Share

Terperangkap Obsesi Mafia
Terperangkap Obsesi Mafia
Author: Rayana Wheen

Bab 1

Hujan masih membasahi sebagian besar kota, Rene masih berharap setidaknya hujan yang turun bisa membuat dirinya tenang dari hiruk pikuk keadaan yang memaksanya saat ini.

Pikirannya melayang, menggoda setiap napas berat yang diambil oleh paru-parunya.

"Kau tidak akan bisa melupakanku, aku akan terus menghantui pikiran mu sampai kau bisa menjadi gila. Nama ku akan terukir terus menerus di nadi mu karena setiap napas yang kau miliki itu bukan milikmu. Itu adalah milikku dan selamanya adalah milikku."

Kata-kata itu terus menyentak hatinya, membuat setiap tingkah lakunya menjadi tidak nyaman.

"Sialan." Umpat Rene dengan rendah.

Rene memejamkan matanya dengan rasa pedih yang mulai menjalar.

Itu bukanlah salahnya, hidupnya hancur bukanlah salah Rene. Rene hanya korban dan sekarang dia seharusnya bisa lebih bahagia.

Rene meninggalkan segala sesuatu yang dia miliki di Inggris, cinta matinya dan sejumlah hal lain yang selama kurang lebih empat tahun menemaninya.

Sekarang dia bukan lagi Renesmee, dia adalah Raina.

Renesmee sudah mati, dia tidak lagi ada saat ini. Renesmee tidak pernah ada dalam hidupnya.

Sebanyak apapun kebahagiaan yang sudah di dapatkan olehnya melalui Renesmee. Dia jauh lebih menderita karena namanya itu.

Setidaknya saat ini, Raina bisa hidup tanpa dibayangi oleh pria itu.

Pria itu tidak akan bisa lagi mengikutinya sebanyak apapun yang pria itu mau.

Pria itu tidak akan bisa untuk menemukan dia lagi.

*****

"Rene, jika kau tidak mau bangun sekarang maka aku tidak akan membangunkan mu lagi!" Teriakan Bibi Shelly masih menggelegar kuat saat ini.

Rene yang baru bisa berdiri setelah melawan rasa kantuknya hanya bisa tertawa kecil.

Shelly memang luar biasa, wanita itu selalu menjadi pengganti ibunya yang menikah dengan pria tua brengsek yang tidak pernah memperdulikan Rene.

Rene tinggal bersama Shelly selama empat tahun belakangan ini, hubungan antara dirinya dan ibunya Carla tidak pernah membaik setelah kematian sang ayah. Rene tahu itu bukan salah Carla ketika ayahnya mati, tapi Carla lah yang pertama kali meninggalkan mereka berdua, Rene dan ayahnya demi pria lain yang jauh lebih kaya dari ayahnya.

Rene tidak membenci ibunya, hanya saja kecanggungan selalu ada dalam percakapan mereka bahkan setelah ayahnya dan Carla membicarakan semuanya dengan hal yang baik.

Shelly sendiri tidak punya suami, dia telah kehilangan suaminya dan saat ini Shelly memilih menjadi wanita idependen, dia tidak peduli dengan apa yang lingkungan katakan tentangnya dan itulah yang membuatnya tetap hidup dengan bahagia hingga saat ini.

Dan Rene suka mengenai pendapat Shelly, bagi dirinya menikah bukanlah suatu kewajiban bagi setiap wanita. Menikah hanyalah sebuah pilihan komplit yang harus memikirkan banyak waktu dan tenaga untuk menjalankannya.

Rene masuk ke dapur dan menemukan Shelly sedang duduk menyantap sandwich dan kopi paginya.

"Hai Shell, aku mungkin tidak akan sarapan. Orlan memintaku makan pagi bersamanya." Rene mengatakan hal itu karena sepertinya Shelly akan memaksanya sarapan sandwich yang selalu menjadi makanan utama di pagi hari mereka berdua.

"Oh sayang, kenapa tidak mengatakan apapun huh? Kalau begitu pergilah, aku juga ingin mengatakan padamu bahwa aku akan pulang agak malam karena jadwal piket ku. Dan bagaimana dengan barang-barang hun? Sudah merasa cukup?"

Shelly selalu lebih perhatian ketimbang Carla.

"Kami hanya pergi ke Scotland selama satu minggu tidak ada penting yang harus ku bawa oke? Tenang saja, aku sudah bisa memastikan bahwa barang bawaan ku selalu lengkap seperti yang sudah kau tuliskan."

"Baiklah darin' jangan lupakan mantel mu."

Shelly bangkit dan mengecup pipi Rene, "semoga hari mu menyenangkan."

Rene tersenyum dan terus mengatakan, "ya, kau juga Shell."

*****

Orlan menemuinya ketika Rene baru melangkah masuk ke dalam gerbang sekolahnya itu. Kekasihnya memang luar biasa, pria yang sangat bertanggung jawab.

"Hai sayang, bagaimana hari ini?" Orlan menyapa sambil mengecup rambut hitamnya.

"Seperti biasa, tidak ada yang istimewa."

"Huuu ada apa dengan wajah cantikmu itu? Kau kurang tidur lagi sayang?"

Rene memandang Orlan dengan tatapan lelahnya, "tidak sayang, hanya merasa sedikit tidak enak badan."

"Jangan bilang itu karena kita akan pergi ke Scotland?"

Rene agak membuang wajahnya ke samping, tidak ingin menatap Orlan karena Rene yakin jika Orlan menatapnya dia akan tahu bahwa Scotland yang membuat Rene resah akhir-akhir ini.

"Oh ayolah sayang, Scotland tidak seburuk itu. Mungkin memang sedikit lebih basah dari Inggris tapi kita akan baik-baik saja. Hampir setiap tahun kita ke sana sayang, tidak akan terjadi hal apapun."

"Bukan-bukan itu yang ku maksud."

"Lalu?"

"Aku punya perasaan cemas oke, entah mengapa seperti ada sesuatu yang membuat diriku takut untuk pergi ke Scotland. Percayalah mungkin ini gila tapi itulah yang ku rasakan saat ini."

Orlan memegang wajah Rene lembut lalu mengecup pipinya, "kau selalu punya kecemasan ringan sayang. Mengapa kita tidak membuat dirimu melupakan ini semua dengan makan wafel kesukaan mu?"

Rene tidak bisa tidak tersenyum menanggapinya.

"Kau tahu aku membencimu karena menyuap ku dengan sepiring wafel kan?"

"Oh no! Kau mencintaiku dan itu faktanya."

*****

Saat Rene dan Orlan selesai memakan sarapan mereka, mereka berdua berjalan beriringan menuju kelas mereka.

Sepanjang koridor sekolah, mereka selalu tersipu karena siulan dari teman-teman Orlan yang menggoda kebersamaan Rene dan Orlan.

Begitu pula dengan Rene yang tiba-tiba di panggil dengan nada yang paling tidak biasa.

"Rene!!!!" Itu Katrin sahabatnya yang paling dia sayangi.

Katrin bertubuh gempal, berambut pirang dan memiliki mata paling biru.

Rene dan Katrin sudah bersama-sama sejak mereka berdua masuk sekolah dasar. Jadi bisa dipastikan bahwa mereka berdua seperti saudara kandung.

"Haiii Katy!"

Kate memeluknya dengan erat dan berhasil membuat Orlan merengut kesal.

"Yah, setidaknya aku akan diabaikan begitu putri cantik kita datang."

"Hei apa-apaan itu Ory? Rene adalah milikku tentu saja kau akan diabaikan begitu saja jika ada aku disini. Betulkan Rene?"

"Hm." Rene mengangguk menyetujui dan membuat Orlan tertawa.

"Baiklah gadis-gadis ku, silahkan lanjutkan gosip kalian itu. Sayang, aku akan pergi duluan menemui Carrick."

Orlan mengecup bibir Rene, "aku mencintaimu."

Rene membalasnya dan berucap, "aku lebih mencintaimu."

Orlan pergi meninggalkan Rene dengan Kate.

"Jadi... Sudah menyiapkan barang-barang untuk besok?"

Rene mendesah mendengar kalimat Kate.

"Apa yang terjadi Rene? Jangan bilang..."

"Aku hanya khawatir oke, perasaanku sedikit tidak enak."

Katrin memandang sahabatnya itu dengan penuh perhatian. "Kau bisa bercerita padaku Rene."

Rene mengangguk lemah, "aku hanya merasa Scotland bukan negara yang ingin ku kunjungi. Maksud ku tidak biasanya aku benci kunjungan rutin keluar negara oke. Kate aku merasa ada sesuatu yang akan terjadi di Scotland."

Katrin mendengarkan dengan seksama hingga akhir cerita Rene, dirinya memeluk Rene dengan kelembutan dan kasih sayang seorang sahabat yang luar biasa.

"Rene itu mungkin hanya perasaan mu sayang, kita sudah biasa pergi ke Scotland dan tidak ada hal buruk yang terjadi. Ini hanya kunjungan seperti saat kita berkunjung ke Paris."

Rene merasa lemah, "tapi Kate perasaan ku mengatakan bahwa ini bukanlah rencana yang baik."

"Oh sayang, aku berjanji bahwa aku dan Orlan akan menjagamu setiap saat. Jadi jangan risaukan apapun oke? Kami selalu bersamamu."

Tanpa ada pemikiran panjang Rene mengangguk tidak ingin Kate terlalu khawatir karenanya.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Nietha
q suka setting nyA, ala luar negri, Latin2.... ah pokoknya eropa, the love wkwkwk
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status