Share

TEROR BERDARAH MELLANI
TEROR BERDARAH MELLANI
Author: UMMA LAILA

BAB-1 MELLANI

Teng … teng … teng ….

Suara bunyi jam menunjukkan angka sebelas.

"Woy Mella, mabok lo ya? Udah jam sebelas malam tuh, lo nggak pulang?" Seorang perempuan dengan gaun seksi dan potongan leher V dan rendah yang membuat belahan dadanya yang di atas rata-rata terpampang jelas siap memanjakan mata lelaki hidung belang.

Tangan kanannya perempuan itu memegang segelas red wine yang warna merahnya serasi dengan polesan lipstik pada bibir perempuan seksi tersebut. 

"Nanti lah gampang, Sha. Lagian nanggung amat masih juga jam sebelas malam, nanti lah jam dua belas malam sekalian, lagian partynya juga belum selesai, kalian ngusir gue? Gitu?" Gadis cantik dengan dress hitam selutut tanpa dengan dan aksen renda minimalis tapi terkesan elegan dan misterius menatap gadis yang tengah mengajaknya berbicara itu.

Bibirnya yang terpoles lipstik warna pink soft yang di ombre dengan warna mera dara memberikan kesan lembut tapi menantang sekaligus menantang tapi lembut.

"Yaelah, sensitif amat kamu jadi anak. Gue juga cuma bercanda kali, Mel. Ya sudah, Mell. Gue pulang dulu lah, udah males gue, bosen." Perempuan bernama Sasha itu menghabiskan minuman yang ada di tangannya dan meletakkan gelas kosong tersebut di sembarang meja yang ada di sampingnya.

"Alasan aja lo, Sha. Lo mau cek in kan lo, alasan gak mutu banget." Mellani berdecih sambil melipat tangannya di dada seolah menghina alasan Saha yang tidak mutu itu.

"Ye, iri bilang bos, lagian kemana sih si Bagas cowok lo, tumben lo party sendirian?" Sasha mencari keberadaan pasangan dari perempuan yang sejak tadi dirinya ajak bicara.

Mellani hanya menggerakkan bahu pertanda dia tak tahu di mana keberadaan Bagas, pacarnya itu.

Biasanya Bagas tidak pernah cuekin dia seharian, sebesar apapun amarah Bagas ke dia, pasti tidak lama.

Apalagi kalau sudah drama Mella menangis, sudah pasti Bagas langsung luluh.

Tapi entah kenapa sudah tiga hari Bagas menghilang, tidak kelihatan batang hidungnya.

“Ya udah, mell. Dompet berjalan ue sudah datang. Bye ….” Sasha berbisik di telinga Mellani. Aroma alkohol menyeruak dari bibir seksi wanita tersebut.

“Terserah!” Mellani pn hanya menanggapi acuh.

"Ha-ha-ha. Bye, Mell! Gue pulang dulu." Sasha temannya melambaikan tangan kanannya, sementara tangan kirinya sibuk menggandeng mesra David, pacarnya atau lebih tepatnya gudang uangnya.

David sebenarnya sudah punya istri, Mellani tau alasan kenapa David mau jalan sama Sasha.

Tak lain dan tak bukan karena body Sasha yang memang aduhai.

Mellani tidak menampik kalau Sasha begitu menggoda, dirinya saja sebagai wanita iri sekaligus terpesona. Tubuh ideal, bibir seksi, otak cerdas yang sayangnya kecerdasannya justru digunakan untuk merayu para lelaki hidung yang menjadi sumber uangnya.

Hanya saja Sasha dengan sifat hedonisme, sehingga dia begitu mendewakan uang.

Asal kaya dia tak peduli, mau tua, muda, istri orang ataupun perjaka asal kaya pasti Sasha jadikan target uangnya.

Belum lama ini, sebelum Sasha jalan dengan David, dia sempat bersama kakek tua pemilik tambang batubara.

Tapi si kakek mati overdosis di hotel waktu check in dengan Sasha, dan hal itu jadi trending topik di dunia maya, untungnya si Sasha waktu itu berhasil kabur setelah melobi polisi. Entah bagaimana caranya Mellani pun tak paham.

Sasha terlalu berbahaya baginya.

Maka dari itu Mellani menjaga jarak dengan Sasha, tak terlalu dekat dan tak terlalu jauh.

"Dasar jalang." Mellani Mengumpat.

Ponselnya bergetar, ada nomor asing masuk.

Mellani malas menanggapi, dia biarkan panggilan itu berakhir dengan sendirinya.

"Gue pulang ajalah, males di sini sendirian." Mellani bermonolog dengan dirinya sendiri. Lalu membawa dirinya ke arah pintu keluar.

"Mell, tunggu! Lo mau pulang? Gue anter ya."

Mellani menghempaskan bahunya dengan kasar saat tahu siapa yang menyentuhnya, Jonathan.

Pria playboy yang sok tajir dan sok ganteng hanya karena bapaknya seorang anggota dewan.

"Sorry, Jo. Gue udah pesan taksi."

Mellani melenggang pergi, malas menanggapi rayuan Jonathan yang baginya murahan.

Tidak semua wanita mau dirayu dengan uang, jangan samakan dirinya dengan wanita-wanita lain yang pernah dia cicipi di ranjang hotel, termasuk jangan samakan dia dengan Sasha.

Bagi Mellani, walau dirinya diberikan kebebasan oleh orang tuanya, keperawanan adalah hal yang harus dijaga.

"Sombong banget lo, Mell. Tunggu aja sampai gue bisa dapetin lo!"

Jonathan menatap nyalang kepergian Mellani. Baginya semakin susah didapat akan semakin membuat dirinya tertantang.

"Ditolak lagi bro? Udahlah bro, lo menyerah aja. Si Mellani itu beda sama yang lain." Lelaki yang seumuran Jonathan tertawa melihat ekspresi wajah lelaki yang baru saja ditolak oleh Mellani itu.

"Diem lo! Udah jangan ikut campur urusan gue, tuh si Desi udah nungguin loh. Udan teler dia, udah loh kasih apa minumannya. Cara lo dari dulu emang licik, gak pernah berubah."

"Yoi, gue cabut dulu bro. Mau eksekusi dulu." Galang tertawa renyah.

"Jangan lupa pakai kondom, Lang. Biar gak berabe? mau lo jadi papa muda!" Jonathan tak mau kalah.

Dia Galang, sebelas dua belas dengan Jonathan. Sama-sama brengsek dan suka mempermainkan perempuan.

Galang nampak tak peduli dengan ocehan Jonathan. Dia sibuk memapah Desi yang sudah tak berdaya agar masuk ke dalam mobilnya.

Sementara itu Mellani di dalam taksi hanya melamun memikirkan pacarnya, Bagas.

Ponselnya berbunyi kembali.

Merasa terganggu dia pun mengangkat panggilan teleponnya.

Dia akan memarahi si penelpon, hitung-hitung melampiaskan rasa marah dan kecewa yang kini dia rasakan.

"Hello....!"

Tak ada suara yang menyahut. Tetapi terdengar suara seperti radio rusak.

"Hello...eh brengsek, ngapain lo telepon gue, mau cari mati lo hah!"

Bunyi radio rusak lagi-lagi yang mendominasi.

Saat Mellani hendak membuka mulutnya, panggil di ponselnya  sudah mati.

"Dasar gila!"

Entah kenapa emosinya tidak stabil, biasanya dia paling bisa mengontrol emosinya.

Tapi beberapa hari ini semenjak Bagas hilang kontak dengannya, dia menjadi cemas.

Perasaannya mengatakan jika telah terjadi sesuatu hal yang buruk dengan kekasihnya itu. Firasatnya jarang meleset.

Sesampainya di rumah, Mella hanya mendesah pelan, kosong.

Rumahnya selalu hening.

Ibunya sibuk shopping, ayahnya sibuk kerja sambil bermain dengan selingkuhannya.

Tapi anehnya mereka masih tetap berumah tangga, jika tidak harmonis kenapa tidak bercerai saja.

Orang tuanya hidup di dunia mereka masing-masing.

Termasuk Mellani, hidup dan tumbuh dalam dunianya sendiri.

Mellani merebahkan tubuh yang amat letih di ranjangnya.

Saat mata lentiknya hendak tertutup, kembali hpnya berbunnyi.

Geram, Mellani langsung mengangkat panggilan ponselnya, dan suaranya tercekat saat tau siapa yang menelpon

"Mellaa...."

“Mellaniii ...."

"Ka—mu." Suara Mellani terputus-putus karena panik.

"Me-lla-ni ...."

Aaarggt ....

Mella menjerit saat melihat foto yang dia terima sesaat setelah panggilan telepon asing mengirimkan banyak pesan ke ponselnya.

"Bagas, no!"

Mellani pingsan bersamaan dengan suara terakhir si penelepon misterius.

"Ikut aku ke neraka, Mellani ...."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status