"Lepaskan aku! Tolooong ...!" Shofi menjerit, meronta-ronta meminta belas kasihan pada kedua berandalan yang telah dikuasai nafsu itu.
"Emmmhhh! Emmmhhh!" Mulut Shofi pun dibekap oleh tangan berandal bertubuh kurus, tangan satunya lagi memegang tangan Shofi. Shofi terus meronta, matanya terbelalak saat tangan berandal bertubuh gemuk mulai merobek paksa bajunya lalu di buang ke lantai. Shofi semakin takut air matanya tiada henti mengalir.
Saat berandal bertubuh gemuk akan melepaskan celana panjang yang dipakai shofi tiba-tiba muncul seorang laki-laki mengenakan jaket kulit dengan gerakan lincah dan cepat menarik tangan berandalan bertubuh gemuk. Lalu bogem mentah pun mendarat di pipinya.
"Kalian cari mati, hah? Beraninya menyentuh wanitaku? Tinju dari Yudha mendarat di perut berandal bertubuh kurus. Yudha menghajar kedua berandalan itu dan dalam waktu singkat kedua pemabuk itu pun terkapar.
"jangan ... ampun!" Shofi gemetar ketakutan. Ia masih meringkuk memeluk kedua lututnya. mendengar langkah kaki yang semakin dekat ke arahnya.
"Ini aku, Yudha!"
"Tidak ...!"
"Jangan mendekat ...!" histeris Shofi
"Hei, Shofi ... Shofi, sadarlah!" Yudha mengguncang bahu wanitanya.
"Yudha ...?" Shofi kembali menangis.
Yudha melihat baju Shofi telah robek lalu melepaskan jaketnya dan memakaikannya pada Shofi.
"Yuk, kita pulang!"
Tanpa menunggu jawaban dari Shofi Yudha langsung menggendong wanitanya yang tampak tidak berdaya itu pulang ke rumahnya yang tidak jauh dari situ.
***
Senja telah tenggelam di gantikan oleh sinar rembulan yang penuh dengan kelembutan. Yudha menatap Shofi yang pingsan, ia tidak ingin meninggalkan Shofi sendirian di rumah. Sementara Nek Anum sedang membeli keperluan dapur.
Yudha merasakan hatinya pilu saat melihat kedua pergelangan tangan Shofi memar, pasti dia melawan denga seluruh tenaganya.
"Rio, sudah kamu amankan kedua brandalan itu?" tanya Yudha pada tamannya itu melalui gawainya.
"Sudah beres, Bos!"
"Bagus! Sampah masyarakat kayak gitu harus dibikin jera!"
"Siap, Bos!"
"Ti-tidaak!" Ja-jangaan!"
"Shofi! Shofi! Sadar, Shofi!"
"Jangan sentuh aku ...!"
"Jangan ... jangan...!" Shofi tersentak bangun dari pingsannya.
"Syukurlah, kamu sudah sadar," ujar Yudha yang duduk di samping kasur Shofi tampak kawatir.
"Pergi! Pergi! Menjauh dariku!" Shofi menutup seluruh tubuhnya dengan selimut. Badannya gemetar, ia menangis tersedu-sedu mengingat kejadian sore tadi.
Yudha semakin bingung, tetapi tidak tahu harus berbuat apa. Tak lama berselang, Nenek Anum pulang.
"Nenek, tolonglah Shofi, Nek!" Yudha tampak cemas.
"Shofi." Nek Anum menemui cucunya.
"Nenek! Aku takut! Aku takut!" Shofi memeluk Nenek Anum, Air matanya menganak sungai.
"Sudah! Sekarang sudah aman. Dua berandalan itu sudah ditangkap polisi. Sekarang makan dulu, lalu istirahat.
"Iya, Nek," lirih Shofi.
Nenek Anum meninggalkan Shofi di kamarnya dan menemui Yudha yang telah duduk di ruang keluarga.
"Bagaimana keadaan Shofi sekarang, Nek?"
"Sudah mulai tenang, dia shock dengan kejadian sore tadi."
"Iya, Nek, baiklah kalau begitu saya izin pamit dulu, Nek!"
Yudha mencium tangan tua itu dengan takzim, lalu meninggalkan rumah kontrakan Shofi.
Yudha paham kalau Shofi sedang trauma, ia hanya bisa berdoa semoga wanitanya itu segera kuat kembali.
***
Waktu berlalu begitu cepat tidak terasa sudah dua bulan dari kejadian yang menimpa Shofi dan ia pun mulai beraktivitas kembali, tetapi tidak bisa seperti sedia kala. Karena rasa takut dan was-was masih menghantuinya.
Pagi itu suasana kantin tampak sepi, hanya ada beberapa mahasiswi. Shofi yang mulai bekerja sedang menyapu.
"Pagi, Mbak," sapa seorang kurir.
"Pagi, Mas, ada perlu apa?" tanya Shofi.
"Ini ada paket untuk, Mbak Shofi. Tolong terima paketnya.
Alis perempuan bermata bening itu berkerut.
Shofi menerima paket bunga mawar merah segar yang tertuju untuknya.
"Wow, cantiknya, siapa yang ngirim, shof?" tanya, Bu Hani yang baru saja tiba.
"Siapa lagi kalau bukan si Yudha," sahut Shofi malas.
"So sweet," timpal, Bu Hani, yang dibalas dengan lirikan maut dari Shofi kepadanya tanda ia sangat kesel. Wanita paruh baya itu pun terkekeh.
Lima menit kemudian ....
"Apakah dengan Mbak Shofi?"
"Iya, saya sendiri. Ada apa ya Pak?"
"Ini, Mbak, ada pesanan sop ayam kampung untuk, mbak Shofi." Setelah menyerahkannya kepada Shofi, sang kurir pun pergi.
10 menit kumudian ....
Seorang kurir lain mengantar mawar warna Pink.
Delapan menit kemudian ....
Kurir berjaket hijau pula mengantar kue lapis legit ....
Selang 13 menit ....
Seorang kurir mengantarkan paket dari butik terkenal, terlihat dari merek yang tertera di kantongnya.
Shofi mulai kesel dengan perlakuan Yudha kepadanya yang memicu gosip di kampus. Tak berselang lama Yudha muncul bersama Rio, lalu ia membacakan sebuah pantun cinta untuk Shofi.
"Pohon jambu pohon manggis. Hanya satu pohon bidara. Walaupun di sana banyak gadis. Tetapi hanya Shofi yang kucinta."
Seketika wajah shofi bersemu merah antara geli juga kesel dengan bicinnya lelaki beralis tebal itu.
"Wow, so sweet!"
"Beruntungnya, Dia, ya!"
"Oh, yudha, manis banget."
Beberapa mahasiswi yang ada di kantin lebih awal mulai kasak kusuk, ada yang terdengar sampai ke telinga Shofi ada yang hanya berbisik-bisik.
Tanpa Shofi dan Yudha sadari ada sepasang mata di sudut kantin yang sejak tadi memperhatikan adegan manis mereka penuh dengan dendam dan kebencian.
Bersambung ....
Rio terkejut mendengar kata-kata yang barusan di ucapkan oleh Yudha. Sekian lama berteman, ia tahu Yudha bukanlah tipe laki-laki yang pandai merangkai kata apalagi kata-kata gombal. Yudha adalah laki-laki yang menjadi idola bagi setiap perempuan yang melihatnya. Alis tebal di atas manik mata berwarna coklat kekuningan, hidung mancung dan rahang yang tegas. Di tunjang dengan tinggi badan 187 cm selalu membuat para perempuan berakhir dengan pertikaian untuk memperebutkan seorang, Yudha."Eh, Bro, sejak kapan lu pandai gombal begitu?" tanya Rio terheran-heran.Melihat ekspresi Rio yang kebingungan seperti anak ayam kehilangan induknya, Yudha pun tertawa."Yudha, gitu loh," ucapnya bangga.Ternyata benar kata orang, cinta itu bisa mengubah orang lain. Buktinya, Yudha yang cool jadi bisa gom
Sesaat, Yudha melirik Shofi yang duduk bersebelahan dengannya. Shofi berpenampilan tidak seperti biasanya, kali ini ia mengenakan pakaian casual. Baju kaos berkerah Sabrina warna Dusty Pink di padukan dengan celana jeans yang diberi aksen robek dikit di bagian paha. Rambut panjang sepunggungnya diikat kuncir kuda dan ia juga mengenakan sneaker kesayangannya. Serta tidak ketinggalan tas selempang kecil.Suasana dalam mobil masih tetap hening. Shofi menoleh keluar jendela dengan perasaan bercampur aduk."Shofi!""Iya, apa!""Ternyata kamu begitu cantik!" Yudha tidak tahan untuk tidak memuji perempuan yang duduk di sampingnya."Dasar tukang gombal!"Yudha terkekeh, ia suka melihat wajah Shofi yang bersemu merah. Perempuan yang mengaku usianya lebih tua dari Yudha itu sama sekali tidak terlihat tua. Ia memiliki wajah Baby Face, kulitnya juga masih terlihat kencang dan segar. Dengan kostum casual seperti itu shofi malah terlihat seperti perempuan
Dalam ruangan berukuran empat kali empat persegi panjang, Shofi tentu saja bisa mendengar suara kasak kusuk yang terjadi di mushola bagian depan shaf laki-laki.Dengan sedikit menyibak kain berwarna hijau sebagai pembatas antara shaf laki-laki dan perempuan, ia melihat Yudha yang berkeringat dingin mengucur deras karena terkejut ditunjuk jadi imam salat magrib. Shofi menyeringai mengejek Yudha dalam hati ia membatin.'Rasain kamu, Yudha. Pasti kamu gak bisa mimpin sholat kan? Kita lihat saja, pasti kamu akan cari alasan untuk kabur.' Shofi tertawa bersama pikiran jeleknya, ia tidak sabar menunggu untuk mengejek Yudha nanti.Suara iqomat pun diserukan oleh seseorang jamaah laki-laki, tandanya makmum segera bersiap di shaf masing-masing salat magrib tiga rakaat akan segera di mulai."Bismillahirrahmanirrahim ....""Alhamdulillahirobbil 'alamin ...."Suara itu ... begitu merdu dan bersih, lagunya pun enak didengar. Siapa dia? Hati Shofi bergetar kencang
BrukkkSeketika Juven terjatuh, tinju dari Yudha sungguh keras."Bersikaplah sopan pada wanita, Bung!""Kurang ajar! Siapa kamu, hah? Berani ikut campur urusanku?" Juven mendengus kasar."Aku adalah calon suaminya! Kuingatkan sekali lagi, jangan berurusan dengan Shofi kalau tidak mau sengsara!" ancam Yudha. Shofi dan Ella terbelalak mendengar kata-kata Yudha."Beraninya kamu!""Kak, sudah Kak, ayo kita pergi!" Ella membawa Juven pergi dari area parkir masuk ke salah satu gazebo, sebelum melangkah ia masih menatap Yudha untuk sesaat. Dia masih memuja dan mengharapkan lelaki macho itu."Kamu, gak apa-apakan?""Tidak apa-apa, aku baik-baik saja"Yudha menarik tangan Shofi berjalan ke mobilnya. Yudha mulai membawa mobil dengan kecepatan sedang, suasana hening Yudha maupun Shofi tenggelam dalam pikiran masing-masing.Tidak lama kemudian mobil Yudha sampai di depan rumah kontrakan Shofi. Yudha turun dari mobil lalu
"Hallo, Cantik ...." Yudha menyapa perempuan di seberang telepon."Bagaimana keadaanmu di sana?" suara merdunya terdengar syahdu."Alhamdulillah ... tentu sangat baik, jangan kawatir, Sayang," ujar Yudha riang."Wah, sepertinya ada yang sedang berbunga-bunga hatinya, hem?""Ohh, biasa saja, kok.""Sungguh? Kalau begitu, aku akan segera pulang.""Serius, nih? Atau hanya PHP doang seperi tahun-tahun sebelumnya?" Ada nada kecewa dalam ucapan Yudha."InsyaAllah, lusa ... Cinta, akan pulang. Tentu, aku ingin sekali mendengar keseruan kisahmu bersama si Dia.""Wowowww.""Cepet banget nih isu tersebar sampai ke London, hem?" tanya Yudha dengan senyum sinisnya."Tentu, dong. Cinta ... gituloh."Yudha dan perempuan yang di panggil namanya Cinta itu tertawa bareng, tidak lama kemudia telpon diakhiri.Tidak buang waktu Yudha segera menelpon Rio, sahabatnya."Rio, kamu di mana? Segera jemput a
Yudha segera melepaskan tangan Shofi, lalu ia mengambil gawainya yang terletak di atas meja kantin dan menekan tombol berwarna Hijau."Assalamualaikum.""Waalaikum salam." Suara merdu terdengar dari seberang telepon."Ada berita apa pagi ini sudah menelpon diriku yang ganteng ini, Cintaku?" tanya Yudha, matanya sambil menatap wajah Shofi yang seketika berubah menjadi sendu."Besok jemput aku ya, Sayangku.""Sungguh! Cinta, akan pulang besok? Tidak sedang memberikan harapan palsukan?" Wajah Yudha tampak riang gembira, matanya berbinar. Senyum manis terukir jelas di sudut bibirnya, sementara Shofi telah kembali ke kasir."Iya, kali ini aku tidak akan mengecewakanmu lagi," ucap Cinta."Sampai ketemu besok, Cintaku." Sambungan telepon seluler dimatikan Yudha, lalu ia menenguk minumam yang telah dipesannya tadi hingga habis. Yudha bergegas meninggalkan kantin, hatinya diselimuti perasaan bahagia. Ryo pun menyusul Yudha setelah membayar semu
"Hei .... Tunggu!" Seorang pemuda berkaca mata tebal tampak berhenti di trotoar, napasnya begitu memburu. Ia terlihat ngos-ngosan kedua tangannya memegang lututnya lalu ia berdiri tegak sesaat kemudian kembali memengang lututnya."Dodi! Kamu gak apa-apakan?" Tiba-tiba, suara Yudha mengejutkan Dodi hampir membuat ia terjatuh. Dodi adalah si kutu buku, teman satu kelas Yudha."Sho ... Sho ...." Dodi terbata-bata, sambil menunjuk kearah jalan napasnya belum setabil dan dia punya riwayat penyakit asmah."Iya, Do, tenang dulu baru ngomong. Tarik napas hembuskan perlahan, Yudha mencoba mengajari Dodi sementara Ryo berada di kantin."Yuud, sho ... fi, di ... cu ... lik!""A-apa?""Siapa yang menculiknya? Pakai mobil apa? Ke arah mana mereka pergi?"Yudha mulai panik, melihat Dodi belum memberikan jawaban segera Yudha memekik Ryo."Ryo!" Suara Yudha bergema begitu kencang tak kalah dengan suara Guntur.Ryo Mendengar Yudha memekik nama
Mobil Avanza Hitam yang dikemudikan oleh para preman itu menyadari kalau mereka sedang dikejar mobil polisi. Mereka pun semakin mempercepat lajunya mobil. Saat lampu lalulintas dari warna kuning berganti ke warna merah mobil itu melesat menerobos dengan kencang."Sial! Kita kehilangan jejak mereka," ujar salah satu polisi.Sementara itu polisi yang duduk di sebelah segera memberikan informasi lewat alat khusus seperti radio kepada semua tim polisi yang bersiaga, "Dari tim 2, para penculik lolos menerobo lampu merah di titik 7."Yudha mendengar informasi itu dengan kecepatan tinggi mobil melaju menuju kejalan pintas, ia tahu jalan itu terhubung ke jalan utama di sebelah timur.Wusssh!Mobil melesat kencang membelah langit senja yang mulai gelap dan bergantian dengan sinar rembulan. Sampailah Yudha di titik persimpangan timur, Yudha memarkir mobilnya di samping sebuah bangunan kosong lalu ia mematikan mesin mobilnya."Yud, kok berh