"Apa yang harus saya jawab bapak, saya tak pernah berkata apapun kepada ibu anda, yang jelas saya menghormati beliau seperti ibu kandung saya sendiri." jawab Sintia.Arseno menatap Sintia dengan menggertakkan gigi gerahamnya, "Asal kamu tahu jika aku memecat mu dia akan mengusirku dari rumah." seru Arseno sambil berbicara lantang di hadapan Sintia.Arseno tersenyum sinis, Arseno merasa jika Sintia kali ini menang melawan dirinya, namun Arseno berjanji lain waktu dia akan menang melawan anak perempuan yang umurnya masih tak seberapa itu."Aku tidak jadi memecat mu, kamu tetap bekerja disini. Tapi yang jelas semua yang kulakukan itu demi orang tua ku." lanjutnya.Sintia tak peduli dengan apa yang dikatakan Arseno tapi yang jelas kali ini dia menang dan berada di puncak gunung.Tangan Arseno meraih telepon yang berada di atas mejanya dia pun menelpon Aldi sang asisten untuk ke ruangannya, dia ingin menyuruh Aldi untuk menempatkan Sintia di ruangan tersendiri supaya Arseno tak melihat ba
Mendengar apa yang dikatakan Sintia membuat mbak Nini itu terkejut, dia membulatkan matanya dengan sempurna, "Yang bener tadi itu ada di ruangan keluarga dia lagi membaca sebuah buku map kuning." jabarnya sambil menatap Sintia."Hahhh yang benar tapi kok gak ada ya?" tanya Sintia sambil bergegas untuk kembali ke depan, kembali ke ruang keluarga rumah milik Bu Ratih dan memastikannya, terang saja di sana Bu Ratih memang tidak ada,Sintia pun pergi ke kamar Bu Ratih, kamarnya itu bersebelahan dengan ruang keluarga, kamar Bu Ratih itu ada di lantai dasar karena dia sudah tua dan tak ingin naik turun tangga.Sintia pun mengetuk pintu kamar Bu Ratih namun tetap saja tak terdengar suara sahutan dari dalam kamar tersebut.Sintia pun naik ke lantai 2, dan dia menaiki anak tangga satu demi satu sambil dia menengok ke kanan ke kiri supaya mengetahui keberadaan Bu Ratih,Ini pertama kalinya Sintia masuk ke lantai 2, karena selama ini Sintia hanya berseliweran di lantai 1.Sintia melihat sebu
"Tidak usah repot-repot aku akan berangkat sendiri karena kau sudah memesan taksi online sayang kalau dibatalkan." jawab Sintia yang mencari alasan yang tepat kepada Aldi.Sintia pun segera bergegas pergi meninggalkan kamar Bu Ratih.Dia langsung berjalan menuju halaman rumah Bu Ratih, halaman yang luas dan terpampang banyak mobil."Pak Maman antar saya ya ke restoran, tapi pakai mobil biasa saja jangan yang bagus." teriak Sintia kepada pak Maman yang tengah ngopi di pos penjagaan depan rumah Arseno.Pak Maman pun mengacungkan jempolnya dan beranjak dari duduknya untuk mengantar Sintia pergi.Sintia pun pergi bersama pak Maman, mereka pun saling bercerita di dalam mobil yang membuat mereka tertawa terbahak-bahak.Tak terasa sampailah di sebuah restoran mewah dengan konsep Eropa namun memiliki kesan nampak seperti restoran keluarga.Sintia pun pergi melangkahkan kakinya masuk ke dalam restoran itu, Sintia mengamati setiap meja yang terpampang nomor di atasnya.Dan ternyata meja nomor 77
Arseno melihat semua sudut ruang itu dengan mengerutkan dahinya. Arseno sangat terkejut melihat ada sebuah tas yang tergeletak di atas meja.Arseno pun menghembuskan nafas panjangnya sekali lagi, "Haaa yang benar saja dia pindah kesini?" tanya Arseno di dalam hati.Tanpa Arseno bertanya dia pun sudah tahu jika kamar itu sekarang dihuni oleh Sintia, sang karyawan yang selalu membuatnya naik darah.Saat Arseno sedang mengamati isi kamar itu, Sintia pun datang ke kamar itu dengan mata yang sudah mulai terpejam,dia berjalan dengan mata yang sudah mulai tertutup. Sintia tak sadar jika Arseno sedang berada di kamarnya tepatnya di pojokan sebelah kanan pintu masuk kamarnya.Arseno yang melihat itu langsung memicingkan matanya kepada Sintia yang sedang menjatuhkan badannya di atas tempat tidur."Sintia bangun kamu." teriak Arseno.Sintia pun langsung membuka matanya dan terkejut kala ada orang yang memanggil dirinya.Dia pun langsung beranjak dari tidurnya untuk berdiri dari tempat tidurnya,
"Eh diem kamu, jangan sembarangan kalau bicara." ujar Arseno sambil menekan nada bicaranya dengan menggertakan giginya.Sintia yang baru saja terbangun dari tidurnya merasa tak mengerti dengan maksud atasanya itu masuk ke dalam kamarnya dengan wajah yang sangar nya."Lagian bapak ngapain disini malam-malam, saya ini mau tidur bapak jangan ganggu saya please ku mohon." jawab Sintia memohon kepada Arseno untuk tidak mengganggu tidur malam panjangnya.Arseno pun langsung mengeluarkan raungan macannya kepada Sintia yang sudah mulai melonjak kepada dirinya.Arseno memerintah Sintia untuk ikut ke sebuah wilayah yang berada di barat untuk sidak dadakan di pabriknya."Ya elah bapak, emang gak bisa besok? Ini itu masih malam." jawab Sintia lagi kepada Arseno yang mulai berani menantang dan menyanggah apa yang dikatakan Arseno.Arseno pun langsung membuka lemari baju Sintia dan dia pun meraih baju secukupnya dan baju Sintia pun dibawa keluar dari kamar Sintia menuju kamarnya.Arseno memasukan
Ternyata yang sedang menelpon adalah asistennya yang sedang menanyakan keberadaan bosnya itu.Sang asisten mengatakan jika pihak pemerintah sudah menjadwalkan kunjungannya ke pabrik."Sekarang tinggal bapak yang menandatangani laporan itu secepatnya." seru sang asisten Aldi kepada pemilik perusahan pangan yang bernama Arseno.Mendengar itu Arseno menyuruh sang asistennya untuk meletakan laporan itu di meja tempat kerja nya karena Arseno mengatakan kalau dirinya sedang ada acara keluarga yang mendadak.Mendengar apa yang dikatakan bosnya membuat sang asisten tak menaruh curiga dengan apa yang dikatakan oleh bosnya jika sebenarnya bosnya sedang melakukan sidak di pabrik A1a wilayah barat."Untuk sementara saya masih belum bisa ke kantor 2 hari atau 3 hari kedepannya, kau tolong handle kantor jika ada apa-apa kamu hubungi saya." ujar Arseno sambil mematikan panggilan teleponnya.Tepat pukul 10 siang Arseno dan Sintia berdandan rapi, kini mereka akan bersiap untuk datang ke sebuah kantor
"Kalau tidak mau menjawab gak usah ngatain aku seperti itu." jawabnya dengan sedikit marah namun Sintia berusaha untuk meredamnya sendiri.Arseno tak ubahnya seorang bos yang suka membangunkan emosinya, mungkin dia merasa jika tak membuat marah Sintia, dunia akan kiamat.Sintia pun melempar pandangannya ke arah luar jendela, Sintia melihat sebuah pohon yang teramat rindang yang menghiasi sepanjang perjalan.Kota yang berada di sebelah barat adalah kota dengan julukan seribu pohon, iya emang kota itu memiliki banyak pepohonan yang membuat udara sejuk dan pikiran tenang.Sampailah di sebuah pabrik yang besar dengan gerbang masuk yang tinggi, pabrik yang memiliki banyak karyawan yang sedang keluar masuk gerbang, karena ini adalah waktu pergantian jam kerja.Sintia pun melihat di sebelah kanan ada sebuah bangunan yang lumayan besar, bangunan dengan dihiasi oleh pohon yang rindang."Bangunan yang berada di samping depan yang ada hiasan pohonnya itu adalah sebuah kantor dari pabrik ini, jad
Mendengar cerita itu Arseno merasa hatinya sudah yakin jika kurir dokumen yang dipercayanya adalah kurir yang benar-benar kerja dengan baik dan bagus, dan itu terbukti jika dia tak tergiur oleh persekongkolan yang direncanakan oleh mereka.Arseno merasa jika informasi yang didapatkannya telah cukup, dia pun segera beranjak dari duduknya dan bersiap untuk segera pergi dari ruangan itu, Arseno pergi dengan membawa tumpukan map yang berada di depannya terutama map biru itu yang dianggap map yang paling penting bagi mereka."Ya sudah saya pergi dulu." ujar Arseno yang berpamitan dengan petinggi kantor cabang tersebut, mereka pun saling bersalaman.Saat mereka sedang bersalaman petinggi kantor cabang tersebut merasa ada yang sedikit janggal melihat tangan Arseno yang sedang bersalaman dengannya.Pasalnya Arseno yang berdiri di depannya itu berpakaian biasa tapi terlihat jam tangan yang melingkar di tangannya seperti jam tangan mewah yang tak semua orang sanggup untuk membelinya. Dan p