Share

TAKE ME HOME
TAKE ME HOME
Penulis: Nyes_kenyes

Prolog

Setelah menunggu berminggu-minggu akhirnya aku, yang sering disapa Azkia itu diizinkan untuk pindah tempat kerja. Di mana aku sudah mendambakan kerja di kota kecil yang tidak jauh dengan desa-desa yang kenal dengan tradisi tertentu. Ya, aku dipindahkan di Majalengka Kulon, lebih tepatnya masuk gang dekat dengan SMA Negeri 1 Majalengka  

Saat hari pertamaku di Majalengka, aku disambut dengan sangat baik oleh tetangga setempat. Banyak tetangga yang datang hanya untuk menyapaku sambil membawakan makanan enak secara gratis. Setelah melewati hari-hari tanpa curiga, tak sengaja aku melihat tetangga sebelahku dari jendela rumah, yang bersifat aneh. Wanita itu jarang menyalakan lampu dan sering menggunakan lilin untuk penerangan di rumahnya. Namun saat aku sedang menatap wanita itu, tiba-tiba ponselku berbunyi. Ada notifikasi bertuliskan “Mama”

“Pulang, Nak. Mama mau kenalkan pada bapak Rohani, di gereja Mama,” ucap mama dari balik ponsel.

“Sudah berapa kali aku memperingatkan pada Mama? Aku tidak akan pulang sampai Mama meninggal!” sahutku dengan sedikit membentak.

“Tapi, Za–“

Panggilan telepon sudah tak terhubung lagi karena ulahku.

Lalu aku melanjutkan pandanganku lagi, namun rumah di samping terlihat sangat gelap. Merasa sedikit merinding, aku langsung lari menuju kamarku, lalu menutup seluruh tubuhku dengan selimut.

“Apa dia tahu kalau aku sedang mengintip? Kalau dia ke sini bagaimana? Ah, sialan ...!” gumamku sambil duduk melingkup (dagu menempel pada dengkul). Kedua tanganku memegang ujung jari kaki dengan sedikit bergetar.

Tok tok tok

“Siapa sih pagi-pagi sudah ketuk pintu?” gumamku sambil menggeliat di atas ranjang, seperti cacing kepanasan. Kemudian aku membuka selimut yang membalut tubuhku. Kaki kiriku mulai turun lebih dulu dan diikuti dengan kaki kanan.

Lalu aku berjalan keluar kamar menuju pintu depan sambil mengikat asal rambutku. Sebelum membuka pintu, aku mengintip dari balik tirai. Terlihat sedikit gelap dan tidak ada siapa pun di luar sana.

“Ini jam berapa?” gumamku sembari menoleh ke arah jam dinding yang ada di tembok sebelah kiri.

Aku terkejut bukan main. “Apa enggak salah mataku ini? Ini masih jam dua pagi, kenapa ada orang iseng sih?” omelku dengan wajah kesal. Kenapa harus menuruti orang iseng, mending balik ke kamar dan tidur lagi.

Saat tubuhku mulai berbaring di atas ranjang dengan nyaman, bahkan tidak mau pindah tempat lagi. Namun yang namanya orang usil ya tetap usil.

Tok tok tok

Pintu depan diketuk lagi dan lagi, bahkan kali ini lebih keras dari yang pertama.

“Mending aku tidur daripada meladeni orang jail!” gumamku lagi, lalu mulai memejamkan kedua mataku. Tapi nyatanya gagal.

Mau enggak mau, aku harus keluar rumah dan menemui orang yang telah berulang kali mengetuk pintuku.

Kriet

Pintu pun terbuka dengan lebar, tapi aku tak menemukan seorang pun di hadapanku bahkan di sekelilingku tidak ada siapa-siapa. Namun saat aku mulai membalikkan badanku, ada yang menahanku dengan memegang pundak kiriku. Spontan aku langsung menoleh dan ternyata ...

“Hai, maaf mengganggu ya, tadi sore aku belum sempat ke rumahmu untuk menyambutmu. Perkenalkan nama saya Fidelya, panggil saja Adel,” ucapnya sambil mengulurkan tangan kanannya.

Rasa takutku pun mulai menghilang ketika melihat senyumnya, terutama saat mengetahui bahwa orang iseng itu terlihat sangat baik. Lalu aku mulai menerima uluran tangannya dan menjawab. “Bukannya kamu tetangga sebelahku? Ini kan rumahmu?” Aku menunjuk rumahnya dengan jari telunjukku. Dugaanku benar, orang ini memang aneh. “Hai Adel, namaku Azkia. Oh ya jangan terlalu formal denganku. Yuk masuk ke rumah, enggak enak ngobrol di luar begini, apalagi masih gelap,” imbuhku sambil menggandeng tangannya untuk kubawa masuk.

Tapi Adel menolak terlebih dahulu. Dia memilih pergi meninggalkanku tanpa pamit.

“Ah, dasar orang jahil!” gumamku sembari masuk ke dalam rumah, lalu menutup pintu. Tak lupa juga aku menguncinya.

Klik Klik

Bahkan sampai dua kali penguncian, karena katanya di sini banyak sekali perampok, jadi harus ekstra hati-hati atau berjaga-jaga.

Kemudian aku masuk lagi ke dalam kamarku lalu merebahkan tubuhku dengan nyaman. Kedua mata pun mulai terlelap.

*** *** ***

Cuit cuit kukuruyuk ...

Suara burung dan ayam pun mulai terdengar bersahut-sahutan, itu tandanya matahari mulai semangat naik ke atas dan makin semangat lagi.

Sinarnya mulai menembus jendela kamarku dan mengenai kedua kelopak mataku dan juga dahiku. Mau tidak mau aku harus bangun, apalagi hari ini jadwalku sangat sibuk, bahkan lebih sibuk dari sebelumnya, karena dipindahkan ke kota kecil bukan mengurangi beban, tapi malah menambah beban. Di mana karyawannya hanya sedikit dan pengurusnya juga sedikit, jadi harus ekstra tenaga.

***

Aku mulai bersiap-siap untuk pergi ke kantor, tapi sesudah mandi, bukannya pakai make up, aku malah sibuk membereskan kamarku, karena kebersihan rumah lebih penting dibandingkan kecantikan wajah.

Waktu terus berjalan, tanpa terasa waktuku untuk pergi ke kantor tinggal sepuluh menit, aku langsung mengambil tas dan berkas-berkas penting, lalu berlari tanpa memikirkan yang lainnya. Pikiranku hanya tertuju pada “sampai kantor tepat waktu”.

Aku tak peduli dengan apa yang kutumpangi saat ini, intinya harus sampai tepat waktu.

“Pak, makasih ya, ini ongkosnya!” Aku menyerahkan beberapa lembar uang untuk ojek yang kutemui di pinggir jalan. Lalu aku langsung masuk ke kamar tanpa memedulikan sesuatu.

Saat tiba di dalam kantor, banyak mata yang memandang ke arahku. Mungkin karena aku telat di hari pertama kerja setelah dipindahkan. “Maaf ya, aku telat banyak,” ucapku sambil dengan sedikit memohon.

“Maaf, Bu. Ta–tapi ...,” ucap salah satu karyawan sambil menahan tawa.

“Ada ap–“

“Maaf, Bu. Helm saya?” Sopir ojek itu mengagetkanku dengan kehadirannya yang tiba-tiba.

“Oh iya ....” Aku langsung melepaskan helm dan pergi begitu saja karena tak sanggup menahan malu.

***

Jam kerja pun berakhir, kini waktunya aku pulang. Sebelum pulang, aku mampir ke penjual makanan, karena belum menimbun bahan masak di rumah. Tak lupa juga aku mampir ke minimarket yang tak jauh dari depan gang.

Setibanya di depan rumah, aku terkejut dengan apa yang kulihat. “Siapa yang masuk?” ucapku, lalu berlari ke dalam tanpa memperhatikan siapa pun, intinya aku ingin tahu barang apa yang bakalan di ambil. Tapi anehnya, tidak ada satu pun barang yang hilang.

Namun saat aku balik ke ruang tamu, kedua bola mataku hampir copot. “Apa yang kamu lakukan di sini?” tanyaku tak percaya dengan apa yang kulihat.

“Hari Minggu ikut aku ke gerejaku ya? Di sana banyak mukjizat,” sahut Adel sambil memegang buah apel di tangan kanannya.

INGIN TAHU KISAH SELANJUTNYA, YUK PANTENGIN TERUS!!!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status