Share

Menang atau kalah?

Di dalam kamar Yan, Gasa merapikan barang-barangnya pada box yang dia bawa. Raut wajah itu tak kunjung membaik. Melihat itu, Yan segera mendekatinya dengan harapan bisa mencairkan suasana.

"Gasa, apakah kamu …." Yan tidak melanjutkan ucapannya, karena sekarang Gasa sudah menutupi dirinya dengan selimut. Mungkin kejadian hari ini membuatnya lelah.

Yan mendengus lemah.

Dia ikut berbaring di samping Gasa. Posisinya tidak membelakangi wanita itu. Menatapnya dengan intens yang jarak mereka hanya sekitar 15 cm.

"Jangan melihatku," ucap Gasa dengan mata yang masih terpejam.

Dahi Yan mengerut sempurna. Dia bingung atas ucapan Gasa, namun lebih memilih bungkam.

Berjalan pelan-pelan dengan santai, seolah Gasa tak menghiraukan kepergiannya malam ini. Kini dia sudah bersiap pada pertemuan itu. Beruntung, Hal sepertinya tidak begadang malam ini. Karena Yan tidak melihatnya sepanjang arah teras rumah.

Langkahnya sangat cepat. Bunyi gertakkan giginya menembus keheningan malam. Kini sudah pukul 11:45.

"Eh! Itu Yan psikopat gila! Kejar dia! Cepat!!!" Tiba-tiba terdengar langkah segerombolan orang topeng hitam, entah mereka adalah musuh dari klan mana. Yang pasti mereka mengincar nyawa Yan.

"Keparat … mampus saja kau semua!!!" Yan menggertakkan gigi seraya melambungkan sebilah pedang pada mereka. Namun bidikan itu salah. Tak ada yang terkena. Tampaknya mereka sama-sama pandai bertarung.

Pisau itu dikendalikannya, lalu dengan posisi kuda-kudanya, Yan mulai membantai satu persatu anak buah yang ternyata orang kiriman klan Globin. Yan belum pernah mendengar namanya.

"Anjing! Suruhan siapa!?" Walaupun nadanya seperti orang bertanya dan gugup gemetaran, namun gerakan tubuhnya seolah-olah lihai dalam bertarung. Pertama-tama dia ambil anak buah paling lemah, lalu menikam perutnya berkali-kali tanpa menyentuh organ dalamnya. Selanjutnya dia mengabaikan dan melakukan secara ulang pada musuhnya yang lain.

"Bangsat … cari mati, ya?!!!" Terlihat orang berpakaian berbeda dari semua anak buahnya. Sepertinya itu adalah ketua klan Globin. Terlihat kilat-kilat api pada sorot matanya yang tajam. Tanpa basa-basi dia menyerang Yan. Namun, Yan yang sudah hidup ratusan tahun itu pasti dapat mudah menghindar dari orang yang usianya bahkan belum setengah abad.

Yan tersenyum sinis dengan melebar mata.

"Jangan banyak berlagak, bodoh! Kau tahu siapa aku? Hah …." Dengan sekali gerakan, dia menebas leher lelaki itu. Dia tak sempat mengelak, karena Yan memang selalu dianggap remeh oleh musuh-musuhnya.

Karena dia anak dari manusia biasa yang dinikahi hantu berpengaruh dalam dunia hantu.

Terdengar raungan serta Isak sesenggukan dari para manusia setengah mayat itu. Tampaknya tengah malam ini Yan bertindak lebih brutal dari melawan klan putri Mershery.

Dengan energinya yang telah terkumpul, Yan bisa melarikan diri dengan bayang-bayang tak terlihat oleh manusia biasa. Dia bukan serigala, bukan juga vampire. Dia adalah keturunan hantu yang tidak biasa.

Sebelum benar-benar pergi dari sana, Yan mencari kepala ketua klan putri Mershery yang tadi dipenggal. Ternyata benda itu masih ada di semak-semak belukar dekat rumah Gasa.

Yan bergegas mengambilnya dari sana, dan langsung berlari menembus kesunyian malam. Menggunakan energi bayang-bayangnya yang menyebabkan energinya terkuras cukup banyak.

Tibalah dia di depan sebuah rumah megah yang berlokasi jauh dari pemukiman warga. Di sekelilingnya penuh pohon-pohon rimbun tempat bersemayamnya para hantu penjaga rumah itu.

Pintu terbuka ketika Yan menjejakkan kaki di depan pintu rumah itu. Seolah mereka sudah menyambutnya.

Lilin-lilin di sepanjang ruangan yang menyala sendiri, Yan terus melangkah menaiki tangga rumah itu. Ruangan bawah sangat sunyi. Namun berbeda halnya dengan ruangan utama yang berlokasi di lantai dua.

"Oh! Yan sudah datang, Ayah!" ucap seorang perempuan yang mengenakan gaun berwarna merah pucat. Itu pasti darah manusia sungguhan. Begitu juga dengan pemerah bibirnya.

Yan mendengus lemah, menyodorkan apa yang dia bawa malam ini. Terlihat raut wajah putri Mershery tampak berubah. Senyumnya tenggelam terganti oleh sorot mata berapi-api. Tangannya mengepal dan langkahnya langsung meninggalkan Yan tanpa sepatah kata.

"Belum pasti kamu menang, Yan. Jangan senang dulu."

Yan sekilas tersenyum mendengarnya, "Khekhekhe, bodoh … bagaimana caranya kamu akan menaklukkan saya? Pada akhirnya saya tetap menang, jalang!" batinnya.

"Tuan, sebelah sini," ucap seorang hantu yang bertugas menerima hasil pertarungan Yan. Mereka melangkah ke ruangan sebelah, tempat di mana pemeriksaan hasil pertarungan.

Petugas itu segera mengecek kondisi ketua mereka. Mencocokkannya pada data yang diminta Tuan Albert, ayahnya putri Mershery.

"Lama juga." Yan berbasa-basi sok baik. Karena dia tahu, jika hasilnya valid benar seratus pesen, maka petugas itu akan terkena amukan sang putri. Petugas itu diam saja, tidak berani menjawab.

Setelah satu jam lamanya, akhirnya surat hasil pengecekan keluar juga. Petugas itu langsung menyerahkan pada Yan. Karena peraturannya petugas sama seperti budak yang artinya tidak punya peran penting untuk membuka surat suci itu.

"Apa isinya, Tuan?" tanya sang petugas dengan raut wajah cemas hingga bermandikan keringat dingin. Nada suaranya juga terdengar parau dan lemah seolah pasrah. Pasti sekarang dengkulnya lemas.

Yan tertawa saat selesai membaca suratnya, hal itu membuat jantung petugas semakin berdegup kencang.

"Tuan, saya mohon … jangan biarkan saya disiksa lagi …

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status