~ Ara ~ . . . ... Sepasang sesal ... Menepikanmu yang kurasa sanggupMeniadakanmu yang kurasa mampu Tapi bayangmu tak pernah jauh dari heningkuDan seluruh heningku tak pernah sepi darimu Jangan menyerah Karena kau masih memikatkuDan hatiku masih terpaut dekat denganmuSekalipun kau tak tahu itu benarSekalipun tak ku ucapkan dengan benar Kau tahu aku hanya berlagakKau tahu aku selalu malu berbicara cintaJadi bisakah sekali lagi kau menunggukuKuharap hatimu tak berubah padaku Sekalipun kini hanya berat yang tertinggal Dan benteng kuatku telah menemui lapukan terlemahnya berupa sesal. . . - Guilty on tuesdays - " Lyn Wen " . . I hope one day you'll come backAnd at least say hiWipe off the tears on my faceAnd give us a try, Cause I can tellYou're done with this leaving hell yeah...I can tellYou're done with what I do To keep me away from youTo keep me away from you, Every good moment has passedYou're still not hereCrying alone in my car seems to famil
“...cinta bisa menjadi sesuatu yang lembut dan menyentuh, tapi kadang juga bisa menyakitkan dan mencekik tanpa rasa ampun...” ~ ARU ~ Aku menangkap gelap dari sebuah pesan yang dikirim untuk Ara. Aroma pesan itu berbau busuk, walaupun aku tak menciumnya secara nyata. Hanya saja peka rasa yang menerbitkan intuisi bernada beda. Aku curiga. Kusapu juga ponselnya yang berada di meja dalam genggaman ku. Bunyi seperti tetes air yang jatuh terdengar saat aku mengusap layarnya. Ku ketikkan angka-angka sandi &
"...cinta ini terlihat kerdil dalam ketidak pastiannya..."~ ARA ~Aku bercermin menatap bayangan diriku. Ada seraut bahagia yang terpancarkan dari bayangan itu, entah itu karena hari ini Aru akan mengajak jalan atau karena sesuatu yang lain. Yang jelas aku sangat senang. Kami rencananya akan menghabiskan Minggu ini bersama, setelah dua kali Minggu terlewati terpisah.Sekali lagi ku pastikan penampilanku di cermin. Karena merasa kurang 'pede' aku lantas menambah lagi garis ketebalan lipstikku, dan bertanya pada sahabatku, Tasya, yang sedang sibuk memperhatikan ku dari tempatnya duduk."How do I look?" tanyaku pada sahabatku.“You look good as always” jawabnya, “Jadi, kau benar-benar tidak akan mengajakku serta?” keluhnya, a
"...Menyenangkan jika kebahagiaan kita hanya di isi dengan cerita tentang kita, tanpa harus membawa penyusup..." ~ Aru ~ Setelah mengirim pesan pada Tasya, aku lantas melajukan motor ku melewati jalanan kota Singapura pergi menuju tempat sahabatku, Zein. Biasanya dia selalu ada di kursi nyamannya untuk bermain game seharian dan hanya bersantai-santai di hari Minggu. Jadi aku tidak memberitahukannya jika akan datang. Aku memarkir motorku. Bergegas menekan tombol lift dan menuju nomer apartemennya. Belum juga ku tekan bell, pintu sudah terbuka dengan sendirinya. "Yoo Bro!" serunya kaget. Wajah Zein terlihat. Pakaiannya rapi, wajahnya bersih segar, rambut tertata dan tersisir halus. Dan... tumben dia wangi. Seperti akan pergi berkencan saja. Beruntungnya aku datang tepat waktu, sebelum dia pergi. "Tumben ngak ngabarin klo mau kesini? Ehh bukanya kau bilang
"...Dia guru terbaik dalam mengecap rasa dan belajar bahasa..." ~ Ara ~ Aku berhenti menangis, tapi belum berhenti bersedih. Kepala ku mulai terasa pening karna banyak menangis, tapi Aru masih belum menghubungi ku, walaupun aku sudah mengirim beberapa pesan text untuknya. Dia bahkan belum membacanya. "Mungkin Aru memang butuh waktu menyendiri dulu, Ra" ujar Tasya menanggapi pikiranku yang ternyata ikut keluar dari mulutku tanpa ku sadari, "Kau tenang saja. Aku yakin setelah dia merasa lebih baik. Pikirannya lebih terang menerima, dan emosinya lebih stabil dia akan menghubungi mu. Kau tahukan, dia pandai berbenah! Dia akan menghubungi mu saat dia telah membaik" imbuh teman ku berpendapat. "Aku hanya takut jika saja kali ini dia tidak bisa lagi menerimaku ataupun memaafkanku, Sya. Karena nyatanya ini bukan hal baru untuknya. Aku sudah b
"...Benang tipis diantara bodoh dan gila ialah cinta... " ~ Aru ~ Berbulan-bulan berlalu dan kita hanya menikmati rasa rindu ini dalam ruang kita yang berbeda. Mengumpulkan setiap hitungan demi hitungan, hingga menjadi deret hitung selanjutnya. Menyilang saat lima dan menulis lagi jadi satu. Menyilang lagi saat lima dan menghitung ulang mulai dari satu. Begitu terus dan berlanjut hingga hitungan itu genap terkumpul sampai hari ini. Hari dimana aku akan membawakan oleh-oleh rindu yang Ara minta dan ku janjikan, iya. "Landing safe in SG" Telah menjadi status di f******k dan juga sosial media ku yang lainnya. Lalu Ara dengan cepat bereaksi meminta temu disiang hari itu juga, segera sesaat setelah aku mendarat. Tapi aku berencana menemuinya sore hari, karena merasa masih letih dan perlu mengumpulkan energi agar bisa menemuinya d
"...Dalam keadaan yang rumit itulah kita akhirnya belajar menumbuhkan sikap dewasa kita... " ~ Ara ~ Akhirnya, aku dan Tasya pergi keluar juga. Dia mengajakku makan malam diluar, katanya agar aku tidak terlalu begah hanya berdiam murung di Condo saja. Akupun akhirnya mengikuti saran sahabatku itu. Setelah berjalan sekitar 10 menitan, sampailah kami disalah satu food court tujuan kami. Aku memesan ayam geprek satu level dibawahnya yang terpedas di kedai Papi Chicken. Yang merupakan makanan Indonesia yang tengah digandrungi disini, saat ini. Sementara Tasya memilih memesan Tom Yum Pasta, level cetek. Entah kenapa aku tiba-tiba saja ingin makan sesuatu yang pedas, mungkin itu juga masih karena Aru. Karena aku melihat postingannya dikomen oleh Quin, sementara dia sudah tidak lagi membalas text ku, jadi aku ingin punya alasan lain untuk menangis tanpa perlu dianggap cengeng.
"...Mungkin orang lain akan salah paham melihat kita begitu memahami terlalu baik... " ~ Aru ~ Zein melihatku dengan tatapan lelahnya, setelah aku bercerita tentang apa yang sedang ku hadapi kini. "I told you, right? Berbulan-bulan yang lalu, oh tidak. Bertahun-tahun yang lalu, agar kau meninggalkannya. But all you did just ignore my words" Zein menanggapi dengan kesal. Aku tidak bisa membantah perkataan sahabatku itu. Walau bagaimanapun Zein benar, hanya aku yang keras kepala tetap mempertahankannya walau sulit. "Jadi sekarang bagaimana?" katanya dengan intonasi yang lebih rendah dan santai. Aku hanya mengangkat bahu. Bahkan akupun tidak mengerti harus apa. Harus bagaimana menghadapi semua ini. Harus bagaimana mengambil sikap atas keadaan ini. Yang ku tahu hanya, aku harus mengirimkan pesan pada Ara jika aku akan menginap ditempat sahabat ku ini sementa