Sesampainya di rumah kecil itu
Inara yang hendak turun dari mobil, dicegah oleh Harshil."
"Inara, berikan kartu identitasmu," ucap Harshil memecah kebisuan.
"Buat apa, Tuan?"
Harshil menghela nafasnya dalam-dalam. "Buat daftar pernikahan di KUA. Gak cuma identitasku saja, tetapi mereka juga butuh identitas calon mempelai wanitanya."
"Ah iya, ini," ujar Inara sembari menyerahkannya pada Harshil.
"Ettan, tolong kau urus semuanya ya!"
"Siap, Tuan."
"Aku ingin dua minggu lagi, pernikahan bisa dilaksanakan."
"Baik, Tuan."
"Ya sudah kau boleh turun, Inara. Maafkan atas perlakuan keluargaku padamu. Aku akan mengatasi hap ini. Tenang saja, pernikahan ini akan tetap berjalan lancar. Untuk dua minggu ke depan aku tak bisa menemuimu. Kita akan langsung bertemu di lokasi pernikahan."
"Hah? Tapi kenapa?"
"Ada banyak hal yang perlu kuurus. Kau gak usah banyak pikiran, makan makanan yang
"Ayo Non Inara, kita pergi sekarang!" tukasnya sedikit memaksa."Anda ini siapa ya?" tanya gadis itu. Gadis yang sudah bersusah payah berdandan sendiri demi memperbaiki penampilannya di hadapan calon suami."Saya yang menggantikan Ettan untuk menjemput Anda, Nona. Tuan Harshil yang mengutus saya," sahut pria itu lagi."Memangnya kenapa dengan Ettan?" Ragu, Inara bertanya. Dia tak pernah melihat Harshil mengutus orang lain selain Ettan."Ada musibah yang menimpa Ettan, jadi dia tak bisa menjemput Anda, Nona. Masuklah sekarang ke mobil, Tuan Harshil sudah menunggu Anda."Inara terdiam sejenak."Maaf Nona, mungkin anda meragukan saya. Tapi saya benar-benar diutus sama Tuan Harshil. Ini saya ada surat kuasa dari Tuan," ujarnya sembari menyerahkan lembaran kertas itu."Biar saya telepon Tuan Harshil dulu," sahut Inara."Silahkan, Nona. Tapi sepertinya Tuan Harshil sedang sibuk."Inara mer
"Ettan, kau bawa Abah kesini, nanti kita atur rencana untuk mencari Inara," tukas Harshil memerintah."Baik, Tuan."Panggilan itupun terputus begitu saja.Harshil mengepalkan tangannya geram. Siapa yang sudah merencanakan ini semua?'Mereka benar-benar tak ingin melihatku bahagia ya? Beraninya mencampur obat dalam makananku!' gumamnya.Susah payah Harshil duduk di kursi roda yang ada di samping ranjangnya. Ia memutar kursi rodanya sendiri, keluar untuk menemui keluarga yang lain.Rumah besar itu tampak sepi, tak ada suara orang mengobrol ataupun aktivitas yang lain.Ada dimana orang-orang rumah? Kenapa tak ada satupun aktivitas di rumah ini?"Kek ... Kakeeek ...!!" panggil Harshil."Bu Sujiiii .... Bu Sujiiii ...!" Diapun memanggil kepala pelayan di rumahnya.Ia kembali memutar kursi rodanya menuju dapur. Hening."Kemana sih orang-orang pergi?"Seorang pria lari
"Tidak! Tolong lepaskan saya, Tuan!"Inara meronta walau tangan dan kakinya masih terikat tali.Pria itu kembali menjapit dagunya. "Kalau diperhatikan kamu memang cantik, pantas saja Harshil mau denganmu, ternyata seleranya masih tinggi. Hanya saja kamu sedikit kampungan."Tanpa terasa butiran bening menitik dari sudut matanya."Kenapa menangis, Sayang? Inara, bagaimana kalau kamu menikah denganku saja?" ucapnya sembari menggoda, mengedipkan matanya."Kau lihat sendiri kan, penampilanku jauh lebih keren dan sempurna dari pada Harshil. Aku akan membuatmu bahagia. Percayalah, apapun yang kau inginkan akan kuturuti. Bagaimana, apa kau terima tawaranku?""Aku tidak mengenalmu, Tuan. Aku juga tak punya masalah denganmu. Tolong lepaskan saya, Tuan.""Tidak semudah itu, Nona manis. Aku masih ingin bersenang-senang denganmu."Tanpa terasa waktu bergulir dengan cepat. Inara hanya akan dilepaskan jika waktunya makan i
"Masih ada waktu untukmu istirahat. Tidur yang nyenyak ya, besok Ettan akan menjemputmu jam 7 pagi untuk dirias.""Abah dimana, Tuan?" tanya Inara celingukan."Tenang saja, kita akan bertemu dengannya besok, sekaligus berkumpul di gedung pernikahan. Abah kan akan menikahkan kita, jadi beliau aman bersama dengan yang lain."Inara hanya mampu mengangguk, tanpa basa-basi lagi, dia masuk ke dalam kamar hotelnya. Harshil tersenyum tipis. Entah kenapa sejak kejadian Inara diculik, perasaannya berubah. Ada getaran asing yang melanda hatinya.***Detak jarum jam terus berputar, menemani Inara yang masih bergelung dalam selimut. Gadis itu masih belum bisa tertidur, matanya enggan terpejam memikirkan hari esok. Dia harus bersanding dengan orang yang sama sekali belum dikenalnya. Sifat dan perangainya seperti apa. Entahlah. Hanya debaran jantung yang makin terpompa tak beraturan kala mengingatnya. Walaupun baru bertemu beberapa hari ada getaran-
"Mas, i-itu siapa?" tanya Inara gugup.Belum sempat Harshil menjawab, pria itu sudah sampai menghampirinya. Ia memeluk Harshil dan mengucapkan selamat. Membuat Inara makin mengerutkan keningnya.Pria itu melirik Inara sekilas lalu mengedipkan matanya genit membuat Inara bergidik."Hai bro, kapan kamu datang?" tanya Harshil. Ia tampak bahagia melihatnya."Hahahaha surprize dong. Demi kamu, aku rela datang lebih cepat. Selamat ya atas pernikahanmu, semoga langgeng," sahutnya santai seolah tak terjadi apapun.Inara menunduk, ia memainkan jari jemarinya karena takut.'Jadi mereka saling mengenal?' Batin Inara bertanya-tanya sendiri. Ia merasa tak karuan dibuatnya."Hei, ini istri kecilmu, cantik sekali," puji lelaki itu lagi."Harshil tersenyum. "Ya.""Kau temukan dimana bidadari secantik dia? Aku gak pernah melihat dia sebelumnya, sangat cantik." Pria itu bertutur kata sangat takjub memuji Inara.
"Biar kubantu, Mas," ujar Inara, ia mencoba melepaskan dasi dan kancing kemeja suaminya. Walau dengan perasaan campur aduk dan ragu-ragu, ia mendekatinya. Ini malam pertama pernikahannya, namun ia sama sekali tak mengenal lelaki seperti apa yang ada di hadapannya. Harshil memang suaminya, tapi pernikahan ini hanya karena perjanjian hutang. Namun, dia sudah bertekad untuk menjadi istri yang baik meski hanya untuk enam bulan ke depan.Aroma wangi fruitty tercium dari tubuhnya, membuat Harshil makin resah. Ia gugup dan salah tingkah. Baru kali ini ada wanita yang dekat dengannya lagi sejak kecelakaan itu terjadi."Stop Inara, biar aku saja," cegah Harshil."Lho kenapa, Mas? Aku istri Mas kan? Jadi tugasku untuk membantumu," ucap Inara walau dengan senyum yang dipaksakan.Harshil memalingkan wajahnya, ia tak sanggup memandang wajah cantik sang istri. "Kalau melepaskan kemeja, aku bisa sendiri. Kau siapkan handuk, baju ganti dan air hangatnya saj
"Hah? Kau--""Sudah jangan banyak protes, Mas. Kita sudah mendapatkan nomor antrian. Tadi Ettan sudah mendaftarkanmu lewat online."Harshil masih belum percaya dengan apa yang istrinya katakan. Pasti ini ada campur tangan Ettan dalam hal ini."Mas, cepatlah jangan buang-buang waktu. Ettan akan datang setengah jam lagi. Kasihan dia kalau harus menunggu lama."Harshil menghela nafas dalam-dalam. Apalagi saat melihat Inara begitu semangat menyiapkan semuanya. Ia mendorong kursi rodanya mendekat."Mau kubantu?" tanya Inara lagi sembari mengulurkan tangannya."Pegangi saja kursi rodanya, aku turun sendiri."Inara mengangguk sembari mengulum senyum. Rencananya dengan Ettan sepertinya akan berhasil. Ia harus membujuk sang suami dengan cara seperti ini, setengah pemaksaan.Bukan tanpa alasan Inara melakukan ini semua. Tadi siang saat hendak ke kamar kecil, tanpa sengaja ia mendengar percakapan seseorang."Ya, aku akan meng
"Oh iya, Mas Ryan masih ingat jalan pulang kan? Pintunya ada di sebelah sana. Jangan lupa ditutup lagi."Tangan Ryan mengepal erat, dia benar-benar geram dengan ucapan Inara. Berani-beraninya dia mengusir secara terang-terangan tapi dengan tutur kata yang lembut. Ryan berlalu begitu saja meninggalkan perasaan gondok di hati. Padahal dia datang kesana karena ingin mengganggu mereka, apalagi melihat wajah Inara yang ketakutan membuat kepuasan sendiri dalam batinnya. Tapi ini, yang terjadi justru sebaliknya. Inara membuat hatinya geram setengah mati. Sikap lembut Inara pada Harshil membuat panas dalam hatinya."Kau pintar sekali mengusirnya dengan cara lembut, Inara," ujar Harshil sembari tertawa kecil."Dia sudah mengganggu waktu kita, Mas. Apa dari dulu dia memang seperti itu?""Ya bisa dibilang seperti itu sih. Dulu waktu aku sedang berdua dengan Chelsie, dia pun sering mengganggu," jawab Harshil santai, tak ada rasa curiga sedikitpun.