Share

Chapter 11 : Before the Day

Semua murid kelas 11 IPA 1 kini telah meletakkan hasil tugas kelompok mereka yang diberikan oleh Pak Budi di atas meja masing-masing. Berbagai jenis tema yang dituangkan dalam kanvas menghiasi ruang kelas. Pak Budi kemudian menyuruh para murid untuk meletakkan hasil lukisan kelompok masing-masing ke lapangan basket untuk diberikan penilaian. Bukan hanya Pak Budi yang akan menilai, tetapi semua guru seni rupa yang ada di SMA Antariksa Jakarta juga akan ikut menilai karya murid milik kelas tersebut.

Kelas 11 IPA 1 adalah kelas pertama yang telah menyelesaikan tugas melukis dengan media kanvas dari Pak Budi. Untuk kelas lainnya, Pak Budi memberikan kompensasi untuk mengumpulkan tugasnya setelah mereka pulang dari kegiatan study tour. Hal ini karena kelas milik Haris mendapatkan jadwal pelajaran yang lebih awal dibandingkan dengan kelas lainnya. Saat ini para murid sudah meletakkan hasil karya di lapangan yang akan segera dinilai oleh Pak Budi. Lima lukisan terbaik dari setiap kelas akan dipajang di sepanjang koridor sekolah.

Hasil lukisan milik Haris dan teman-temannya tidak terlalu buruk, tetapi tidak terlalu bagus juga. Standar seperti lukisan orang awam kebanyakan. Lukisan mereka pun tidak termasuk ke dalam salah satu dari lima lukisan terbaik di kelasnya. Masih banyak lukisan milik murid lain yang lebih bagus dari lukisan milik mereka berempat. Namun, mereka tetap senang karena bisa menyelesaikan lukisannya dalam tiga hari. Hal ini berkat tangan Hugo yang ternyata cukup terampil untuk memoles kanvas dengan cat minyak.

Bel istirahat berbunyi bertepatan dengan penilaian yang sedang dilakukan oleh Pak Budi. Terdapat beberapa murid dari kelas lain bahkan dari kalangan adik kelas yang ikut menilik lukisan para murid kelas 11 IPA 1. Putra pun melihat kesempatan untuk kabur dari lapangan karena kondisinya yang sedang ramai. Kemudian ia mengajak ketiga temannya menuju ke kantin. Akan tetapi, Haris dan Hugo menolak karena sebentar lagi giliran lukisan mereka yang akan dinilai oleh Pak Budi. Ketika lukisan dinilai, mereka akan ditanyai tentang filosofi dari lukisan yang mereka gambar. Oleh karena itu, harus ada satu atau dua orang yang berjaga di tempat apabila sedang dilakukan penilaian.

Akhirnya Putra hanya mengajak Felix untuk pergi ke kantin. Seperti biasa, perutnya sudah meminta diberi makan mie ayam dan es jeruk. Ia lantas segera memesan mie ayam dan es jeruk ketika sudah sampai di kantin sedangkan Felix mencari tempat duduk yang kosong. Setelah membawa nampan berisi mie ayam dan dua es jeruk, Putra segera duduk di hadapan Felix. Teman Ausie-nya ini sengaja tidak memesan makanan karena ia tidak terlalu lapar.

Ketika sedang asik menyantap mie ayamnya, Putra dikejutkan dengan suara Marsha yang memanggilnya dari jauh, “Putra!” Perempuan itu kemudian berlari kecil menghampiri meja Putra dan Felix diikuti dengan Lia yang ada di belakangnya.

“Haris mana?” tanya Marsha to the point kepada Putra.

“Di lapangan kayaknya. Tadi gue ajakin ke sini dia nggak mau,” jawab Putra sambil mengunyah mie ayam yang masih ada di dalam mulutnya.

“Oh, ya udah kalau gitu gue balik duluan, ya. Yuk, Li.” Marsha kemudian segera pergi menjauhi meja di mana tempat Putra dan Felix sedang duduk. Namun, ternyata Putra menangkap sesuatu yang janggal pada temannya yang ada di depannya ini.

“Lo ngapain senyum-senyum sambil ngelihatin Lia, Lix?” Boom, Felix tertangkap basah oleh Putra ketika diam-diam tersenyum sambil menatap Lia.

“Jangan bilang lo naksir sama si Lia, ya?” ucap Putra dengan rasa curiga.

“Apaan, enggak lah,” elaknya. Hal itu otomatis membuat Putra semakin curiga dengan Felix. Ia kemudian tersenyum jahil ke arah Felix, “Asyik, ke Bali bakal punya gandengan nih.”

Felix hanya diam ketika Putra terus meledeknya perihal ia menatap Lia sambil tersenyum. Ia lalu segera membuka ponselnya untuk sekadar bermain game dan tidak menghiraukan ocehan Putra. Tiba-tiba saja datang Haris dan Hugo yang langsung duduk di bangku kosong. Haris mengambil gelas es jeruk milik Putra dan segera meminumnya.

“Tadi dicariin sama istrinya, Pak,” ucap Putra setelah menyadari bahwa Haris kini sedang meneguk es jeruk miliknya.

“Ngapain?” tanya Haris. Putra kemudian mengangkat bahunya pertanda tidak tahu. 

“Udah yuk balik ke kelas, sebentar lagi bel,” ucap Hugo.

Setelah menunggu Putra menghabiskan mie ayamnya, mereka berempat bergegas kembali menuju ke kelas. Sebelum itu Haris dan Hugo memberitahukan kepada Putra dan Felix bahwa mereka mendapat nilai yang cukup baik dari hasil lukisan mereka. Nilai delapan puluh lima bagi empat anak laki-laki yang tidak pernah memegang kanvas dan cat minyak ini sudah sangat memuaskan.

Marsha sudah berada di depan sekolah selama sepuluh menit setelah pulang sekolah. Ia menunggu Haris yang sedang mengambil motornya di parkiran sekolah. Haris sudah berjanji kepada Marsha untuk menemaninya berbelanja makanan di mal untuk study tour lusa. Namun, setelah menunggu selama sepuluh menit batang hidung milik kekasihnya itu belum muncul juga. Marsha kemudian segera menelpon Haris dan ternyata Haris langsung mengangkat panggilannya.

“Di mana? Kok lama banget?”

Bentar, Sha, aku lagi nemenin Felix ke ruang guru. Kamu tunggu di situ, ya, sebentar lagi aku ke situ,” ucapnya dari seberang sana.

“Yaudah, jangan kelamaan.” Marsha kemudian memutuskan sambungannya dan beralih membuka i*******m untuk menghilangkan rasa bosan.

Beberapa menit kemudian Haris datang dengan Felix yang membonceng di belakangnya. Mereka berhenti tepat di depan Marsha yang sedang bersandar di dinding.

Thanks, Ris. Gue balik dulu, ya,” ucap Felix kepada Haris dan tanpa sengaja matanya bertemu dengan Marsha yang tidak sengaja menatapnya.

“Iya, lain kali jangan aneh-aneh lagi lo,” ujar Haris. Felix kemudian mengangguk dan beranjak pergi dari sana menuju ke minimarket di seberang sekolah. Ternyata Felix dengan berani membawa mobil ke sekolah dan memarkirkannya di depan minimarket. Pantas saja sepulang sekolah ia langsung dipanggil menghadap guru untuk diberi hukuman.

Marsha lalu segera menaiki motor milik kekasihnya dan Haris segera menancapkan gas menuju ke mal. Haris mulai membuka obrolan ketika mereka sudah sampai di setengah perjalanan. Ia menceritakan kepada Marsha tentang kelakuan Felix akhir-akhir ini di sekolah. Haris tidak merasa takut ketika menceritakan aib temannya kepada sang kekasih. Mulai dari Felix yang suka izin ke toilet padahal sebenarnya ia merokok sampai ke cerita tentang Felix yang sudah dua kali membawa mobil ke sekolah. Kekasihnya itu awalnya sempat mengira jika Felix adalah anak baik-baik tetapi ternyata pandangannya terhadap Felix sangat berbanding terbalik dengan apa yang diceritakan oleh Haris. Marsha tiba-tiba teringat oleh ucapan Lia yang mengatakan kepadanya jika ia tertarik dengan murid pindahan dari Australia ini. Ia harus mulai memberi peringatan kepada sahabatnya bagaimana perilaku asli Felix.

Sesampainya di mal, Haris dan Marsha langsung meluncur menuju supermarket yang terletak di lantai bawah. Haris yang awalnya hanya berniat menemani Marsha membeli jajanan justru malah ikut membeli jajanan juga seperti kekasihnya. Mereka berdua membeli berbagai macam jajanan dan minuman serta makanan ringan untuk perjalanan ke Bali. Setelah beberapa menit memilih jajanan, tidak terasa jika keranjang belanja mereka sudah dipenuhi dengan berbagai macam makanan.

Setelah selesai membayar semua belanjaan, Haris dan Marsha menitipkannya di tempat penitipan barang. Haris kemudian mengajak Marsha menuju ke lantai atas untuk sekadar berkeliling. Lagi-lagi, terdapat store baju yang sedang mengadakan promo buy one get one. Karena tergiur, Haris dan Marsha pun langsung masuk ke dalam store tersebut. Tanpa disangka akhirnya mereka berdua tertarik untuk membeli hoodie couple yang juga termasuk ke dalam salah satu katalog promo. Mereka pun segera membayar hoodie tersebut ke kasir karena takut akan kehabisan. Setelah membayarnya, Haris dan Marsha pun berjanji untuk mengenakan hoodie couple ini ketika mereka berada di Bali besok. Sungguh romantis dua sejoli ini.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status