Share

Terjebak Cinta Settingan
Terjebak Cinta Settingan
Author: Nuna Pena

Dicampakkan!

"Kamu sayang nggak sama aku, Ve?"

Pagi itu Danu dan Ve baru saja buka gerai, mereka sedang bersih-bersih dan membereskan seperti biasanya ketika pagi hari. Pertanyaan Danu membuat Ve yang sedang mengelap mesin copy mengernyitkan dahi.

"Ya sayang dong, sayangku. Masa sama pacar sendiri nggak sayang sih?"

Sejak awal hubungan Danu dan Ve memang sedikit aneh, seperti tidak imbang karena tidak ada feedback dari Danu. Selalu saja Ve yang bersikap manis dan memperlakukan Danu layaknya kekasih, tapi tidak sebaliknya.

Hingga panggilan saja Danu sering memanggil Ve dengan nama saja, tidak ada panggilan khusus atau sayang dan semacamnya. Tapi, Ve tidak pernah mempermasalahkan hal itu karena kekasihnya itu memang cuek.

Danu terkekeh. "Ternyata, terpaksa itu tersiksa yah?"

Ucapan pria berambut cepak itu membuat aktivitas Ve terhenti. Bahkan saking terkejutnya, lap yang semula berada di genggaman mendadak terlempar.

"Maksudnya apa?"

Kini Ve berjalan mendekati Danu yang sedang menghidupkan komputer dan printer. "Kamu terpaksa sama aku?"

Suara Ve terdengar bergetar, dadanya naik turun tidak beraturan. Matanya mulai berkaca-kaca menatap Danu yang bahkan masih sibuk dengan alat elektronik di hadapannya.

"Danu jawab!" tekan Ve seraya menarik pundak sang empunya.

Herannya Danu terlihat begitu pasrah dan enggan beradu pandang dengan Ve. Hal itu tentu semakin membuat Ve kesal. "Dan—

"Iya. Aku tidak pernah benar-benar mencintaimu. Selama ini aku hanya kasihan sama kamu."

Belum selesai Ve memanggil ulang, Danu sudah memotong dengan mengutarakan fakta tentang hati dan perasaannya selama ini. Dia mengatakan bahwa sebenarnya dia hanya menjadikan Ve selingan disaat hati kosong. Pria berkulit putih itu juga merasa kasihan dengan Ve yang masih jomblo.

Bagaikan tergores belati, setiap kata yang terucap dari mulut Danu begitu menyayat hati Ve. Gadis berkulit sawo matang itu masih bergeming, berusaha mencerna apa yang baru saja dia dengar dan alami.

"Permisi… Mba mau copy dong."

Sebuah seruan dari pelanggan tidak dihiraukan oleh dua sejoli yang sedang bersitegang. Mereka masih sibuk dengan perasaan masing-masing.

"Kamu tega, Dan."

Suara Ve terdengar begitu lirih. Tenggorokannya pun mendadak begitu kering, hingga menelan saliva saja rasanya sangat sulit.

"Maaf, Ve. Mungkin kejujuranku menyakitimu, tapi ini akan lebih menyakitimu jika terus dipaksakan."

Ve mengangkat telapak tangannya, entah mengapa kini mendengar suara Danu saja sudah begitu menyakitinya. Dia melirik seorang pria berkacamata dengan jas putih yang sedang berdiri sambil memperhatikan dirinya dan Danu.

Terpaksa dia menyudahi obrolan dengan Danu yang memang tidak ada lagi lanjutannya itu. Ve mendekati pelanggan pertamanya yang sudah menunggu untuk dilayani.

"Copy jadi berapa?" tanya Ve sambil meraih lembaran kertas yang ada di tangan pelanggan.

"Jadi dua puluh aja. Pake kertas buram ya."

Sayangnya ucapan sang pelanggan tersebut tidak didengarkan. Fokus Ve sedang sedikit terganggu hingga kurang konsentrasi akibat ucapan Danu.

Beberapa menit kemudian Ve sudah kembali dengan membawa hasil copyan, yakni dua puluh bendel kertas HVS. Sama persis dengan kertas yang dicopy tadi.

"Jadi lima puluh ribu," ucap Ve sambil mengepak kertas-kertas ke dalam plastik.

"Loh, kok HVS, Ve? Kan aku minta burem tadi."

Danu yang semula masih sibuk menyalakan komputer menoleh karena terdengar komplain dari pelanggan. Dia geleng-geleng kepala karena tidak biasanya Ve melakukan kesalahan. Pria berambut cepak itu pun mendekat.

"Kenapa, Mas Vito?" 

Pria berjas putih yang dipanggil Vito itu menjelaskan bahwa dia sebelumnya meminta untuk dicopykan menggunakan kertas buram. Akan tetapi Ve malah meng-copynya dengan kertas HVS.

"Aduh, maaf banget ya, Mas. Sepertinya Ve belum sarapan jadi kurang fokus."

Mendengar Danu menyudutkannya Ve hanya bisa terdiam sambil menghela nafas dengan kasar. Danu memberikan kompensasi tetap membayar dengan harga kertas buram, meskipun hasilnya tadi dengan kertas HVS.

"Lagian tumben banget Mas Vito pake kertas buram," sosor Ve yang masih dongkol.

Pria koas itu meringis menunjukkan deretan gigi putihnya. Dia beralasan sedang banyak tugas yang harus di copy, sementara harus berhemat juga demi bisa membawa jalan kekasihnya.

Ve geleng-geleng kepala mendengar curhatan dari dokter muda itu. Memang tidak jarang para pelanggan yang sudah langganan curhat akan keseharian, bahkan sampai hubungan asmara seperti Vito ini.

"Baik-baik ya, Mba Ve. Jangan berantem terus sama Mas Danu," ledek Vito. "Makasih loh kortingannya," imbuhnya seraya menunjukkan tumpukan kertas hasil copyan lalu pergi.

"Ish. Dasar dokter nggak modal! Bawanya si mobil, tapi buat fotocopy aja maunya pake kertas buram."

Meskipun tau Vito tidak akan mendengar ucapannya, setidaknya Ve sedikit lega sudah mengutarakan kekesalannya. Kini suasana gerai kembali canggung karena belum ada pelanggan lagi.

"Kamu kenapa sih, Ve? Bisa-bisanya nggak fokus gitu. Untung Mas Vito udah pelanggan tetap. Coba kalau orang baru, bisa trauma dia datang kesini."

Sungguh tidak pernah diduga bahwa Danu akan menyalahkan Ve sebegitunya. Ya, mungkin ini memang kesalahan Ve yang cukup fatal. Tapi sadar nggak sih kalau semua itu juga dia yang menyebabkan?

Coba saja Danu tidak jujur tentang perasaannya sepagi ini. Atau kira-kira lah kalau mau berbicara soal hati. Tidak di tempat kerja dan di awal waktu kerja seperti itu.

'Ya ampun, aku nggak nyangka kamu sebenarnya sebusuk ini, Nu,' batin Ve sambil geleng-geleng kepala.

Dia tidak melihat sosok Danu yang ramah dan mengayomi anak-anak baru lagi. Kini hanya tampak keburukan demi keburukan dari pria berkulit putih itu.

"Kenapa? Setelah apa yang kamu ucapkan tadi masih bertanya kenapa? Kamu pikir aku robot? Nggak punya hati dan pikiran? Sadar nggak kalau semua ini justru disebabkan oleh kamu?"

Saking dongkolnya akhirnya Ve mengeluarkan serentetan kata yang sedari tadi dia pendam. Semula jika dia kesal dengan Danu hanya bisa dipendam karena menghargai sang kekasih. Akan tetapi yang dihargai malah tidak ada timbal balik. Bukannya menghargai, Danu malah hanya menjatuhkan Ve begitu kejam.

Danu menghela nafas, dia menatap wanita yang kini resmi menjadi mantan kekasihnya dengan seksama.

"Harusnya kamu bisa profesional dong, Ve. Tidak membawa masalah pribadi ke dalam pekerjaan."

Ve yang sedang berjalan pun berhenti, dia menoleh ke arah Danu. Netranya menatap tajam hingga dadanya kembali naik turun. Wanita berambut sebahu itu pun kembali mendekat.

"Professional? Disini yang tidak profesional itu Aku apa Kamu sih, Dan? Hah!"

Wanita berwajah oval yang biasa dikenal penyabar pun telah mencapai batas kesabaran. Selama ini dia hanya diam jika disudutkan ataupun menjadi kambing hitam dalam dunia pekerjaan, kini dia tidak mau dibodohi lagi.

"Kamu yang memulai pembicaraan pribadi, kamu juga yang membawa masalah pribadi dalam dunia kerja. Sekarang aku yang dibilang tidak profesional?"

Ve geleng-geleng kepala. "Ah, iya. Aku lupa, disini hanya aku yang melibatkan hati, Kamu tidak. Makannya kamu biasa saja setelah menyakitiku," imbuhnya seraya tersenyum kecut.

**** 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status