Kecelakaan tragis yang menimpa Harshil Arsyanendra--seorang tuan muda dari keluarga Danendra dan sang ayah--Hara Danendra, membuat dirinya yang dulu sempurna menjadi lumpuh. Ia harus hidup dengan bantuan kursi roda. Sementara sang ayah masih dalam keadaan koma di ruang perawatan Rumah Sakit.
Pasca kecelakaan itu, kehidupannya 100% berubah drastis. Ia harus menanggung semuanya sendirian, ditinggalkan sang kekasih, teman dekat hingga saudara yang lainnya. Hanya satu yang masih setia bekerja padanya, Ettan Gunawan yang menjadi sopir sekaligus asisten pribadinya.
Satu tahun pasca kecelakaan, karena pemimpin perusahaan kosong, membuat gonjang-ganjing keluarga dan jajaran staff direksi, semuanya memperebutkan kursi kosong itu, bahkan beberapa dari mereka ingin berusaha menyingkirkan Harshil karena kondisinya yang dianggap tak berguna.
Sang kakek berusaha menengahi, membuat persyaratan kepada Harshil untuk menikah.
"Kakek akan membuat satu persyaratan untukmu, menikahlah dengan wanita pilihanmu dalam kurun waktu satu bulan, maka kakek akan membiarkan perusahaan itu dipimpin olehmu. Tapi bila tidak, maaf kakek terpaksa akan--"
"Aku bersedia, Kek!"
Antara percaya atau tidak, Harshil mengatakannya dengan lantang. Ia menyanggupi persyaratan dari kakek. Karena tak ingin perusahaan yang telah lama dikendalikan sang ayah harus jatuh ke tangan orang lain yang membencinya.
Satu bulan waktunya untuk mencari seorang gadis yang mau dijadikan istri, rasanya tak mudah, mengingat kondisinya yang lumpuh. Hingga suatu ketika, tanpa disengaja ia dipertemukan dengan Inara Savita--gadis berjilbab yang tengah ditindas oleh seorang juragan kaya. Ia hendak dijadikan istri ketiganya karena hutang ayahnya yang menumpuk tak bisa dibayar.
Dengan memanfaatkan situasi itu, Harshil memberikan penawaran yang terbaik pada Inara. Hutang ayahnya lunas, tapi dia harus bersedia menikah dengannya. Ia pun menawarkan sebuah perjanjian pada gadis itu.
"Enam bulan saja jadi istriku, bukankah itu tidak berat? Selama itu, aku tidak akan menyentuhmu, dan setelah perjanjian itu berakhir, kau boleh pergi, tak ada lagi ikatan resmi diantara kita."
Lalu, bagaimana bila dua orang berbeda strata bersatu dalam ikatan pernikahan? Pernikahan yang di awali dengan sebuah perjanjian kontrak akankah berakhir sesuai rencana awal? Atau justru tumbuh benih-benih cinta diantara mereka?
Yuk langsung saja, simak kisah kasih Inara dengan Harshil Arsyanendra, seorang cucu konglomerat, salah satu pewaris perusahaan Danendra Group yang sayangnya harus hidup dengan bantuan kursi roda.
Cinta sejati itu bukan apa yang kau lihat, tapi apa yang kau rasakan, bukan bagaimana kau mendengarkan tetapi bagaimana kau memahami, dan bukan bagaimana kau melepaskan tapi bagaimana engkau bertahan. Cinta sejati itu bukanlah bagaimana kau memaafkan, tapi bagaimana kau melupakan.
"Jadilah istriku enam bulan saja," laki-laki yang duduk diatas kursi roda itu akhirnya buka suara. Sementara Inara hanya menunduk, menunggu keputusan dari abah. Lama tak bersuara, hanya embusan nafas yang terdengar, terhanyut dalam pikirannya masing-masing. "Maaf ini terpaksa aku lakukan agar harta papa tak jatuh ke tangan orang lain yang gila harta hanya gara-gara aku belum menikah." Ia kembali membuka suara. Wajah tampannya seolah datar tanpa ekspresi dan juga sikapnya terkesan begitu dingin. "Seperti yang asistenku katakan sebelumnya, saya akan menebus sawah Abah dari juragan Bani lalu melunasi hutang abah. Dan putri Abah ini takkan sengsara menjadi istri ketiganya." Inara makin tertunduk, rasanya begitu malu. Bagaikan buah simalakama, maju salah mundur pun salah. Dan sekarang pria yang sama sekali tak dikenal sebelumnya, ia datang melamarnya tapi karena ke
"Hah? Me-menikah?" Ettan mengangguk serius. "Maaf, mungkin ini terkesan mendadak dan tidak masuk akal. Boleh saya duduk? Biar saya jelaskan dulu," ucap Ettan tegas. "Iya, iya, silahkan duduk, Tuan," sahut abah. "Begini Abah--" "Panggil saja Abah Suma. Dan ini putri saya, Inara." Pria berjas hitam itu mengangguk memberi hormat. "Saya Ettan, sopir sekaligus asisten pribadi Tuan Muda. Jadi begini, Tuan Muda kami bernama Harshil Arsyanendra, salah satu pewaris utama Danendra Group. Saat ini Tuan Harshil sedang mencari wanita yang bersedia menjadi istrinya. Kondisi Tuan Harshil yang tidak sempurna membuat beberapa orang ingin menjatuhkannya, karena dianggap tidak layak untuk memimpin sebuah perusahaan." "Maksud Tuan? Maaf, saya ini orang kampung masih awam dengan hal yang begituan, jadi tidak tahu apa hubungannya memimpin perusah
Dasar gadis ini sok jual mahal! Membuat kesabaranku habis saja!"pekik Juragan Bani murka. "Tahan emosi Anda, Tuan Bani!!" Ettan mencegah Juragan Bani yang hendak menyakiti gadis itu. Inara terperanjat kaget. "Bagaimana Inara, kau memilihnya atau memilihku?" tukas Harshil, membuat konsentrasinya terpecah. Inara memandang abahnya, kedua netranya tampak berkaca-kaca. "Bagaimana, Bah?" bisik Inara di telinga sang abah. "Nak, jawablah sesuai yang ada di hatimu. Abah akan mendukungnya. Abah selalu berdoa kebaikan untukmu." Inara mengangguk. "Baik, Tuan. Saya bersedia menikah dengan Anda. Tapi jangan tuntut saya," sahut Inara gugup dan tertekan. Entah apa yang terjadi nanti, akan ia pikirkan belakangan. Untuk sementara ini dia hanya ingin terlepas dari jerat Juragan Bani yang mencekiknya dengan alasan utang. Harshil tersenyum simpul. "Hei Inara! Kau tak bisa menikah dengannya! Abahmu mas
"Bah, bukankah ini sangat berlebihan? Kenapa dia kirim barang sebanyak ini? Padahal tadi uangnya sudah habis banyak buat bayarin hutang kita." Abah tersenyum. "Terima saja, ini hadiah dari calon suamimu." Inara pun mengangguk walaupun terasa berat di hati. Gadis itu berlalu ke kamarnya sembari membawa tas-tas belanja itu. Ia membongkarnya satu persatu. Beberapa helai baju yang cantik dengan bahan yang begitu lembut tersedia di hadapannya. "Pasti barang-barang ini mahal harganya!" gumam Inara sendiri. Ia beralih untuk mencobanya, gamis brokat tile, warna dusty pink, terlihat begitu elegan. Ada pula gamis berwarna abu-abu dengan hijab warna senada. Lalu gamis dengan warna coklat susu yang bagian bawahnya rumbai-rumbai. *** Keesokan harinya, Inara sudah bersiap-siap. Gamis dan hijab warna abu-abu membalutnya saat ini. Kemarin Ettan bilang akan menjemputnya tepat jam delapan pagi. Dan dia harus memakai salah satu gamis pembe
"Ahahahah ... Baru kali ini Tuan Harshil memuji seorang wanita. Kalian benar-benar serasi ya, cantik dan ganteng," sahut Susan yang ikut gembira melihat pasangan ini. "Ehemm! Baiklah, pilihkan juga jas untukku yang sesuai dengannya!" "Siap, Pak Bos! Kapan sih kalian akan menikah? Aku jadi tak sabar ingin hadir di acara pernikahan kalian!" "Aku akan kirim undangan untukmu. Siap-siap saja bawa hadiah yang istimewa." "Hahahaha, beres Tuan Harshil." "Ya sudah, aku sudah cukup puas melihatnya, bungkus gaun ini untuknya. Nanti kau kirim ke apartemenku ya." "Oke, Bos." Susan tersenyum, baru kali ini Harshil membuka diri. Sejak kecelakaan setahun silam, dia memang menutup diri dari siapapun. Inara kembali berganti pakaian di ruang ganti. "Kau sungguh beruntung, Inara. Tuan Harshil terlihat sangat menyayangimu. Kamu gak akan menyesal, dia adalah orang yang sangat baik." Inara mengangguk
"Harshil, tunggu! Kita belum selesai bicara!" tukas Chelsie. "Siapa gadis kampungan yang bersamamu ini?" lanjutnya sembari menatap Inara dengan tatapan sinis. "Kenapa? Apa pedulimu?" tanya Harshil dingin. "Sayang, kata Harshil dia itu calon istrinya. Kasihan banget ya, harus jadi pengantin dari pria yang lumpuh!" Erick berkata sambil menyeringai. Sementara Chelsie terus memandang Inara dengan tatapan tak suka. "Serius, Harshil? Apa kau sudah tak punya mata lagi sehingga memilih gadis kampungan itu untuk menjadi istrimu?" pertanyaan menohok kembali dilontarkan oleh Chelsie. Mendengar hinaan dari wanita seksi itu, Inara tertunduk dalam. Dia memang kampungan, tidak pantas untuk bersanding dengan Harshil. Kalau bukan karena hutang itu, pasti saat ini Inara pun tidak bersedia. "Kenapa? Walaupun kampungan, dia justru lebih baik darimu!" ketus Harshil. Ia menoleh ke arah Inara yang raut wajahnya menjadi sedih. "Sayang, ay
"Bagaimana denganmu, Inara?" "Saya juga serius, Kek. Mas Harshil sangat baik padaku jadi--," ujar Inara menutupi rasa gugupnya. "Hahahaha ... Panggilannya lucu sekali. Mas katanya, hahahaha." Seseorang tertawa mengejek, mendengar jawaban dari gadis yang polos itu. "Benarkah? Apa ada tekanan dari Harshil agar kau mengatakan itu semua?" Kakek menengahi. Inara menggeleng pelan. "Tidak, Kek." "Kakek, jangan percaya! Harshil pasti sudah membayar gadis itu, supaya sandiwaranya tidak terbongkar. Tidak mungkin kan dia menemukan calon istrinya secepat ini?" "Rahasia jodoh, tidak ada yang tahu kan, Tante Ros?" sahut Harshil sambil tersenyum. "Coba kenalkan pada kami, siapa namanya? Dari kalangan keluarga mana? Latar belakangnya seperti apa? Siapa ayahnya? Bisnisnya apa? Apa yang dia miliki sampai-sampai ingin menikah denganmu?" Tante Rosa mulai bersuara kembali disertai anggukan yang lain. "Betul, harusnya kau cari
Sesampainya di rumah kecil itu Inara yang hendak turun dari mobil, dicegah oleh Harshil." "Inara, berikan kartu identitasmu," ucap Harshil memecah kebisuan. "Buat apa, Tuan?" Harshil menghela nafasnya dalam-dalam. "Buat daftar pernikahan di KUA. Gak cuma identitasku saja, tetapi mereka juga butuh identitas calon mempelai wanitanya." "Ah iya, ini," ujar Inara sembari menyerahkannya pada Harshil. "Ettan, tolong kau urus semuanya ya!" "Siap, Tuan." "Aku ingin dua minggu lagi, pernikahan bisa dilaksanakan." "Baik, Tuan." "Ya sudah kau boleh turun, Inara. Maafkan atas perlakuan keluargaku padamu. Aku akan mengatasi hap ini. Tenang saja, pernikahan ini akan tetap berjalan lancar. Untuk dua minggu ke depan aku tak bisa menemuimu. Kita akan langsung bertemu di lokasi pernikahan." "Hah? Tapi kenapa?" "Ada banyak hal yang perlu kuurus. Kau gak usah banyak pikiran, makan makanan yang