Share

Curiga

Saat Zidan pulang, ia sudah melihat istrinya menangis. Buru-buru pria itu menghampiri Zidny dengan perasaan cemas. 

"Zid, kamu kenapa?" tanya Zidan. 

"Ngg--nggak pa-pa, kok, Mas." 

"Kamu ... ingat Nenek lagi, ya?" 

Walaupun bukan itu penyebab sebenarnya Sansan menangis, tetapi ia benarkan saja, agar Zidan tidak curiga. 

"Ya udah, jangan sedih lagi, ya," ucap Zidan merengkuh badan istrinya itu ke pelukan. 

"Baksonya mana?" tanya Sansan, karena Zidan masuk kamar tanpa membawa apa pun. 

"Ada di dapur. Nggak mungkin aku bawa ke kamar. Ya udah, ayo makan dulu," ajak Zidan. Tangannya menyeka air mata istrinya yang masih berbekas di pipi. 

"Penjualnya botak, kan?" tanya Sansan memastikan. 

"Iya, botak. Nih, fotonya." Zidan memperlihatkan foto penjual bakso tadi yang sudah berkepala botak. 

"Ih, kamu hebat!" Sansan berbinar-binar. Aneh sekali ngidam istrinya itu. 

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status