Felix melepaskan pelukannya dan menatap Bella dengan tatapan penuh cinta. "Bella, aku sangat merindukanmu. Aku bahagia kamu kembali. Aku mencintaimu," ucap Felix dengan suara bergetar. "Kemana kamu selama ini, sayang? Kenapa kau pergi meninggalkanku?"Bella menatap Felix dengan ekspresi yang sulit dibaca. Dia tampaknya masih belum yakin dengan apa yang harus dia lakukan. Namun, Felix tahu bahwa dia harus bersabar. Dia harus memberi Bella waktu untuk memahami dan menerima kenyataan bahwa mereka berdua kembali bersama."Sayang aku khawatir dengan keadaanmu dan ..." Ucapan Felix terhenti saat melihat perut Bella yang sudah kempes.Felix menatap Bella dengan penuh kasih saat matanya terfokus pada perut Bella yang sudah tidak buncit lagi. Dia tidak bisa menahan kebahagiaannya dan akhirnya bertanya apakah Bella telah melahirkan anak mereka. "Apa kamu sudah melahirkan, sayang?" Bella hanya bisa mengangguk tanpa bisa mengeluarkan sepatah kata pun.Melihat reaksi Bella, Felix merasa hatinya b
"Iya, kamu benar, Nak. Papa memang mengetahui segalanya."Tuan Johnson duduk dengan tenang di sofa kulit berwarna gelap, lampu ruangan menerangi wajahnya yang berkerut, menunjukkan tanda-tanda usia dan kebijaksanaan. Dia mengambil napas dalam-dalam, menatap Felix yang tampak pucat dan terkejut."Felix," kata Tuan Johnson dengan suara yang lembut namun penuh otoritas. "Aku tahu ini mungkin sulit untukmu menerima kenyataan ini. Tapi aku melakukan ini demi Bella, demi kalian berdua."Felix merasa seperti ditampar oleh kata-kata ayahnya. Dia merasa seolah-olah tanah di bawahnya runtuh. "Kenapa, Pah?" Felix bertanya, suaranya bergetar. "Kenapa kau tidak memberitahuku?"Tuan Johnson menatap Felix, matanya penuh penyesalan. "Karena aku tahu betapa kerasnya kau mencintai Bella, Felix. Aku tahu betapa hancurnya hatimu saat dia pergi. Aku hanya ingin melindungi kalian. Terlebih, Bella masih belum siap bertemu denganmu."Felix merasa kepalanya berputar. Dia menatap ayahnya, mencoba mencerna seti
Pagi itu, Bella dan Felix melangkah keluar dari pintu rumah mereka dengan hati yang berdebar-debar. Mereka tahu bahwa hari ini adalah hari yang penting, mereka akan pergi ke rumah sakit jiwa untuk menemui Salma.Sementara Galang, sang anak kecil yang penuh keceriaan, mereka titipkan kepada mama Sally, yang dengan setia menjaga dan merawatnya.Mama Sally menatap Bella dengan cemas, mencoba mencari kepastian dalam matanya. "Apakah kamu yakin akan pergi ke rumah sakit jiwa, Bella? Kamu tahu betapa sulitnya melihat Salma dalam kondisi seperti ini," ucapnya dengan suara yang penuh kekhawatiran.Bella mengangguk mantap, walaupun di dalam hatinya ada keraguan yang menghantui. Dia ingin melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana keadaan Salma. Bella merasa bahwa hanya dengan melihatnya secara langsung, dia bisa merasakan apa yang Salma alami dan memberikan dukungan yang lebih dalam."Felix dan aku perlu melihatnya sendiri, Mama Sally. Kami ingin memberikan dukungan sebanyak mungkin untuk
Malam itu, setelah Bella selesai menyusui Galang, bayinya, dia berdiri di balkon kamar sambil menatap kegelapan malam. Pikirannya penuh dengan kekhawatiran dan rasa bersalah terhadap Salma, istri pertama Felix yang saat ini sedang berada di rumah sakit jiwa.Tiba-tiba, Felix memeluknya dari belakang, kepalanya bersandar di bahu Bella. "Apa yang sedang kamu pikirkan, Bella?" tanya Felix dengan suara lembut.Bella merasa air matanya menggenang. "Aku ... aku merasa bersalah, Mas Felix," jawab Bella dengan suara yang bergetar. "Aku merasa sedih melihat kondisi Mba Salma. Dia masih menyimpan kebencian yang begitu dalam terhadapku, dan aku merasa bahwa semua ini adalah salahku."Felix merasa hatinya bergetar mendengar pengakuan Bella. Dia mempererat pelukannya dan mencoba menenangkan Bella. "Bella, kamu tidak perlu merasa bersalah. Kondisi Salma bukan salahmu. Dia memiliki masalahnya sendiri yang harus dia hadapi. Kita semua memiliki beban dan tantangan dalam hidup kita, dan Salma juga demi
Felix berjalan menuju pintu kamarnya yang sedang digedor dengan keras. Saat pintu itu terbuka, dia melihat Mama Selly, ibunya, berdiri di depan pintu dengan wajah pucat dan penuh kepanikan."Mas Felix, ada apa? Kenapa Mama Sally menggedor pintu dengan begitu keras?" tanya Bella yang berada di sampingnya, raut wajahnya penuh kekhawatiran.Felix menghela nafas dalam-dalam, merasakan kegelisahan yang sama. "Mama, ada apa? Kenapa wajahmu tampak begitu panik?" tanya Felix, mencoba menenangkan ibunya.Mama Sally menarik nafas dalam-dalam, mencoba mengumpulkan keberaniannya untuk memberitahu mereka berita yang sangat mengejutkan. "Felix, Bella, beberapa menit yang lalu, pihak rumah sakit jiwa menelpon mama. Mereka mengatakan bahwa Salma mencoba untuk ... melakukan tindakan bunuh diri."Kata-kata itu jatuh seperti bom, membuat Felix dan Bella terdiam dalam kejutan. Bella merasa tubuhnya gemetar dan dia memegang lengan Felix dengan kuat, mencoba mencari dukungan."Mas Felix, apa ... apa ini be
"Berhenti mengatakan diriku sibuk Felix! Kau pun juga sama tidak pernah ada waktu untukku." Salma tak kalah berteriak dengan kasar pada Felix Horison "Kau yang salah Salma, karena selama ini kau selalu sibuk dan tidak pernah ada waktu untukku ataupun Putri. Kau selalu mementingkan karir. Apa kau lupa bahwa aku ini adalah orang kaya? Apa hartaku tidak cukup untukmu?" Felix tidak tahu lagi harus memberi pengertian yang bagaimana kepada istrinya.Salma selalu saja mementingkan dunia modelnya dibandingkan dengan keluarganya. Padahal mereka sudah menikah selama 7 Tahun lamanya."Dia bukanlah anakku, Felix. Dia hanyalah anak pembawa sial yang lahir dari rahimku! Aku tidak pernah mengakuinya." Felix yang mendengar itu pun merasa geram, dia sampai menjambak rambutnya sendiri menahan amarah karena ingin sekali mencekik wanita yang berada di hadapannya."Kau selalu saja mengatakan Putri anak pembawa sial, padahal dia adalah anak kandungmu. Dia lahir dari rahimmu, Salma! Tidak sepatutnya kau b
"Kenapa kau diam saja? Bukankah kau tadi menyebutkan nominal yang begitu fantastis?" heran Felix dengan alis terangkat satu.Akan tetapi, wanita tersebut diam saja sambil memijat tubuh pria tampan itu.Entah apa yang merasuki pikirannya, sehingga Felix berpikir jika dia ingin memiliki sugar baby seperti sahabatnya, Leon."Baiklah jika kau tidak mau. Bagaimana jika aku membayarmu 30 juta untuk satu kali pertemuan? Tapi kau harus siap dengan apapun yang aku mau, dan kapanpun aku menghubungimu," ucap Felix pada wanita yang belum ia ketahui siapa namanya."Kita belum melakukan kesepakatan apapun di sini Tuan, jadi jangan berpikir karena Anda memiliki banyak uang, Anda bisa semena-mena pada saya. Lagi pula, saya tidak akan menjalin hubungan dengan pria yang tak pernah saya cintai." Felix yang mendengar itu malah tertawa."Dalam pekerjaanmu yang seperti ini, apakah itu membutuhkan perasaan? Anggap saja pekerjaanmu ini sebagai simbiosis mutualisme. Saling menguntungkan satu sama lain. Kau me
Semakin hari Felix semakin dibuat gila karena Bella terus saja menghantui pikirannya. Seketika hasratnya menggelora untuk memiliki wanita cantik itu, apalagi saat mengingat bagaimana tatapan polos Bella.Tak ingin berlama-lama dia langsung mengambil ponselnya dan menekan nomor wanita tersebut, akan tetapi dua kali panggilan tidak dijawab olehnya, membuat Felix seketika menahan kesal lalu ia pun mengirimkan pesan.(Aku tidak suka menunggu. Bukankah kita sudah membuat kesepakatan, bahwa kau harus menuruti apapun yang aku mau. Jadi angkat teleponku, karena aku sedang menginginkannya!)Sementara di rumahnya, Bella baru saja membaca pesan tersebut. Dia baru selesai mandi dan saat akan menaruh ponselnya kembali tiba-tiba sebuah pesan kembali masuk dari pria tersebut, mengirimkan alamat ke mana Dirinya harus datang.Tanpa ingin menunda, Bella segera berpakaian kemudian mengenakan make-up tipis lalu keluar dari kamarnya dan memesan taksi online.Tepat saat Felix turun dari mobilnya, Bella pun