Share

Bab 6 Terpojok

Wanita paruh baya bertubuh tambun dengan dahi mengernyit, menatap Rahman dan Sari bergantian. Di belakangnya, ada wanita yang juga paruh baya dengan jilbab rapi, tampak lebih tenang.

"Siapa yang hamil?" ulang wanita tambun bernama Ibu Sri. Dia adalah Ibu RT di sana.

Jakun Rahman naik turun. Keringat dingin tampak bermunculan di dahi laki-laki itu. Sama halnya dengan Sari,   wajahnya sudah pucat dengan tangan gemetar membenarkan baju mini yang dia kenakan.

Tak mendapat jawaban dari kedua orang itu, Ibu Sri  menoleh pada wanita di belakangnya, yang ternyata Ibu RW bernama Arum.

"Bagaimana ini, Bu Arum? Sepertinya, mereka yang diperbincangkan oleh ibu-ibu selama ini," ujar Ibu Sri, lalu kembali menatap kedua orang itu.

Rahman tak berkutik. Suaranya seperti tercekat di tenggorokan dan kaki Rahman seolah membatu.

Berbeda dengan Sari. Dia tersadar akan situasi dan ide gila pun muncul di benaknya. Jika Rahman tak mau tanggung jawab, maka melalui kedua wanita itu dia akan mendapatkan Rahman seutuhnya.

"B-Bu, iya. Saya hamil oleh Pak Rahman," ucap Sari tiba-tiba membuat jantung Rahman serasa copot. Mata laki-laki itu melotot, marah. Rahangnya mengetat dengan gigi bergemeletuk.

Suara istigfar terdengar dari dua wanita di ambang pintu itu. Tanpa meminta izin, mereka masuk ke rumah Sari.

"Jadi, benar. Kamu sering memasukkan laki-laki ke rumah, Sari?" Wajah Ibu Sri tampak garang. Dia menatap Sari dengan tak suka.

Wanita tambun itu sudah punya firasat jika janda seperti Sari akan membawa petaka untuk warganya. Tetapi, dia juga tak ada hak untuk mengusir tanpa alasan.

Tatapan Ibu Sri beralih pada Rahman yang terlihat menahan amarah pada Sari.

"Pak Rahman. Saya juga tidak menyangka. Apa yang kurang dengan Bu Ayu? Saya rasa, dia wanita yang lebih baik berkali lipat dari Sari," ujar  Ibu Sri menyentak kesadaran Rahman. Laki-laki itu refleks menunduk.

Sari yang tak terima dengan ujaran Bu RT pun hanya mendelik, sebal. Pandangannya beralih pada Ibu Arum yang setia diam. Mungkin jika meminta tolong pada wanita berjilbab itu, dia akan mendapat dukungan.

"Bu RW, tolong saya. Pak Rahmn tidak mau tanggung jawab." Sari memegang sebelah tangan Ibu Arum yang menatap bingung.

"Sari!" geram Rahman mulai emosi.

Sari tak mempedulikan Rahman. Dia mau laki-laki itu jadi miliknya, apa pun yang terjadi. Sari yakin, kejadian ini mau tidak mau mendorong Rahman menikahinya.

"Pak Rahman, tolong jawab pertanyaan saya dengan jujur. Apa benar selama ini Pak Rahman berhubungan dengan Sari?" tanya Ibu Arum, terlihat bijak dan tenang.

Tubuh Rahman terasa disengat. Apa yang harus dia katakan? Jika jujur, bagaimana dengan Ayu? Lalu, apakah dia akan dijerat karena tertangkap basah? Semua itu seolah terus meneror pikirannya.

"Pak, kami tidak bisa mentolerir kebohongan. Apalagi itu artinya Bapak dan Sari sudah berbuat zina di lingkungan ini," ujar Ibu Arum, pelan tapi sarkas.

"Dan, kalau itu benar maka kami akan mengusir kalian," tambah Ibu Sri membuat wajah Sari pucat.

Rahman sudah ketakutan. Ini kehancuran nyata baginya. Semua kebusukannya terkuak dengan mudah di depan RT dan RW langsung. Inikah balasan yang memalukan untuk Rahman?

"Mas! Aku tidak mau diusir! Ini rumah peninggalan orang tuaku. Kamu harus tanggung jawab!" jerit Sari, frustasi.

Rahman tak berkutik. Dia seperti terjatuh dalam lubang hitam yang dalam, tak berdasar dan sepi. Dua wanita paruh baya itu menatapnya dengan pandangan berbeda. Ada tatapan jijik dari Ibu RT dan tatapan sinis dari Ibu RW.

"Katakan sesuatu, Pak Rahman. Jangan sampai kami mengambil tindakan dengan menikahkan kalian secara paksa," ancam Ibu Sri, geram.

Awalnya, Ibu RT dan Ibu RW tengah berjalan bersama, hendak menghadiri  acara PKK. Tetapi, di tengah perjalanan, mereka mendengar jeritan dan suara gaduh dari rumah Sari. Takut terjadi sesuatu, mereka pun bergegas menghampiri rumah janda itu.

Namun, belum juga mengetuk pintu, suara dua orang yang tengah cekcok sangat jelas terdengar. Karena takut terjadi sesuatu, Ibu Sri berinisiatif membuka pintu rumah Sari, hingga mereka menemukan fakta yang membuat keduanya terus beristigfar.

"Mas, kamu harus tanggung jawab! Kalau tidak, aku akan usut masalah ini ke pihak berwajib!" ancam Sari pada akhirnya. 

Dia kesal karena Rahman tak juga bersuara sedari tadi. Ibu RT dan Ibu RW saling pandang. Mereka menunggu jawaban dari Rahman.

Laki-laki itu sudah tersudut. Dia tak tahu harus mengatakan apa. Menikahi Sari bukan kemauannya. Rahman masih waras untuk memilih mana wanita yang bisa dijadikan pendamping hidup. Dan itu hanya dia temukan di diri Ayu.

Saat tiga wanita tengah menunggu jawabannya. Terlihat dari balik jendela rumah, sebuah taksi berhenti tepat di depan rumah Rahman. Seketika jantung laki-laki itu bertalu-talu, kakalutan dan ketakutan semakin menjadi di hatinya.

Tiga wanita itu pun mengikuti arah pandang Rahman. Lalu, seringai Sari muncul saat tahu siapa yang keluar dari taksi itu.

"Baiklah, Mas. Jika kamu tetap bungkam, aku akan beri tahu istrimu apa yang terjadi di antara kita. Kalau perlu, Ibu RT dan Ibu RW yang akan jadi saksinya!" seru Sari membuat keputusan.

Mata Rahman langsung membulat sempurna. Sedangakn dua wanita paruh baya itu hanya diam menyaksikan apa yang akan dilakukan Sari. Tamatlah riwayat Rahman.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status