Share

Terikat Perjanjian Dengan Selebritis Dan CEO
Terikat Perjanjian Dengan Selebritis Dan CEO
Author: Achi_F04

Bab 1: Undangan Pernikahan

"Maaf," lirih pria berahang tegas sembari menyodorkan undangan pernikahan ke atas meja. Kepala tertunduk, tak kuasa melihat respon sang lawan bicara.

Senyum yang tadi tersunggih di wajah Andara perlahan pudar. Dia meraih benda pipih yang disodorkan oleh sang kekasih. Dibukanya benda tersebut lalu dibacanya dengan saksama.

Hancur, hatinya benar-benar hancur. Melihat nama sang kekasih bersanding dengan nama wanita lain di undangan yang didesain begitu elok. 

Runtuh sudah harapannya untuk membina rumah tangga dengan sang pria pujaan. Mimpi-mimpi hidup dan mempunyai anak bersama lenyap sudah entah ke mana.

Air mata perlahan mengalir dari netra indah itu hingga membasahi kedua pipi. Tak ada kata yang mampu menjelaskan betapa sakitnya hati yang digores sembilu hingga hanya air matalah yang terjatuh.

Jemari lentik yang berwarna kuning langsat itu kembali menutup undangan pernikahan yang didominasi warna emas dan hitam lalu kembali meletaknya ke atas meja. Dia menatap pria puja untuk menuntut penjelasan.

"Kenapa, Mas? Kenapa bukan aku? Kenapa malah orang lain?" Andara bertanya dengan suara yang bergetar dan bercampur isakan tangis penuh kepiluan.

"Maaf, Ra, maaf." 

Lagi-lagi hanya kata maaf yang mampu terlontar dari mulut Zelian. Dia sendiri tak tahu harus mulai menjelaskan dari mana.

"Apa artinya tiga tahun kita bersama selama ini kalau akhirnya kamu menikah dengan orang lain?" 

Andara menumpuhkan kedua siku pada paha lalu membenamkan wajah pada telapak tangan yang terbuka. Dia menangis sejadi-jadinya, menumpahkan segala rasa sakit yang hinggap di dada. 

Dia tak pernah berpikir, hubungan yang bertahun-tahun dijalinnya akan berakhir percuma. Pria yang dicintainya setengah mati sebentar lagi menjadi suami sah milik wanita lain.

"Aku juga gak mau pernikahan ini terjadi, tapi aku bisa apa? Kamu tau sendiri dari awal hubungan kita ditentang keras sama orang tua aku dan perjodohan aku dengan Kila sudah direncanakan sejak lama." Setelah diam cukup lama, akhirnya Zelian mampu mengeluarkan kalimat yang lebih panjang dari sebelumnya.

"Tapi kenapa dari awal kamu gak biarin aku berhenti dan pergi? Kenapa kamu berjanji padaku untuk meyakinkan orang tuamu dan membujuk mereka untuk membatalkan perjodohan itu dan segera menerimaku?" Andara kembali melayangkan tanya. Mengungkit janji yang pernah Zelian berikan padanya, hingga Andara mau terus bertahan sampai detik ini. "Kalau tau akhirnya akan begini, lebih baik aku menyerah di awal. Waktuku tak akan terbuang percuma dan hatiku tak akan mungkin sesakit sekarang."

"Aku udah berusaha buat nepatin janji itu, tapi pada akhirnya takdir tak berpihak pada kita. Aku telah berulang kali mencoba membujuk mereka, tapi pada nyatanya keputusan orang tuaku tak dapat ditawar," jelas Zelian dengan raut frustasi yang terpampang jelas di wajah tampannya.

Andara tak lagi mengeluarkan sepatah kata pun. Dia seakan bisu. Otaknya rasanya berhenti bekerja sekarang. Satu-satunya hal yang dilakukannya sekarang ada menumpahkan segala kesedihannya.

Bahu wanita yang berusia seperempat abad itu tampak naik turun seiringan dengan suara tangis yang menguar memenuhi ruangan yang mereka tempati.

Zelian yang melihat kekasihnya begitu terpukul, memilih memangkas jarak lalu memeluk tubuh rapuh Andara.

Andara berusaha berontak. Namun, dekapan itu kian mengerat. 

"Lepasin, Mas!"

"Lepasin aku!"

"Lepasin!"

Teriakan-teriakan Andara sama sekali tak dihiarukan oleh Zelian. Dia masih ingin menikmati nyamannya memeluk tubuh wanita yang selama ini mengisi hari-harinya.

"Biarkan seperti ini, Ra karena mungkin ini akan jadi yang terakhir," lirih  Zelian.

Setelah itu, barulah Andara bisa tenang dan tak lagi memberontak. Andara memperbaiki posisi dan balas memeluk Zelian.

Wajah Andara dibenamkan di perpotongan leher Zelian, sedangkan Zelian meletakan dagu di atas kepala Andara.

Dua insan itu menumpahkan tangis sembari memberi dekapan erat. Mencoba mencari kenyamanan dan kehangatan seperti biasa untuk dijadikan kenangan. Sebab mereka sadar, mereka tak bisa seperti ini lagi. Perpisahan sudah di pelupuk mata dan tak bisa untuk disangkal.

Detik berganti menit tanpa ada yang bisa menghentikannya. Waktu benar-benar menggerak cepat.

Mau tak mau kedua insan yang tengah diliputi kesedihan itu harus saling mengurai pelukan. Sebab sebentar lagi langit senja akan berubah kelam.

Zelian menyeka air matanya terlebih dahulu. Kemudian, beralih menangkup kedua pipi basah milik Andara lalu perlahan jempol besarnya menghapus sisa-sisa air mata yang membasahi area mata hingga ke pipi.

"Jaga diri baik-baik. Jangan suka begadang dan lambat makan," pesan Zelian yang teringat wanita kesayangannya ini gemar tidur larut malam dan suka lupa untuk makan saat sibuk bekerja.

"Mas Ian juga, ya. Kalo cape, jangan dipaksain buat lanjut kerja," balas Andara.

Zelian mengangguk. Kemudian, merogoh saku celana bahannya. Dia mengeluarkan kotak berwarna merah lalu membukanya. Dia mengambil cincin dari kotak itu lalu meraih jemari kiri Andara lalu segera memasangkannya di jari manis. Begitu pas dan cantik.

"Simpan ini baik-baik, ya. Ini bakal jadi kenang-kenang dari aku buat kamu," ujar Zelian.

Andara mengangguk. Perlahan pandangannya turun ke arah jam yang melingkar indah di pergelengan tangan Zelian. Dia mengusap benda itu, benda yang dibelikannya beberapa bulan yang lalu sebagai kado ulang tahun Zelian. Harganya tak mahal, tetapi itu dibeli dari hasil jerih payahnya sendiri.

"Ini juga jaga baik-baik. Aku tau, Mas, punya banyak jam tangan mahal di rumah dan jauh lebih bagus dari ini, tapi aku harap Mas bisa merawat dan menyimpan jam pemberianku dengan baik."

Zelian mengecup lembut kening mulus Andara, cukup lama.

"Mas pamit," pamit Zelian yang perlahan bangkit dari duduknya.

"Hati-hati, Mas."

Andara memperhatikan Zelian yang melangkah pergi, tetapi sesekali menoleh ke arahnya. 

Setelah Zelian benar-benar berlalu bersama mobil mewahnya, Andara segera bangkit dan menutup pintu.

Andara bersandar pada daun pintu, beberapa detik kemudian tubuhnya merosot dan terduduk lemah di lantai. Tangisnya kembali pecah dan isakannya semakin memilu hingga mampu mengores hati siapa pun yang mendengarnya.

Dia mengusap pelan cincin yang melingkar indah di jari manisnya. Cincin yang seharusnya menjadi bukti pengikat di acara pertunangan impian mereka, sekarang malah menjadi hadiah untuk kenang-kenangan di hari perpisahan.

***

Dua minggu telah berlalu. Tepat hari ini adalah hari dilangsungkannya pernikahan megah dan mewah seorang CEO muda dan aktris muda berbakat.

Berita dan artikel tentang pernikahan Zelian dan Akila berseliweran di mana-mana. Foto-foto kedua mempelaimu memenuhi sosial media dan menjadi tranding topik.

Andara yang tadi menonton televisi langsung saja mematikan benda tersebut saat tayangan telah berganti dengan berita yang menyiarkan  pernikahan Zelian dan Akila.

Andara mencengkeram dada saat sesak merembes. Hal itu benar-benar menyiksa. Namun, tak ada lagi tangis karena mata mungkin telah lelah mengeluarkan cairannya.

Suara ponsel yang berdering mengalihkan perhatian Andara. Wanita itu buru-buru mengambil ponsel dan menerima panggilan masuk dari sekertaris Zelian yang sudah dianggapnya teman bahkan sahabat.

"Halo, kenapa, Ta?" Andara berusaha mengontrol suara agar terkesan bisa saja. 

"Kamu gak datang ke pernikahannya Pak Zelian?" tanya si penelepon.

"Gak, aku takut gak bisa ngendaliin diri di sana. Lagi pula, datang ke sana akan membuat aku makin sakit," jawab Andara.

"Yaudah, kalo ada apa-apa kamu bisa hubungin aku, ya."

"Iya."

Setelah itu panggilan berakhir. Andara bangkit dan menuju kamar. Lebih baik dia tidur untuk menenangkan diri dan berharap besok dia lupa ingatan agar bisa cepat melupakan sang mantan kekasih yang sekarang sudah sah menjadi suami orang.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
menarik nih ceritanya.. pengen follow akun sosmed nya tp ga ketemu :( boleh kasih tau gaa?
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status