Alea nggak tahu kalau akhirnya akan begini. Dua laki-laki yang singgah di hidupnya akan bertemu satu sama lain. Berdiri saling berhadapan dan menatap dengan penuh tanda tanya serta pandangan yang berbeda. Bram yang marah dan Chris yang ingin tahu siapa laki-laki itu.
Tidak ingin membuat suasana kacau, Alea langsung menarik keduanya masuk ke dalam apartemen dan menutup pintu dari dalam.
"Alea ... bisakah kamu jelasin siapa dia? Dan kenapa bisa ada di dalam apartemen kamu?" tanya Chris dengan tegas. “Bukannya kamu benci ada orang asing di apartemenmu?” lanjut Chris tanpa basa-basi.
“Asing?” seru Bram dengan kesal. “Apa orang yang membelikan apartemen ini untuk Alea masih termasuk orang asing?”
Alea menatap bingung. Lidahnya kelu, nggak tahu harus menjelaskan apa sama Chris tentang Bram. Ia nggak mungkin jujur gitu aja. Ia takut ... mengecewakan salah satu dari mereka.
"Kenalkan ... saya adalah pacar Alea," jelas Bram dengan tegas sambil menjabat tangan Chris. "Saya yang selama ini menghidupi Alea, bahkan apartemen ini saya yang belikan. Keberadaan saya jauh lebih penting di banding anda, jadi anda bisa jauh-jauh dari hidup Alea."
"Tunggu dulu," ucap Chris. "Pacar? Apartemen? Anda nggak bohong apa? Alea tuh kerja jadi karyawan di perusahaan, jadi uangnya jauh lebih cukup buat dapetin apa pun yang dia mau. Termasuk apartemen ini. Jadi nggak usah ngomong yang aneh-aneh dong."
Bram tertawa sinis saat berkata, "saya atasannya dan dia karyawan saya. Jadi anda harusnya yang nggak banyak ngomong dan terima fakta ini. Anda tau sendiri bagaimana nakalnya Alea kan? Dan dia juga melakukannya sama saya. Jadi jangan percaya sama wajah lugu ini."
Alea semakin menunduk. Udah nggak sanggup lagi harus mengatakan apa. Bram sudah membuat citranya jadi buruk di hadapan Chris.
Kini, Alea tidak bisa mengharap lebih lagi. Ia membiarkan semua orang bilang hal buruk tentang dirinya. Ia sudah rampung dan terlanjur malu. Alea kini memilih untuk diam aja.
"Alea ... apa ini maksudnya? Coba anda jelasin yang benar! Bukannya malah muter-muter seperti ini,” ujar Chris sambil bertanya-tanya.
Bram mengendikkan bahu. "Tanya sendiri saja sama anaknya. Dia bakalan jelasin siapa saya sebenarnya dan saya harap anda nggak kaget setelah tahu siapa saya dan sikap asli dari Alea."
Alea merasa tubuhnya di guncang. Ia mendongak dan menatap Chris. Laki-laki itu menatapnya penuh ingin tahu. Seolah meminta penjelasan bahkan ia pun bertanya, "Alea kamu jelasin ya sama abang. Apa yang sebenarnya terjadi. Ini kenapa dan kamu kenapa bawa cowok masuk ke apartemen kamu? Kalian nggak lakuin apa yang di pikirin sama abang kan—
"Abang?! Cuih!" cibir Bram.
"Diam dulu!" marah Chris pada Bram yang membuat keadaan makin serius.
"Alea, jangan diam gini aja. Kamu kasih tahu apa yang sebenarnya terjadi dan kamu baik-baik aja kan? Nggak ada yang jahat sama kamu?" Chris menatap Bram yang menatapnya sengit. "Apa laki-laki itu ada jahatin kamu?"
Alea memainkan ujung bajunya, semakin gelisah.
Ia takut ... sangat takut.
"Alea, jangan diam gini. Abang nggak tahu apa yang terjadi dan apa yang ada di pikiran kamu. Kamu kasih tahu. Kamu nggak lakuin apa—
"Aku bukan wanita baik-baik, bang!" pekik Alea memotong ucapan Chris.
Ia menutup wajah dan menangis.
"Aku bukan orang baik seperti yang abang pikirin. Aku cuma wanita nggak bener yang abang kenal sebagai wanita polos. Abang kenal aku sebagai orang yang nggak tahu apa-apa. Lugu. Dari kampung dan nggak paham apa pun. Tapi nyatanya nggak begitu. Aku liar. Aku jahat. Aku wanita penggoda."
Tubuh Alea merosot ke lantai dan semakin terisak. "Aku hina! Aku wanita yang hina."
"Alea?" panggil Chris yang masih terkejut.
Chris menatap pada Bram, tapi laki-laki itu hanya mengendikkan bahu. Tidak mau menjelaskan apa yang terjadi dan memilih pergi ke balkon lalu merokok.
Sementara itu, Alea merasakan Chris berlutut dan memegang bahunya.
"Apa yang sebenarnya terjadi? Dan apa maksud kamu tadi? Ini nggak bener kan? Maksudnya ... kamu nggak begitu kan? Abang—
"Beneran bang," jawab Alea dengan sangat lirih.
Alea mendongak dengan air mata yang terus turun di pipinya.
"Aku bukan perempuan baik-baik seperti yang abang kira. Aku seperti perempuan malam yang menggoda atasan aku sendiri. Bram namanya. Dia laki-laki yang tadi abang lihat dan aku jadi simpanan dia selama ini."
“Nggak hanya itu ... aku juga awalnya selalu goda banyak laki-laki di club. Cuma demi uang. Semua aku lakuin demi uang, biar aku bisa bayar semua hutang orang tua aku sampai hidup mereka yang banyak maunya.”
Alea kembali menangis. Tubuhnya sampai gemetar. Ia benar-benar di buat malu atas fakta yang bahkan dia lakuin sendiri. Ia nggak tahu lagi harus menaruh wajahnya di mana kalau bertemu sama Chris untuk ke depannya.
"Alea, kenapa kamu lakuin ini?" seru Chris dengan kecewa dan menggeleng. "Di mana sosok lugu yang selama ini abang kenal? Dan kenapa kamu malah jadi perusak hubungan rumah tangga orang lain. Di saat abang sering cerita kalau benci orang ketiga dalam rumah tangga."
Alea menunduk.
Ia tahu dirinya salah dan hanya bisa mengatakan maaf.
"Ceritakan semuanya, abang mau dengar semuanya dari sisi kamu. Kasih tahu apa yang udah kamu lakuin selama ini. Sejelas-jelasnya dan abang nggak mau sampai mendengar apa yang kamu lakuin dari orang lain lagi."
Alea menarik napas dalam, berusaha menguatkan dirinya untuk ceritain semua ini.
"Benar kata abang ... peganggu rumah tangga orang nggak akan pernah bisa tenang dalam hidupnya dan aku alamin semuanya. Aku nggak bisa tenang di hidup aku sendiri karena udah jadi orang jahat bagi perempuan lain."
Alea menelan saliva, "dari awal aku itu selalu terobsesi untuk bisa menjadi orang luar biasa selama ada di sini dan dengan bodohnya aku malahan mikir kalau menggaet orang kaya bakalan menguntungkan aku dan tanpa pikir panjang. Aku menggoda atasan aku sendiri dan kami berakhir kayak gini."
"Sampai sejauh mana kalian?" tanya Chris dengan menahan amarah.
Alea semakin menunduk. "Sejauh itu. Aku sama mas Bram bahkan udah tidur bareng," jawab Alea dengan suara yang sangat gemetar. "Kami udah sejauh itu dan benar-benar udah lakuin hal yang benar-benar menyakiti istri mas Bram sendiri."
Tangan Chris melepas bahu Alea dan dia mendengus, lalu tertawa kecil. Chris berdiri dan berkacak pinggang sambil menggeleng karena merasa sangat kecewa mendengar semua berita ini.
"Abang nggak pernah sekecewa ini sama kamu,” ujar Chris sehingga membuat Alea menangis. Ia benar-benar merasa menjadi perempuan kotor dan tidak berguna.
“Abang ... jangan pergi. Nggak ada yang ngerti aku selain abang. Nggak ada sama sekali bahkan kedua orang tua aku sendiri. Aku ngerasa di lindungi pas sama abang doang,” jelas Alea dengan berlinang air mata. “Jadi ... jangan tinggalin aku di sini ya. Jangan pergi ... maafin aku. Aku mohon.”
Bram dan Chris.Dua laki-laki yang membuat Alea selalu pusing. Tingkah yang berbeda membuat Alea terkadang merasa hidupnya jadi terkekang. Karena mereka juga gerak hidupnya terbatas bahkan ia nggak bisa bergerak bebas karena ulah mereka dan kini?Dua orang itu malahan ada di depannya. Saling memendam perasaan emosi satu sama lain. Menyisakan Alea yang bingung harus berbuat apa sama mereka. Karena nggak ada yang berniat meninggalkan apartemennya sama sekali.“Aku nggak tahu lagi harus jelasin apa sama kalian, dari tadi kalian cuma diam aja dan nggak ada yang mau dengerin aku sama sekali. Kalian juga nggak ada niatan mau ngomong apapun.”Alea mengangkat dua tangannya.“Sekarang terserah kalian deh, aku nggak bakalan ngurus lagi. Mau mas Bram dan abang Chris pulang juga silahkan. Atau kalian berdua mau berantem juga nggak masalah.”Ia menepuk dadanya dan menarik napas dalam. “Sekarang yang aku butuhin cuma ketenangan. Jadi, harusnya kalian ngerti.” Alea beranjak dan masuk ke dalam kamarn
Alea rasa, baru beberapa waktu yang lalu dia merasakan kebahagiaan. Dia yang memiliki segalanya. Entah itu pangkat kerjaan, uang, kebahagiaan, teman yang banyak seperti Chris dan Bram dan masih banyak lagi.Baru beberapa saat yang lalu dia ada di atas langit. Kini semuanya kembali ke kenyataan. Alea nggak tahu. Tapi semua ini beneran membuat dia benci sama hidupnya sendiri. Ia mau mencari ketenangan dan pergi dari dua laki-laki itu.“Tapi, bisa apa aku? Aku Cuma orang yang terkekang dan nggak bisa apa-apa sama sekali. Aku Cuma bisa diam doang dan ikutin perintah mereka.”Alea menatap dirinya yang udah memakai baju formal.Hari ini dia harus kembali ke rutinitas. Ia harus bekerja dan kembali bertemu sama Bram. Orang yang sebenarnya mau dia hindarin dari lama.“Argh ... bisa nggak sih aku pergi ke dua tahun yang bakalan datang? Aku ogah ah ada di masa ini. Capek aku.”Dengan menggerutu Alea melangkah ke luar kamar apartemennya dan turun ke bawah. Sampai ia malah melihat Bram sedang meny
Selama perjalanan, keheningan hanya menyapa Alea sama Bram. Kedua orang itu sama sekali nggak ada yang memulai bicara sama sekali. Karena mereka paham, pada akhirnya mereka hanya akan bertengkar satu sama lain setiap mau mulai membuka pembicaraan.Sampai mobil Bram berhenti di sebuah pusat perbelanjaan.“Kamu beli apa pun yang ada di sana. Bakalan mas bayar. Sekarang nggak ada batasan sama sekali. Kamu bisa bebas mau ambil apa aja. Asal kamu nggak ada lagi marah sama mas.”Alea masih aja diam.“Kenapa diam aja kayak gini? Harusnya kamu seneng dong karena saya bebasin kamu. Di saat biasanya mas selalu batesin uang belanja kamu. Apalagi baru beberapa waktu lalu mas kirim uang bulanan buat kamu. Jadi, nggak usah lah cemberut kayak gini. Mas mau liat senyuman kamu. Bukan sifat kamu yang gini.”“Karena bukan ini yang aku mau!”“Pisah? Yang kamu mau kamu pergi kan dari hidup saya? Tapi maaf saja ... karena kemauan saya bukan apa yang kamu mau. Jadi lebih baik diam dan dengarkan apapun perin
“Di mana kamu?”Belum selesai satu masalah. Alea sekarang malah di serbu sama pesan yang dikirim sama Chris. Semua pesannya berisi kata yang sama yaitu menanyakan posisi dirinya. Pesan yang terus dikirim sampai udah puluhan pesan yang masuk ke ponselnya.Alea tidak mengerti kenapa, tapi ini benar-benar berisik membuat dia terpaksa balas semua itu./Berhenti bang ... aku bilang stop tanya aku ini itu. Omongan abang yang kemarin udah buat aku yakin kalau abang nggak mau kenal sama aku lagi. Aku tau kalau abang udah kecewa sama aku. Maka dari itu, udah ya. Berhenti chat aku kayak gini./Dan setelah pesan dikirim, Alea malah mendapat panggilan dari Chris membuat ia menghela napas dalam. Dengan cepat Alea mematikan ponsel dan memasukkan ke dalam tas. Sebelum beranjak dari tempatnya kini.“Aku nggak mengerti sama sekali, kenapa bisa terjebak oleh dua orang yang benar-benar posesif. Aku nggak tahu kalau mereka bakalan sampai sejauh ini.”Alea mengacak rambutnya dan menghela napas. Ia nggak p
“Harus cari di mana uang sebanyak lima puluh juta?” Alea memeluk kakinya dan menarik napas dalam. “Lima puluh juta cuma untuk yang satu ini. Aku harus juga nyiapin sepuluh juta buat bayar hutang sama bunganya. Belum masing-masing lima juta buat uang jajan ibu sama bapak tiap bulannya.”“Dapet dari mana uang sebanyak itu?”Alea kembali menangis. Meratapi kisah hidupnya yang nggak pernah selesai.“Kapan aku bisa jadi orang kaya? Biar hal kayak gini nggak buat aku pusing lagi. Biar aku tahu harus nyelesain seperti apa kalau udah sejauh ini. Biar aku tau kalau aku juga berguna bagi orang tua aku.”Alea memandang langit yang sangat cerah.Teringat jelas masalah yang membuat dia ingin pergi dari hidup Bram.“Kalau kayak gini, aku bisa apa? Aku cuma bisa berakhir minta maaf sama mas Bram atas sikap aku. Biar aku bisa minta apa pun yang aku butuh. Biar mas Bram juga nggak ungkit semua masalah ini lagi.”Alea menarik napas dalam. Tangannya terulur meninju udara kosong. Ia benar-benar marah sam
“Alea ... apa kamu nggak mau mikir lebih dulu?”Hati Alea semakin ragu. Bayangan akan semua kebaikan Chris terus menghantui dirinya. Alea memang jatuh cinta sama Bram tapi dia juga nggak bisa memungkiri kalau bersama Chris dia jauh merasa aman. Seperti sosok kakak yang benar-benar menjaga adiknya dengan sangat hati-hati.Tapi bayangan tentang semua hutang orang tua membuat dia langsung menggeleng.“Maaf bang ... Abang bisa cari perempuan lain yang juga cinta sama abang. Pasti nggak susah kok. Apalagi abang tuh baik banget. Jadi, aku tuh yakin banget kalau abang bakalan dapat yang terbaik. Aku beneran seyakin itu ...”Chris melepas genggaman tangannya sambil melangkah mundur.“Berhenti jatuh cinta sama aku ya, bang.” Alea benar-benar memohon.Chris tertawa lirih dan menggeleng. “Mungkin gampang kamu ngomong kayak gitu. Kamu gak pernah merasakan apa yang abang rasakan selama ini. Kamu boleh suruh abang pergi tapi nyuruh abang biar nggak jatuh cinta sama kamu tuh egois banget. Nggak bisa
“TAHU DARI MANA KAMU!” seru Alea saat mereka udah di dalam lift, hanya berdua.“Udah bukan rahasia umum lagi sih. Lagian kamu memang ada tampang pelakor sih. Yaa namanya juga dari kampung. Pastinya kamu milih berbagai cara untuk mendapat apapun yang kamu mau. Tapi ya kalau sampai sejauh ini sih ... benar-benar memalukan.”Alea menatap bengis.“Nggak usah sok tahu, kamu! Maksudnya nggak usah ikut campur sama perempuan lain.”“YA ... memang nggak ada niatan ikut campur sih. Cuma geregetan aja sama kamu. Bisa-bisanya kamu lakuin hal jahat itu sama nona yang super baik itu. Atau ... memang kamu tuh nggak bakalan peduli sih sama hal kayak gini. Memang nggak punya hati nurani sama wanita lain. Dasar ...”Alea terdiam membuat perempuan itu semakin menggebu.“Dengar ya Alea ... kita semua di sini tuh udah pada tahu apa yang terjadi antara kamu sama tuan Bram. Tapi kita memang nggak mau ikut campur. Karena kita jelas tahu, orang yang punya banyak uang akan berakhir menang di banding kami. Aku
Setelah keluar dari ruangan kerja Bram, Alea benar-benar nggak kembali. Ia menyibukkan diri dengan file yang baru datang. Perempuan itu juga nggak peduli kalau mereka bakalan mengatakan hal yang buruk tentang dirinya. Yang ia punya kini hanya butuh waktu sendiri. Dia butuh menenangkan diri.***Pintu ruangannya terbuka dan ia melihat Bram masuk ke dalam. Langsung saja ia menunduk dan menghela napas dalam sambil terus saja menggeleng.“Kalau mas datang cuman buat bilang pisah, aku nggak bisa mas. Aku udah mikirin dari semalaman dan aku rasa kamu salah satu orang yang paling tepat di hidup aku dan setelah ngelewatin semua ini. Aku nggak mau kalau malah dengar penolakan dari kamu. Aku nggak akan pernah bisa sama sekali.”Bram duduk di depan Alea. Mendengar semua omongan selingkuhannya itu.“Kenapa? Kenapa tiba-tiba ngomong kayak gini?” tanya Bram dengan lembut. “Memangnya kamu tahu saya datang kesini untuk ngomong apa?”“Pisah kan?” tuduh Alea sambil menatap bengis pada Bram. “Kalau dar