Share

~Toxic~

Pia dan Chika tengah duduk menikmati makan siang mereka dikantin sekolah, Pia nampak bergelut dengan pikirannya sendiri, ia sendiri bingung ingin bertanya sesuatu pada Chika namun tak tau bagaimana ia mengutarakannya. Sedangkan Chika yang tengah menyantap makanannya menyadari ada yang aneh dengan Pia, ia kemudian menatap Pia heran. Jika diperhatikan raut wajah gadis itu sedikit berubah.

“Kenapa lo?” tanya Chika setelah meneguk makanan yang ia kunyah.

Sedangkan Pia yang sedari tadi bergelut dengan pikirannya sedikit kaget.”Ah?” Ucap Pia mengangkat kepalanya menatap Chika.

“Elo kenapa?”

“Oh itu, gue mau nanya sesuatu sama lo,” ucap Pia kikuk.

Sedangkan Chika nampak merubah ekspresi wajahnya menjadi riang, gadis itu mengangkat tanga kanannya membuat Pia heran.

“KAK GLEN!” pekik Chika memanggil pria tersebut, tangannya melambai bermaksud mengajak pria tersebut duduk bersama dirinya dan Pia.

Sekarang Pia paham mengapa ekspresi Chika tiba-tiba berubah, gadis itu menoleh kebelakang menatap Glen yang tengah berjalan menghampiri mereka. Glen sendiri yang sudah berada dibangku tersebut nampak tersenyum hangat pada Pia, dan Pia sendiri membalas senyuman itu.

Kemudian pandangan Glen beralih menatap Chika, ia melihat ada sebutir kecil mie di sudut bibir gadis itu. Dengan cepat tangan Glen mengelap sudut bibir Chika.

“Kalo makan tuh yang bersih dikit, belepotan gini,” ucap Glen membuat Chika tersenyum lebar menampilkan deretan giginya.

Glen kemudian duduk dihadapan kedua gadis ini, ia menatap Pia yang sedari tadi terus menunduk membuat pria itu sedikit heran.

“Kenapa Pi?”

Pia yang terkejut kembali mengangkat kepalanya, manik matanya menatap Glen.

“Tau nih, dari tadi pagi udah begitu. Oh iya katanya mau ngomong sesuatu, apa?” tanya Chika.

Pia menoleh menatap manik mata Chika, kemudian gadis itu kembali menatap Glen, ia menghembuskan nafas panjang kemudian menceritakan hal yang tadi pagi ia bicarakan dengan Glen. Setelah mendengar penuturan Pia, Chika dan Glen tertawa geli. Astaga bagimana gadis ini bisa begitu polos.

“Lucu banget sih!” seru Chika mencubit gemas pipi Pia

“Gue gapapa kok, gak usah ngerasa gak enak begitu. Gue gak mengharapkan apapun dari elo, gue cuman pengen kita jadi temen sejati yang selalu ada baik sudah atau duka untuk satu sama lain.”

Glen mengacak pelan puncak kepala Pia, rasa sukanya pada gadis itu semakin besar saja, ketulusan yang ada dalam hati gadis itu belum pernah Glen temui sebelum hari ini.

“Denger ya, Temen itu ada bukan buat nyusahin, lo jangan terbebani dengan kata temen, kalo sampe hal itu terjadi, itu artinya gak ada kata temen antara kalian. Yang ada cuma toxic.”

“Seorang temen gak pernah mengharapkan sesuatu dari temennya yang lain, kalo hal itu terjadi, artinya toxic.” Pia tersenyum hangat mendengar perkataan Glen.

“Semua yang ada dalam pertemanan itu real, gak boleh ada yang merasa dirugikan, dalam hal apapun itu, kalo pun ada itu namanya....”

“Toxic!” ucap Pia memotong perkataan Chika, gadis itu tersenyum menatap Chika dan Kak Glen bergantian, sekarang ia mengerti.

Selang beberapa waktu manik matanya mengakap sosok Ilham, dan benar saja suasana kantin menjadi riuh atas kedatangan siswa tersebut, dan ini pertama kalinya Pia melihat Ilham mengunjungi kantin, ia tersenyum lebar kemudian berdiri menghampiri pria tersebut. Glen yang melihat hal tersebut merasa sedikit kecewa, sepertinya saingannya akan bertambah.

Sedangkan Chika yang melihat raut wajah Glen berubah lantas tersenyum jahil.” Doinya kabur ya Kak?”  ucap Chika menaik turunkan alisnya.

Sedangkan Glen yang mendengar hal itu segera menatap sinis dirinya. “Diem lo!” jawab Glen  yang membuat Chika tertawa riang.

“Kayaknya saingannya nambah deh, dan gue yakin bakal sulit,” tambah Chika lagi.

Glen kembali menatap sinis gadis di hadapannya ini, pria itu berdesis kesal membuat Chika tersenyum lebar menampilkan deretan giginya, tak lupa tangan ia mengangkat dua jari tangan kanannya membentuk huruf “v”

***

Pia berjalan menghampiri Ilham yang sudah dikerumuni banyak siswi, kali ini gadis itu berniat menolongnya. Pia melompat kecil bersiap untuk menerobos kerumunan. Setelah di rasa siap, gadis itu menyatukan kedua telapak tangannya ke depan dan berlari menembus kerumunan. Jujur ini lumayan ramai jadi ia harus mengeluarkan tenaga ekstra agar tak terjepit, huh, apa sebegitu berpengaruhnya wajah tampan itu sampai mereka semua berkerumun seperti ini?

Beberapa detik setelahnya Pia menabrak tubuh tegap seseorang membuatnya terdorong bersama orang tersebut, ya dorongan yang Pia berikan cukup keras mengingat besarnya usaha yang gadis itu keluarkan untuk menerobos kerumunan. Pia dan orang yang ia dorong terjatuh bersama dengan posisi yang sama persis saat ia jatuh bersama Ilham waktu di perpustakaan.

Para siswi yang berada dikantin terutama yang berkerumun tadi lantas menjerit histeris kala melihat pria yang mereka dambakan terjatuh dengan seorang wanita, dan itupun dengan posisi yang tak dapat mereka bayangkan. Mereka menginginkan hal itu juga terjadi pada mereka.

Sedangkan Pia yang lagi-lagi tak merasakan sakit sama sekali membuka kedua matanya. Dan betapa terkejutnya dirinya kala melihat Ilham berada tepat dihadapannya, lagi-lagi gadis itu merutuki kebodohannya. Ia yakain bahwa ia sudah menjadi pusat perhatian. Yah, Pia memang sudah terbiasa menjadi pusat perhatian, namun kali ini berbeda.

Sedangkan Glen yang melihat kejadian tersebut sudah tak tahan lagi, ia berdiri dan menghampiri Pia. Glen membantu gadis itu berdiri dan menarik tangan Pia menjauhi kantin membuat para siswi lagi-lagi heboh.

Dan tanpa Pia sadari, seseorang sudah memperhatiannya sejak tadi. Gadis itu menatap Pia dengan sinis. Ya, dia gadis yang sama yang menghentikan Ilham saat diparkiran motor kemarin. Gadis yang namanya sempat dibaca oleh Ilham.

“Saingan elo Fin,” ucap salah satu temannya

“Cih, cewek kayak dia? Gak mungkin saingan sama seorang Dafina Putri!” tegas Fina menyombongkan dirinya.

“Kayaknya di cewek yang kemaren dimaksud sama Ilham deh,” ucap salah satu teman Fina kembali membuat gadis itu bertambah geram.

“Dia Pia kan? Gila!”

“Serius itu Pia? Gue jadi iri.”

“Wah serius? Kalo saingannya sekelas Pia mah gue yakin bakal kalah.”

“Iya, gue juga. Kak Glen aja nyangkut.”

“Jadi penggemar rahasia aja lah, lagian banyak cowok lain.”

Kerumunan tersebut lantas bubar, menyisakan tiga orang gadis yang salah satunya adalah Dafina, ia mendengar bisikan para siswi tadi. Sejak awal Dafina juga sering mendengar nama Alifia Nadira, orang-orang sering memanggilnya Pia. Namun gadis itu tak terlalu menghiraukan hal tersebut karena ia yakin dirinya tak kalah cantik. Sedangkan Ilham sudah pergi sesaat setelah Pia ditarik pergi bersama Glen.

“Cih cewek kayak dia bisanya apa? Paling modal cantik doang. Cantikan juga gue!” seru Fina kesal kemudian pergi disusul kedua temannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status