goyang, tangan Aldrich sulit mengimbangi gelas itu karena Beyonce memeluknya dari depan dengan erat. “Bey, kumohon lepaskan pelukanmu?” pintanya dengan lembut, sekesal dan semarah–marahnya Aldrich kepada Beyonce. Ia tak tega berkata kasar atau membentak. “Tidak, tidak.” Beyonce semakin menggodanya. “Oh, ya ampun! Kenapa kau mabuk, sih? Kalau begini aku yang rugi. Lebih baik setelah ini aku mengantarmu pulang,” putus Aldrich, tidak mungkin seatap berdua dengan kondisi Beyonce yang mabuk. Begini saja Beyonce sudah membuat Aldrich panas dingin, apalagi jika dibiarkan tinggal lama di rumahnya yang sepi hanya berdua. Bisa–bisa Aldrich lepas kendali, kendati Aldrich hanya tinggal sendiri di rumahnya karena kedua orang tuanya sudah lama meninggal.“Jangan salahkan aku, Al. Tapi salahkan, Zack. Dia tak mau mengangkat teleponku lagi setelah dia marah, bahkan dia mematikan teleponku. Sungguh menyebalkan, bukan?” keluhny
Beyonce tersenyum geli terkadang juga terdengar kekehan dari bibir plump-nya, menanti saat-saat Aldrich benar membuka celananya. Ternyata pria itu membuktikan kesungguhannya, dengan mata yang enggan berkedip menatap Beyonce. Aldrich melepas celana, tapi kemudian ia cepat sadar sehingga ia pun kembali menaikkan celananya. “Bey, ini salah! Sadarlah, kau sedang mabuk. Aku memaklumi kegilaanmu itu, tapi asal kau tahu kalau aku memang normal. Bukan seperti yang kau tuduhkan! Aku tak mau jika kau menyesal nantinya setelah aku benar melakukannya!” elak Aldrich bersikukuh, melenggang pergi meninggalkan Beyonce di ruang tamu. “Salah? Kenapa dipakai kembali? Ah! Jangan-jangan kau memang benar Al, haha ….” Tawa wanita itu sangat keras, tapi Aldrich sengaja menulikan telinganya, meski hatinya bergejolak dituduh sembarangan. “Al, tunggu aku!” Beyonce terus mengejar Aldrich sampai ke ruang khusus yang biasa digunakan berolahraga. Kakinya tiba-tiba tercekat, matanya terbeliak penuh dengan t
Zack mendadak mencemaskan Beyonce malam itu, bukan dalam artian sesungguhnya. Rindu atau khawatir, melainkan mempunyai tujuan lain. Pria itu mencarinya karena Beyonce susah dihubungi, sementara itu dirinya terus ditagih oleh pihak catering untuk melunasi sisa pembayarannya yang sudah jatuh tempo. Demi menuruti gengsinya, Beyonce harus merogoh koceknya terlalu dalam. Hampir 75% biaya pernikahan mereka berdua, Beyonce lah yang menanggung. Meskipun sebenarnya Zack memiliki tabungan tapi ia tak mau mengeluarkannya. Entah apa yang ada dalam pemikiran pria itu?“Sial! Nomor Aldrich juga tak aktif!” kesal Zack begitu pusing, ia menduga kedua sahabat itu tengah sibuk bepergian sampai lupa waktu. Ya, Beyonce lebih sering menghabiskan waktunya berdua bersama Aldrich sahabatnya. Dibandingkan bersama Zack, kekasihnya sendiri. Tidak bisa disalahkan juga karena Zack hampir tak ada waktu berduaan dengannya dan hanya Aldrich lah yang bisa mengerti perasaan wanita itu. ***Kornea matanya memerah
“Jawab jalang!” bentak Zack menggetarkan seluruh tubuh Beyonce.“A–aku ….”PLAKK!PLAKK!“Aaarghh!” jeritnya sambil menangis tersedu–sedu. Zack menampar pipinya begitu keras, sampai bunyi tamparannya menggema.Ruangan itu vvip. Jadi, Zack leluasa menyiksanya karena hanya ada mereka berdua di sana. Sementara itu, Beyonce tak bisa melawannya.Karena pria brengsek itu tak membiarkan Beyonce bergeser barang sedetik, ataupun meraih tombol otomatis untuk memanggil tenaga medis ke sana. Langkah–langkah Beyonce terawasi, bagaikan seorang narapidana saja. Tidak sedikitpun rasa iba terbesit di hati Zack, melihat Beyonce kesakitan karena cekikannya. Setelah cintanya berubah menjadi sebuah kebencian membara semenjak tahu Beyonce sudah diperkosa oleh Aldrich. “Kau masih belum mau menjawab, jalang!” bentak Zack begitu marah dengan kedua mata melotot. “Mati saja kau!”Beyonce menggeleng karena tak sanggup bicara, dengan kondisinya yang tercekik. ‘Ampun, ampun! Ya, aku setuju. Lepaskan aku dulu
Beyonce membuang muka. Cih! Muak sekali dia mendengar sebutan itu, meskipun dia tak yakin sanggup hidup bersama Zack nantinya dengan menyandang status istri kurang satu hari lagi. Dengan napas tersengal–sengal, Beyonce menenggelamkan wajahnya di antara kedua lutut. Membiarkan segerombolan air mata yang tadi menyesakkan dadanya, turun bak air bah. “Tuhan … tolong cabut saja nyawaku sekarang. Bawa aku bertemu dengan mama dan papa, karena aku tidak sanggup lagi hidup di dunia ini,” ucap Beyonce yang tampak rapuh, sendiri di ruang rawat itu berteman sepi. Wanita malang itu memang hanya sendiri di dunia ini, tidak memiliki keluarga lagi sebab kedua orang tuanya telah meninggal semenjak Beyonce lulus kuliah. ***Keesokan harinya, Aldrich yang tertidur dengan lelap di atas ranjang itu mencoba meraba–raba area Beyonce berbaring. Senyuman bahagia tak lekang menyambut paginya, ingin memeluk Beyonce saat ini.Setelah semalam dia berhasil merenggut kesucian wanita yang dicintainya sejak lama
“Apa yang terjadi dengan Tuan Al?” William sungguh tak tenang, dia mencoba menelepon kembali tapi sayangnya tak diangkat. William memutuskan untuk mencari tahu lewat anak buahnya, karena perasaannya mendadak buruk. Mereka biasanya akan memberi kabar padanya tak lama. “Cari Tuan Aldrich sampai dapat atau nyawa kalian yang menjadi taruhannya. Mengerti!” ancam William di balik telepon. “Baik, Tuan William. Kami akan berusaha sebaik mungkin untuk melacak keberadaan Bos,” balas anak buahnya sebelum telepon berakhir. Tidak ingin hanya berpangku tangan, William yang penasaran kembali menelepon ke nomor ponsel Aldrich. Dia cuma merasa aneh, panggilannya tersambung tapi tidak ada yang mengangkat. “Ah! Sial!” raungnya karena mendapati hasil yang sama. Hanya berselang lima menit, panggilan telepon William yang terputus itu pun kini tersambung kembali. William tersenyum mengira itu Aldrich yang menghubunginya. Dia pun segera menjawab, “Tuan Al, apakah Anda baik–baik saja?”“Maaf, Tuan. Say
Seminggu kemudian, Aldrich diperbolehkan pihak rumah sakit untuk pulang. Biasanya pasien akan senang mendengar kabar ini, lain halnya pria itu tampak muram terduduk di atas ranjang. Menatap keluar jendela tanpa semangat karena teringat diagnosa dokter tentang kondisinya waktu lalu. “Tuan, mari kita pulang.” Suara William menyadarkan Aldrich dari lamunan. Dengan gerakan lemas menoleh, Aldrich menatap William. “Kenapa kesialan ini terjadi padaku, William? Aku bukan lagi pria yang sempurna, lalu buat apa aku hidup? Harusnya dokter itu menyuntikku mati sekalian!” Mata William membulat sempurna, ia mencoba menenangkan Aldrich yang tampak kacau. “Jangan berkata seperti itu, Tuan—” “Jangan berkata seperti itu bagaimana, huh?” Aldrich melotot dengan suara keras memarahi William. “Jelas–jelas dokter memberitahu kalau gara–gara kecelakaan sialan itu, aku mengalami disfungsi ereksi!” teriaknya sambil memijat kepala. “Dasar bodoh!” umpatnya kepada William lagi. William mengatupkan bibir,
“Zack … kau baik–baik saja, kan? Ma–maaf, aku tidak sengaja melakukan itu padamu,” ucap Beyonce dengan suara gemetar karena panik. Seraya menangis, Beyonce memeriksa pergelangan tangan pria kejam itu. Dia berharap Zack selamat, meski ada desir ketakutan di hatinya. “Syukurlah, dia masih hidup.” Namun kemudian mata Beyonce membulat penuh. Dia segera memangkas jaraknya dari Zack yang masih tergeletak di lantai dengan kepala bersimbah darah. Astaga! Bagaimana nanti kalau Zack bangun? Membayangkan kemurkaan Zack menyiksanya lagi sebagai balas dendam seperti ancamannya sebelum tak sadarkan diri. Itu sungguh mengerikan, karena Zack bisa lebih kejam dari sebelumnya. Sekarang, Beyonce tidak punya banyak waktu untuk berpikir. Wanita itu hanya mengikuti kata hatinya. “Ya, aku harus kabur dan pergi sejauh mungkin dari sini sebelum Zack menyadarinya,” katanya dengan gusar sambil menyeret kakinya yang lemas seperti jelly ke dalam kamar. Beberapa pakaian, berkas penting, buku tabungan da