“Aku bisa mengatakan semua ini kepada Daisy dan Mr. Thamlin, dengan atau tanpa izin darimu.”
Tiba – tiba mata Harger memanas. Merasa seharusnya mereka tidak melakukan perdebatan di sini. Sayangnya, dia bahkan tak bisa menghentikan desakan dalam dirinya yang tersulut, alih – alih mencoba bicara lebih baik kepada sang hakim. Tidak ada yang bisa dirunut dengan tenang saat sikap permusuhan Deu seperti merampas udara di sekitar.“Kau tidak bertanya padaku apakah aku mau bertemu mereka atau tidak.”Benar saja. Harger sampai menggeleng putus asa ketika sang hakim bicara. Tidak tahan, dia langsung beranjak bangun, tidak lagi berdekatan—tidak lagi mencoba menelusuri sisi tergelap pada pria itu. Yang Harger inginkan hanyalah memberi sang hakim sedikit pemahaman.“Ini bukan tentang kau mau atau tidak,” ucapnya membantah pernyataan sang hakim barusan.“Daisy dan Mr. Thamlin peduli padamu, itu sebabnya mereka segera menyiapkan perjalanan ke kota. Tidakkah kau ingat kakek danHarger tersenyum gugup ketika akhirnya Daisy dan Mr. Thamlin tiba di Venice. Pasangan tua itu dijemput oleh Sholdie ... dengan sesaat lalu sesuatu terasa begitu ganjil di benak Harger. Dia pikir, Howard-lah yang memberi Sholdie sebuah perintah, tetapi justru tidak ada satu pun pengakuan muncul saat Harger bertanya. Dugaan jatuh kepada sang hakim, itu segera terbukti setelah secara naratif Sholdie membenarkan—lalu bagaimanapun Sholdie telah berpamitan untuk menyiapkan kamar kepada tamu—diikuti satu pelayan wanita lainnya di belakang.“Bagaimana kabar Deu, Harger?”Pertanyaan Daisy membuat Harger setengah mengerjap tidak siap. Sudut bibirnya segera melekuk sekadar meyakinkan Daisy yang terlihat cukup cemas.“Sudah sedikit lebih baik.”Sebenarnya Harger tidak bisa memastikan apakah dia mengatakan sesuatu berdasarkan apa yang sudah dia temukan atau tidak, karena bahkan setelah perdebatan kemarin sore, Harger sudah tidak lagi melangkahkan kaki ke kamar sang hakim. Semua y
“Kau ini aneh, bisa menyaksikan live action secara langsung malah mendatangiku untuk lihat dari CCTV.”Harger sudah mengambil posisi sebegitu siap, tetapi Howard dengan sengaja mengatakan sesuatu yang membuatnya mengambil jarak sebentar, lalu mengernyit—memperhatikan pria itu lamat.Kekehan khas dan apa pun yang ada di wajah Howard segera memberitahu Harger. Dia mendengkus, dengan sigap kembali memusatkan perhatian ke layar monitor di hadapan mereka. Tangkapan gambar yang pas di sudut pandang kamar sang hakim—menyerahkan seluruh pemandangan bagaimana Daisy duduk pinggir ranjang. Mencoba membujuk Deu supaya mau mengonsumsi obat yang dibuatnya, meski gerakan tangan sang hakim persis seperti menolak tawaran wanita tua itu. Obat pahit ....Harger yakin masalah terbesar Deu adalah ramuan tumbuk yang sedang tergenggam di tangan Daisy. Bukan lagi tentang konflik ketegangan di antara mereka, atau Mr. Thamlin yang tampaknya sibuk sendiri memeluk pilar ranjang. Begini lebih b
Semua berjalan baik – baik saja selama tiga hari. Peristiwa – peristiwa di satu waktu tertentu seolah perlahan memilih menyingkir, alih – alih terus meninggalkan perasaan terkutuk di antara mereka. Harger senang jika dia bisa menyaksikan kebahagiaan Daisy di sini—begitu telaten merawat cucunya untuk benar – benar pulih dari demam tinggi dan diagnosis dokter, dan setiap penolakan yang tidak pernah sang hakim lakukan—itu merupakan bagian terpenting. Paling tidak, hubungan antara dua orang itu, telah menjadi manifestasi terbaik. Tidak ada lagi yang perlu Harger khawatirkan mengenai kesedihan Daisy, wanita tua itu akan pulang ke pedesaan dengan perasaan bahagia. Ini waktunya.“Kau yakin tidak ingin tinggal di sini lebih lama?” tanya Harger sambil memperhatikan sang hakim meletakkan kebutuhan Daisy ke bagasi mobil. Tidak tahu mengapa malah bertanya seperti itu, sementara di hari yang sama dia dan Howard juga akan meninggalkan Venice. Sudah cukup rasanya menghadapi pelbagai pemikiran
“Sudah sedikit lebih tenang sekarang?”Deu hanya memiliki satu waktu menunggu Harger yang menangis sesengguk untuk kemudian memisahkan diri saat embusan napas di dadanya tidak lagi begitu menggebu. Dengan tentatif, dia memutuskan untuk menangkup wajah Harger—lalu menyapukan ibu jari mengusap air yang membasah di sana. Tatapan setengah kosong, sisa – sisa air yang masih menganak, dan bahkan luka di mata Harger yang menyeruak, mengungkapkan betapa kesedihan atau apa pun perasaan Harger ... telah bertingkat – tingkat serupa pijakan tangga yang riskan. Tidak seharusnya Deu menyembunyikan kebenaran itu terlalu lama. Harger benar tentang drinya yang egois. Semua itu memberinya banyak pelajaran. Mengapa dia tak mencoba memperbaiki apa yang telah runtuh? Dengan mengembalikan paspor—lalu mengambil satu keputusan memberi Harger kebebasan adalah tindakan tolol yang Deu tahu pernah dia lakukan. Dia tak harus bersikap seperti demikian. Tetapi bagaimana terhadap Harger? Apa Har
“Kau ingin cerai?”Pertanyaan sang hakim setelah pria itu memutuskan diam beberapa saat seolah ingin memastikan apakah Harger terlibat dengan kesalahan bicara. Tidak ada yang salah dari kebutuhan yang terasa begitu menakutkan sepanjang malam. Harger yakin bahwa dia mengambil pilihan yang benar, selepas macam – macam pertimbangan terakhir—itulah yang harus dia pastikan terjadi.“Ya, aku ingin kita cerai,” ucapnya—putus asa tak menemukan sedikitpun petunjuk dari mata gelap sang hakim. Pria yang bahkan masih menindih di tubuhnya, terlalu sulit dibaca.“Tidak bisa. Kita tidak bisa bercerai.”Begitulah. Rasanya itu terdengar seperti luapan bernada lirih, dan sang hakim menyingkir secara perlahan—begitu tenang—akhirnya mengenakan kembali pakaian yang tersingkir berantakan di ranjang.“Kau seharusnya tidak membiarkanku menyentuhmu jika ingin bercerai. Pengadilan tidak akan menerimanya.”Itu pernyataan lanjutan. Suara berat sang hakim sarat ambisi serius, membuat Har
“Kau mungkin sudah tahu kalau Pak Sekretaris adalah ayahku. Beliau adalah mantan kopassus yang tadinya menjadi seorang ketua analis, tetapi satu hal dan lain akhirnya mengundang ayahku mengambil peran terlalu jauh, menjadi sekretaris dari divisi, yang aku rasa kau sudah memahami bagiannya.”“Ibuku tidak pernah setuju jika ayahku bertekad menjadi bagian dari misi – misi berbahaya. Mereka cekcok, dan pada akhirnya ibuku melarikan diri dari rumah. Yang tidak pernah kami tahu adalah musuh ayahku sudah mengincar mereka.”“Mereka?” tanya Harger cepat. “Kau pernah bilang bahwa aku tidak tahu bagaimana rasanya memiliki adik. Aku tahu seperti apa rasanya. Adikku ikut bersama ibuku saat mereka ingin pergi dari rumah.”“Lalu?” Harger merasa perlu menuntut sang hakim melanjutkan ketika beberapa waktu pria itu memutuskan diam, dan hanya menatap kosong ke arah perutnya.“Itulah saat terakhir aku melihat mereka.”Seketika napas Harger tercekat. Tidak pernah menyangka akan
Tentang pertanyaan sang hakim barusan. Akhirnya dengan satu tarikan napas yang panjang. Harger mengangguk dan memberi pria itu keputusan untuk memeluk tubuhnya erat.“Aku akan menunggumu menyelesaikan tugas membebaskan ibu dan adikmu,” bisik Harger lambat sambil – sambil menghirup aroma tubuh maskulin pria yang bahkan sesekali menjatuhkan kecupan ringan di rambutnya.Satu bagian terlupakan segera mengingatkan Harger pada suatu hal. Dia tersenyum untuk mengambil jarak sesaat.“Salep pemberian dokter. Kau mungkin bersedia jika aku mengoleskan itu ke luka tembak di punggungmu?”“Salep?”Harger mengangguk. Seketika mereka tertawa berdua usai melewati beberapa saat setelah sang hakim mencerna kata – katanya dengan baik. Pria itu langsung mengambil tempat menelungkup sekaligus menarik kembali kaos yang baru saja dikenakan beberapa saat lalu. Harger menatap punggung sang hakim dengan ragu. Tidak tahu apa lagi yang bisa dia pikirkan setelah ini, tetapi dengan tentat
Harger menatap layar ponsel yang gelap tanpa kata – kata. Selama satu minggu dia dan sang hakim memang hanya bertukar pesan—sesekali akan melakukan panggilan video jika pria itu sedang tidak sibuk. Ya, seharusnya semua ini berjalan seperti biasanya, tetapi ntahlah ... tiga hari belakangan sang hakim sama sekali tidak menghubunginya. Harger tidak tahu apa yang mungkin bisa dia pikirkan. Pemikiran tentang usaha untuk membebaskan ibu dan adik pria itu mendesak semakin terjal. Sang hakim pernah mengatakan bahwa rencana yang dibuat bersama Pak Sekretaris sudah berjalan separuh pogres. Barangkali pria itu harus lebih sigap mempertahankan proses – proses yang lain. Harger mendengkus kasar menghadapi pola yang dirangkai dengan lancang. Jika memang itu benar, dia tidak akan melarang. Hanya ingin sang hakim memberinya sedikit kabar, supaya sesuatu yang terasa menuntut dalam dirinya tak perlu menunggu bentuk perasaan yang terasa ngambang tak berarah. “Memangnya kau pikir kau sia