Share

6. SEPERTI KEHILANGAN

Dua tahun berlalu,

“Mama,” panggil Zion sambil membawa langkah kecilnya untuk menghampiri Georgina yang sedang menyiapkan makanan untuknya.

“Iya, sayang.  Mama sedang menyiapkan makanan untukmu.” 

Zion memeluk kaki Gina ketika pengasuhnya datang menghampirinya.  Ketika pengasuh itu ingin menggendong Zion, Gina melarangnya.

“Biarkan saja, nanny,” ucap Georgina.  Ketika makanan Zion sudah siap, dia membungkuk untuk mengambil putranya.  “Kamu sangat lapar?” tanyanya sambil mencium pipi gembul Zion.

“La-pal,” sahut Zion dan Gina semakin menciumi wajahnya karena tingkahnya begitu menggemaskan.

“Baiklah.  Sekarang waktunya kita makan.”  Gina mendudukkan Zion di kursi bayi, lalu dia mendapatkan makanannya.  Zion sudah terbiasa makan sendiri.  Menurut Gina, dia akan mempelajari sesuatu ketika melakukannya.

Zion tak sengaja menjatuhkan potongan daging di piringnya, dan Gina tersenyum sambil mengusap kepalanya.  “Tidak apa-apa, sayang.  Kamu tidak sengaja melakukannya jadi mama akan memberikan daging yang baru.”  Gina mengambil daging yang lain, meletakkannya di piring Zion.  Dia tidak akan marah karena Gina tahu putranya sedang mempelajari sesuatu sekarang.  Jika dia marah, mungkin saja Zion akan berpikir jika daging lebih berharga daripada dirinya.

“Kenyang,” ucap Zion setelah menghabiskan makanannya.  Georgina memang sudah hafal porsi makanan putranya dan Zion akan menghabiskannya tanpa harus dipaksa.

“Mama masih makan sekarang.  Bisakah kamu menunggu sampai mama selesai?”

Zion tidak menjawab, tetapi dia menarik sendok di tangan Gina.  “Mama masih lapar, sayang.  Mau minum jus?” Gina menawarkan.  Dia sedang mengajarkan tentang arti menunggu kepada putranya.

“Mau,” jawab Zion.

Georgina menuangkan jus apel ke gelas khusus milik Zion.  Dia memberikannya kepada putra tampannya, dan Zion menyesap minuman itu melalui sedotan.  “Enak,” ucap Zion sambil mengecap sisa minuman yang menempel di lidahnya.

***

Georgina tiba di depan sebuah butik mewah.  Dia membangun usaha ini dua tahun yang lalu.  Itu adalah hadiah ulang tahunnya yang kedua puluh delapan dari Darren.   Tentu saja dia tidak sendirian.  Ketika dia turun dari mobil, seorang wanita yang sedang menggendong Zion juga meninggalkan kursi penumpang.

“Mama,” panggil Zion sambil mengulurkan kedua tangan mungilnya.  Dia ingin berpindah dari gendongan pengasuhnya ke tangan Georgina.

“Kemarilah!”

Gina meletakkan tasnya di atas mobilnya, mengambil Zion dari Brenda.  “Bren, tolong bawa tasku ke dalam,” titah Gina ketika dia tidak bisa membawa tasnya ketika menggendong Zion.

“Baik, Nona.”

Mereka masuk, seorang pria tampan yang sedang menyesap kopinya langsung teralihkan karena kehadiran mereka.

“Putraku sudah datang,” ucap pria itu.  Georgina berdecak lidah, namun dia tidak bisa melarang Gabriel untuk mengatakan hal itu.  Gabriel akan tetap mengatakannya meskipun dia sudah melarangnya sebanyak ribuan kali.

Zion mengulurkan tangannya, tidak sabar untuk digendong pria itu.  “Putramu saja tahu kalau hanya aku yang pantas untuk menjadi papanya.” Gabriel menggoda Georgina.

Gina memutar bola matanya, dia menganggap sikap Gabriel sangat kekanak-kanakan.  “Ini masih pagi, Gab.  Kenapa kau sudah datang ke sini?”

“Ckckck!” Gabriel geleng-geleng ketika lengannya menopang tubuh Zion.  “Seharusnya kau tidak cemberut jika sudah tahu ini masih pagi.  Sambutlah hari ini dengan senyuman agar rejekimu lancar,” balas Gabriel.  Dia duduk dan meletakkan Zion di pangkuannya.  “Aku datang ke sini untuk mengambil gaun pesanan mama.  Dia akan mengomel dari pagi sampai malam jika aku belum mengambilnya.”

“Alasan!” jawab Georgina.  Dia juga ikut duduk di depan Gabriel dan Zion, lalu meminta salah satu karyawannya untuk menyiapkan kopi.  “Aku akan mengirim gaun ibumu siang ini, tapi kenapa kau harus datang sekarang?”

“Aku datang untuk menemui putraku,” jawab Gabriel dengan ekspresi santai.  Dia seakan tidak memiliki beban ketika mengatakannya.

“Mau,” ucap Zion ketika jarinya hampir menjangkau gelas kopi Gabriel. 

“No, boy! Kopi belum bisa masuk ke perutmu.  Bagaimana kalau kamu makan cookies saja?” Gabriel menawarkan camilan yang ada di piring kecil, tepat di samping gelasnya.

“Mau cookies,” tangan Zion ingin meraih piring kecil di atas meja, dan Gabriel membantunya.

“Bilang apa, Zi?” tanya Gina.  Dia harus mengajarkan tata krama kepada putranya sejak dini.

“Terima kasih, Papa.”

“Good boy!” Gabriel mengusap kepala Zion.  Gina tidak bisa melarang kedekatan mereka karena Gabriel ada sejak bayinya masih berusia dua bulan.  Ketika itu, Gabriel sedang mengantarkan kakaknya untuk memeriksakan keponakannya kepada dokter anak.  Tak sengaja dia bertemu dengan Gina dan Zion di kursi antrean.   Sejak itu mereka menjadi teman baik, bahkan Gabriel tahu tentang status Georgina sebagai single parent.

“Oh iya, Gi.  Sebenarnya aku punya tujuan lain.  Aku mendapatkan undangan bisnis dari teman lama.  Aku membutuhkanmu sebagai pasanganku.”

“Tidak bisa!” Georgina buru-buru menolak sebelum Gabriel memberikan alasannya.

“Kamu yakin? Salah satu tamu yang diundang adalah Tuan Hagai.”

“Hagai Brown?” tanya Gina.  Dia sangat mengidolakan orang tersebut.  Hagai Brown adalah seorang fashion designer ternama, bahkan produk rancangannya akan mencapai nilai fantastis dan hanya kalangan atas yang bisa membelinya.

“Ya, Hagai Brown.  Aku berencana akan memperkenalkan kamu dengannya.  Bagaimana? Apa kau akan menolak ajakanku?”

“Tentu saja tidak! kapan acaranya?” tanya Gina tanpa berpikir lagi.  Mungkin ini akan menjadi pertemuan pertama dan terakhirnya dengan Hagai Brown.  Georgina tidak akan mengabaikan kesempatan langka yang menghampirinya.

Gabriel begitu senang ketika Gina mau untuk menjadi pasangannya.  “Hari Sabtu.  Aku akan menjemputmu jam lima sore,” jawab Gabriel.  Binar kebahagiaan di matanya tak dapat disembunyikan.  Dia benar-benar bahagia sekarang.  Gabriel berencana akan mengajak Gina kencan setelah acara tersebut.

***

Asisten pribadi Joel masuk ke ruangan dan dia mengingatkan bosnya tentang undangan dari salah satu rekan bisnis.  “Acaranya hari Sabtu, Tuan.  Jika Anda ingin datang, saya akan memesan tiket untuk Anda,” ucap Raisa.

“Kamu pesan tiket pergi saja! Saya belum tahu akan kembali kapan.  Sudah sangat lama saya tidak liburan, saya akan memanfaatkan kesempatan ini untuk beristirahat,” titah Joel.  Hampir enam bulan dia tidak pernah cuti, bahkan dia tidak pernah mampir ke bar untuk minum.  Kehidupannya benar-benar dikuasai oleh pekerjaan sejak dua tahun yang lalu.  Dia merasa kesepian namun tidak memiliki keinginan untuk mencari kekasih.

“Baik, Tuan.  Saya akan mengambil penerbangan Jumat sore agar Anda bisa istirahat di malam harinya.”

“Terima kasih, Rai.”

Raisa meninggalkan ruangan, dan detik kemudian ponsel Joel berbunyi.  “Ada apa, Zach?” Joel bertanya kepada pria yang sempat menjadi saingannya tiga tahun yang lalu.

“Masih sibuk? aku ingin mengajakmu ke bar.  Kau tahu, kan? istriku tidak akan mengizinkanku pergi tanpamu.  Dia khawatir aku tidak bisa mengontrol minumanku.”

“Kalau tidak bisa mengontrol, kenapa kau harus ke bar? Di rumahmu sudah ada mini bar dan kau bisa bersenang-senang dengan Chesa di sana.”

“Chesa membawa anak-anakku liburan ke pantai.  Aku kesepian di rumah.”

“Ch! Kau mencariku hanya saat kau kesepian saja.  Pasti istrimu sedang bersenang-senang di sana.  Seharusnya kau menyusul ke sana.”

Zachary yang sedang sibuk di kantor tiba-tiba memiliki ide.  “Kau benar! Lebih baik aku menyusul mereka daripada aku ke bar.  Terima kasih nasihatnya,” ucap Zach sebelum mengakhiri panggilannya secara sepihak.

“Chesa dan Zach sudah bahagia dengan kehidupannya sendiri.  Seharusnya aku juga mendapatkan kebahagiaanku tapi kenapa aku merasa sangat kesepian sekarang.  Aku seperti kehilangan sesuatu tapi aku tidak tahu itu apa,” ucap Joel setelah meletakkan ponselnya di atas meja.

Avaya0627

Saya punya karya tamat juga, judulnya YOU ARE MY BRIDE

| Like

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status