Shelomitha menangis ia terharu ternyata cinta bisa membuatnya kuat, kuat untuk menjalani proses yang ia takuti berjalan lancar. Besoknya masih setia Arya menunggu istrinya. "Dokter kapan boleh pulang?" tanya Arya pada sang dokter."Hari ini boleh pulang, Ibu Mitha juga sudah sehat, bayinya juga sehat jangan lupa asinya ya Ibu diberikan." "Iya, dokter." Shelomitha dituntun Arya menuju mobil, sedangkan anak kecilnya digendong Mama Wulan. Mobil melaju menuju rumah Mereka, selang tiga puluh menit mobil sudah terparkir di halaman rumah. Arya menuntun sang istri di kamar baru untuk si kecil dan Shelomitha."Mas, ini bagus banget kamarnya, Makasih ya?" tanya Mitha pada suaminya."Sama-sama sayang, aku gak tega kalau di kamar atas, takut nanti kamu jatuh." Arya mendisain kamar begitu bagus, tempat tidur besar dan box untuk sikecil. Dan ranjang besar untuknya dan istrinya, dengan motif biru. Arya berjalan masuk kamar melihat Shelomitha sedang belajar menyusui sikecil, Arya mengecup kenin
Shelomitha duduk menyusui baby Yusuf di kamarnya sambil menunggu video call-nya pada suaminya Arya di terima. Karena ada sesuatu yang harus Shelomitha bicarakan. "Assalamu'alaikum, sayang," ucapan salam terdengar bersamaan dengan munculnya wajah tampan Arya yang tersenyum seperti biasa."Wa'alaikumsalam. Mas, sudah sampai kantor?""Ya, sudah sejak tadi. Kenapa sayang?""Ada file ketinggalan ini di rumah, penting ngak ini, Mas?'Hening. Shelomitha hanya menatap wajah suaminya yang ada di layar ponselnya. Orang yang selalu bisa membuatnya tenang. Sementara Arya masih sedikit sibuk menatap layar laptopnya. "Tidak, sayang, itu buat meeting besok." "Oh, begitu."Shelomitha senang menatap wajah suaminya itu, entah baru saja berpisah ia sudah sangat rindu. "Ada lagi sayang yang mau dibicarakan.""Tidak, hanya rindu.''Arya tersenyum di balik layar ponsel milik Shelomitha. "Sama dong."Shelomitha masih diam. Ia sibuk menyusui Yusuf sesaat ia menangis. "Ok. Yusuf nangis. Sudah dulu ya, M
a few full moons laterKeluarga besar Arya dan Bramantyo, begitu antusias ingin berkunjung di Gunung Tangkupan Perahu tempat wisata terkenal di Jawa Barat, tempat wisata Legenda Sangkuriang. Arya lagi ada tugas di Bandung sekalian semua ikut liburan karena sekalian, weekend bersama keluarga tercinta. "Fino sakit, aku gak jadi ikut ya, Arya.''"Iya, baiklah next time kita ngumpul lagi. Semoga cepat sembuh, Fino. Mas.''''Aamiin.""Titip Sultan dan Mama saja ya.''"Hu um, beres, Mas."Semua sudah siap berangkat ada Sultan, Raka, Rania, Yusuf dan Senja anak bungsu Shelomitha dan Arya. Satu keluarga besar berkumpul mempersiapkan liburannya.Mobil disewa dan meluncur menuju lokasi tempat wisata, udara yang sejuk dan asri tentunya, serta banyak pohon tinggi menjulang. Membuat mereka takjub dengan pemandangannya, mereka langsung bergegas berjalan menuju area dimana rasa penasaran mereka akan cerita legenda Sangkuriang. Seorang anak yang mencintai Ibu kandungnya.Perjalanan hampir enam jam.
"Mas, aku hamil apa yang harus aku lakukan? Bagaimana jika, Mbak Mitha tahu kalau aku mengandung anakmu, Mas," ucap perempuan yang berada di dekapan pria bertubuh kekar itu."Gugurkan saja! Aku tidak mau, Mitha tahu tentang perselingkuhan kita, kau tahu betapa aku sangat mencintai kakakmu itu.""Mas, ini enggak adil buatku, ini anak kita, darah daging kita, Mas." Pekik wanita itu. Siska menahan gejolak emosi yang kian meledak kapan saja. "Ini kesalahan, Siska tolong mengertilah posisi ku adalah suami dari kakakmu." Bram seraya melepaskan dekapannya. "Akan aku siapkan beberapa uang, cukup diam dan gugurkan anak itu! Aku tidak mau berpisah dari Mitha.""Mas sungguh tega." Siska menangis histeris. "Selama ini, Mas hanya memanfaatkan aku, kau hanya menyalurkan hawa nafsumu ketika Mbak Mitha sedang nifas.""Kau pun tahu itu, bukannya dari awal kau yang menggodaku? Apa kau lupa di dunia ini hanya ada satu nama di hatiku yaitu Shelomitha." "Astaga, Mas sungguh tega."Bram melemparkan lem
Shelomitha terjaga dari tidurnya, kepalanya begitu berat, perlahan ia membuka mata melihat suaminya telah tidur di sampingnya. Semalam hampir jam satu malam Shelomitha baru bisa memejamkan mata. Saat itu pun suaminya belum juga pulang. Ia menatap sekilas wajah Bramantyo yang tertidur memeluk dirinya. Perlahan Shelomitha mengangkat tangan lalu menaruhnya ke atas guling. Shelomitha beringsut menuju kamar mandi. Selesai ia ke dapur membantu Simbok memotong sayuran, wortel juga kentang juga gubis. Menaruhnya di wadah yang bersih. Kali ini Bibi akan membuat sop request dari anak-anak. Simbok memasukkan sayuran ke dalam panci yang sudah mendidih, lalu memasukkan sayuran. Sedangkan Shelomitha menggoreng ayam juga bakwan jagung. Selesai Shelomitha mematikan kompor, lalu seperti biasa berjalan menuju kamar Raka dan Rania membantunya mengenakan seragam. Selesai Shelomitha naik ke kamar atas menemui suaminya yang masih tertidur. "Mas, bangun ini sudah siang lo."Bramantyo menggeliat, mengucek
Mbok Darmi beserta Raka ke rumah sakit. Mbok Darmi begitu cemas karena sejak kecil ia belum pernah melihat, Shelomitha seperti ini. Ia takut kalau terjadi apa-apa dengannya. Sang Ibu menitipkan ke pada dirinya, Simbok lalu masuk ke ruangan dimana Shelomitha di rawat. Simbok melihat keadaan Shelomitha yang masih down. Pandangannya kosong hanya air mata yang mengalir di pelupuk kedua netranya."Non, Mitha ...."DiamHening "Non, Mitha ...." Mbok Darmi memegang tangannya. Shelomitha mengusap air mata, lalu menoleh ke arah Mbok Darmi. "Iya, Mbok.""Non, apapun masalahnya ingatlah ada, Allah juga, Den Raka juga Non Rania yang masih membutuhkan, Non. Mbok enggak harus tahu masalahnya tapi tolong, Non. Sabar, Iklas masih ada Gusti Allah yang ada membantu kita." Nasehatnya. "Mbok, aku butuh pelukan, Mbok Darmi.""Sini ...!" Simbok Darmi memeluk Shelomitha yang sudah ia anggap sebagai anaknya sendiri.Arya dan Dewi juga Raka hanya memperhatikan, Arya semakin yakin ada sesuatu antara kakakny
Shelomitha dibantu Dewi memasuki kamar baru, tepat di samping kamar mereka dulu. Shelomitha duduk di sisi ranjang berusaha merebahkan tubuhnya. Putri membantu menumpuk bantal biar agak tinggi, ia lalu membaringkan tubuh Shelomitha degan pelan. Shelomitha memandangi langit-langit yang bercat putih di atas, sesaat ia berusaha memejamkan mata, namun rasanya mata ia enggan terpejam. "Istirahatlah, Tha. Kau butuh menenangakan diri." Dewi seraya menarik selimut menutupi tubuh Shelomitha. Shelomitha mengangguk pelan. "Iya kau benar. Terima kasih buat semuanya, Dew."Dewi tersenyum lembut. "Apa sih yang enggak buat kamu." Dewi membetulkan selimut karena masih terlihat kaki Dewi. Shelomitha menoleh ke arah jendela terlihat pepohonan meliuk-liuk. Alunan suara itu masih terdengar indah tatkala angin meniupnya dengan kencang dari balik jendela. Ada buih gelombang rindu menyeruak dalam kabut tipis, air mata tak terasa menggenang lagi di pelupuk mata Shelomitha. "Dew ...."Dewi menarik napas be
Rembulan bersinar di waktu malam, bulan mengantung separuh diatas sana hanya terdengar suara bising pabrik dan suara lalu lalang kendaraan. Mitha duduk dibalkon atas, ia memandang bintang, berharap jika menjadi sinar untuk kedua buah hatinya. Shelomitha meneguk teh hangat buatan Simbok, berharap jika sakitnya akan sedikit menghilang. Penghinaan Bramantyo masih sangat membekas di hati.Serendah itukah cinta dan ketulusan Shelomitha di matanya? Ah, betapa bodohnya Shelomitha yang percaya begitu saja dengan omong kosong cinta! Ya empat tahun dia bermain skandal dengan adiknya. Shelomitha menangkupkan jaket di badan, angin berhembus begitu kencang hingga membuat Shelomitha menggigil kedinginan. Shelomitha beranjak bangkit berjalan menutup pintu balkon lalu masuk ke kamar, ia berbaring di atas ranjang king size, rasa ngantuk menyerang mungkin karena pengaruh obat yang ia minum. Sementara Bramantyo masih di kantor ia sibuk dengan tugasnya, selesai mengerjakan file ia beranjak pulang. Bram