Bab 10Mau tidak mau aku harus mengerjakan bejibun pekerjaan di rumah mertuaku. Piring kotor bertumpuk di westafel, cucian juga menggunung di samping mesin cuci. Ini sungguh bukan pemandangan yang menarik. Haduh, memandangnya saja bisa membuatku lelah, apalagi harus mengerjakan semuanya. Apalagi semalaman aku tidak merasakan tidur yang cukup. Bisa sakit aku kalau terus menerus begini. Tapi aku sama sekali tak punya pilihan lain selain dari menyelesaikan semua pekerjaan menyebalkan tersebut."Sayang, kamu udah beres-beres rupanya, ternyata istri cantikku emang ini rajin banget. Tapi sayang, jangan terlalu capek ya. Jaga kesehatan. Sini, mas bantu kamu buat jemur bajunya," Mas Ahmad menawarkan bantuan.Ketika mendengar penawaran tersebut, seketika rasa lelah yang kurasakan berkurang. Mas Ahmad memang menaruh perhatian lebih padaku. Padahal sejauh yang aku tahu, laki-laki ini tidak pernah membantu istri pertamanya dalam hal-hal seperti ini. Aku memang spesial buat dia.Ini sebagai sala
Hatiku panas membara mendengar kata-kata Mbak Rina barusan. Masih tak percaya aku rasanya."Mbak... Mbak... Kenapa Mbak malah main ngebujuk Mas Ahmad untuk berlibur? Sengaja mau cari perhatiannya, ya? Kamu bisa mikir nggak sih kalo ibunya tuh lagi sakit!!!! Beneran ya Mbak ini nggak punya nurani! Harusnya Mbak tuh dateng ke sini, bantuin ngurus nih mertua! Bukannya malah ngajak suami kelayapan, seneng-seneng, ngabisin duit!" sengaja aku omelin tuh perempuan tak tahu diri. Meskipun omelanku hanya lewat jaringan seluler, aku tak peduli! Perempuan itu belum menjawab. Tak biarin kalo dia tersinggung. Masa aku aja yang istri kedua bisa paham kondisi, eh dia yang istri pertama malah bertingkah kayak anak kecil yang nggak tahu mana yang layak dilakukan dan mana yang tidak.Mas Ahmad juga b*doh, kenapa masih mau aja nempel sama perempuan yang rupa pas-pasan itu? Ini baru asli beneran deh yang namanya paket burik luar dalam. "Mbak, ingat! Mbak harus ngebatalin niat kalian, atau ntar akan kus
Bab 12 "Bukan bermaksud apalagi, Mas? Udah jelas-jelas Mas ngebohongin aku! Katanya tadi Mas mau berangkat kerja tapi nyatanya mau enak-enak sama mbak Rina! Tega kamu, Mas!!!" Rasanya terlalu sakit hati ini dibohongi begini. Kenapa Mas Ahmad malah kecantol berat sama Rina? Pertanyaan yang memenuhi benakku sejak dulu."Enak-enakan apanya, Sayang? Kamu salah paham!" jawaban Mas Ahmad sangat tak bisa membuatku terhibur."Buat apa Mas ngajak Rina ke puncak kalau nggak untuk seneng-seneng? Nggak usah nyolot, Mas!" aku menangis. Aku sedih merasa dipermainkan. Mengapa tadi nggak bicara jujur aja dia."Dek, Dek Fika sabar dulu. Mas sayang sama kamu," "Sayang apanya, Mas? Kalau sayang kenapa kamu ninggalin aku kayak gini" aku terisak. "Mas kesini karena paksaan Rina," "Halah, Mas! Kenapa Mas nggak nolak? Apa sebenarnya Mas juga mau? Jangan lemah dong Mas jadi laki-laki!" sergahku."Bukan mas yang nggak nolak, tapi dia yang beneran maksa,"Ternyata benar sekali dugaanku, Rinalah yang menj
Pov AhmadAku serba salah menghadapi Rina. Apa sebegitunya dia membenciku? Sesakit itukah hatinya? Aku harus sabar. Bukankah pernikahanku dan Fika baru berjalan 3 bulan? Mungkin dalam waktu 3 bulan ini masih sulit bagi Rina untuk membiasakan diri. Kuharap lambat laun wanita pertamaku ini akan terbiasa. Dan aku akan sangat bersyukur jika dua istriku bisa hidup berdampingan satu sama lain, bersatu melayaniku, dan berlomba-lomba untuk menjadi istri terbaik. Sebagaimana yang sering kudengar bahwa perilaku berlomba-lomba dalam kebaikan adalah satu pahala yang tidak terhitung nilainya.Setelah sekian lama, Rina masih saja menganggap ku tak ada dalam ruangan ini. Dia asik sendiri dengan ponselnya. Diacuhkan itu sungguh tidak enak.Atau Rina sedang menungguku untuk memulai?Oh iya Mengapa tidak terpikirkan olehku sebelumnya. Setelah lama berpuasa dari pergelutan batin, kurasa sekarang Rina pasti merindukannya. Baiklah Rina, belaian terbaik akan kupersembahkan khusus untukmu malam ini. Deng
Pak Bastian Bagaskara, yang merupakan seorang manager di perusahaan tempatku bekerja tersebut terlihat pandai sekali membuat istri pendiamku itu jadi ceria. Melihat pemandangan itu, tak urung melintaslah rasa panas di hati. Apa-apaan sih mereka?Berulang kali aku bertanya-tanya pada diri sendiri, bagaimana bisa mereka terlihat akrab begini? Sedangkan denganku sendiri istriku itu selalu membisu. Apa mereka memang berteman? setahuku tidak.Terang saja aku tak suka melihat raut muka Rina yang tampak sumringah ngobrol sama Pak Bastian. Memang apa sih yang sedang mereka bahas? Lagi pula, dari mana asal muasalnya Pak Bastian bisa turut berada di sini?Apa Rina yang dengan keterlaluan sengaja mengundang laki-laki itu kemari? Ah tidak mungkin. Kenal pun tidak, bagaimana bisa ia mengundang?Dan seharusnya, sebagai seorang laki-laki Pak Bastian tak sepantasnya mengakrabkan diri sama wanita yang jelas-jelas istri orang. Dan Rina juga tak bisa menjaga martabat sebagai seorang istri! Sembarang ng
"Kinerja apa, Pak?" Tanyaku penasaran."Hmm... Beberapa waktu belakangan aku sering meminta bantuan Rina untuk mengerjakan beberapa desain untuk kepentingan perusahaan. Dan ternyata hasilnya selalu bagus."Aku mengernyit, Pak Bastian sering memakai jasa Rina? Desain apa yang Rina buat? Kenapa Rina gak cerita sama aku? Hingga semua obrolan selesai, hatiku panas dingin tak sabar ingin menginterogasi Rina. Selepas perginya Pak Bastian, aku menarik tangan Rina menuju ke dalam."Apa-apaan sih, Mas?" Rina protes. Tapi aku tak peduli. "Jawab aku, Rina? Desain apa yang kamu buat untuk Bastian?" aku langsung mendesaknya."Desain grafis atau apa aja yang berkepentingan untuk perusahaan, Mas. Apalagi memangnya? Kok kamu malah marah-marah sih?" Rina terlihat kebingungan.Aku bertepuk tangan."Hu uh... Bagus? Pandai sekali kau sekarang. Pake nanya lagi kenapa aku bisa marah,""Lho kan aku kerja, emangnya....,""Nggak ada alasan kerja atau apapun itu! Apapun itu harusnya kamu minta dulu persetu
FikaAku menangis sepuas-puasnya, aku tak bisa terima kelakuan Mas Ahmad kali ini. Benar-benar ya dia lupa sama aku. Sudah dari tadi aku menelpon tidak kunjung diangkat. Ternyata oh ternyata dia sedang asyik mencumbui si Rina si*lan itu. Mas Ahmad bilang kesana mau kasih pelajaran sana Rina, eh tahunya malah gitu-gituan.Ya Tuhaan, kau taruh dimana hati nuranimu, Mas? Kamu nggak mikir bagaimana perasaanku di sini. Racun apa yang sudah Rina cekoki sampai bisa membuatmu lupa diri dan lupa daratan seperti ini? "Tante kenapa?" Tiba-tiba Ririn datang menghadapi.Huuh, anak ini, rasanya ingin kujitak kepalanya. Tidakkah ia tahu kalau ibunyalah yang menjadi dalang semua ini. Ibunyalah yang sudah berbuat kurang ajar padaku."Nggak ada apa-apa, jangan ganggu tante!" Ucapku setengah membentak. Sebenarnya ragu untuk memarahinya lebih lanjut, rasa khawatir membuatku takut bagaimana kalau dia melapor pada Mas Ahmad, bisa habis semua kepercayaan yang kubangun selama ini.Anak bermata bulat itu
RinaAku menuju ke meja makan. Aku tersenyum tatkala sudah kulihat menu favoritku terhidang di sana. Hi hiii... Rupanya tadi Fika sudah memasakkan sebagaimana yang aku tulis pada pesan di ponsel Mas Ahmad. Haduuuh, memang asik ya pulang-pulang capek begini rumah sudah bersih makanan sudah siap pula. Benar-benar tinggal bersantai ria.Hitung-hitung tak rugi aku membiarkan adik maduku itu tetap di rumah ini, hitung-hitung aku tak perlu menyewa jasa art. Hitung-hitung aku berterima kasih juga padanya, berkat adanya dia, aku bisa fokus mendalami semua pekerjaanku, tanpa harus terganggu dengan banyaknya pekerjaan rumah tangga yang kadang membuatku pusing tujuh keliling. Ditambah kalau malam-malam tak perlu repot-repot aku melayani Mas Ahmad, aku bisa tidur dengan lelap tanpa terganggu pria itu lagi. Kudengar sejak tadi Vika mencerca Mas Ahmad dengan beragam pertanyaan, bahkan sedari Mas Ahmad belum sempat duduk. Ah, perempuan cengeng itu memang selalu cerewet. Aku tahu dia marah-mara