Yudha segera melepaskan tangan Shofi, lalu ia mengambil gawainya yang terletak di atas meja kantin dan menekan tombol berwarna Hijau.
"Assalamualaikum."
"Waalaikum salam." Suara merdu terdengar dari seberang telepon.
"Ada berita apa pagi ini sudah menelpon diriku yang ganteng ini, Cintaku?" tanya Yudha, matanya sambil menatap wajah Shofi yang seketika berubah menjadi sendu.
"Besok jemput aku ya, Sayangku."
"Sungguh! Cinta, akan pulang besok? Tidak sedang memberikan harapan palsukan?" Wajah Yudha tampak riang gembira, matanya berbinar. Senyum manis terukir jelas di sudut bibirnya, sementara Shofi telah kembali ke kasir.
"Iya, kali ini aku tidak akan mengecewakanmu lagi," ucap Cinta.
"Sampai ketemu besok, Cintaku." Sambungan telepon seluler dimatikan Yudha, lalu ia menenguk minumam yang telah dipesannya tadi hingga habis. Yudha bergegas meninggalkan kantin, hatinya diselimuti perasaan bahagia. Ryo pun menyusul Yudha setelah membayar semu
"Hei .... Tunggu!" Seorang pemuda berkaca mata tebal tampak berhenti di trotoar, napasnya begitu memburu. Ia terlihat ngos-ngosan kedua tangannya memegang lututnya lalu ia berdiri tegak sesaat kemudian kembali memengang lututnya."Dodi! Kamu gak apa-apakan?" Tiba-tiba, suara Yudha mengejutkan Dodi hampir membuat ia terjatuh. Dodi adalah si kutu buku, teman satu kelas Yudha."Sho ... Sho ...." Dodi terbata-bata, sambil menunjuk kearah jalan napasnya belum setabil dan dia punya riwayat penyakit asmah."Iya, Do, tenang dulu baru ngomong. Tarik napas hembuskan perlahan, Yudha mencoba mengajari Dodi sementara Ryo berada di kantin."Yuud, sho ... fi, di ... cu ... lik!""A-apa?""Siapa yang menculiknya? Pakai mobil apa? Ke arah mana mereka pergi?"Yudha mulai panik, melihat Dodi belum memberikan jawaban segera Yudha memekik Ryo."Ryo!" Suara Yudha bergema begitu kencang tak kalah dengan suara Guntur.Ryo Mendengar Yudha memekik nama
Mobil Avanza Hitam yang dikemudikan oleh para preman itu menyadari kalau mereka sedang dikejar mobil polisi. Mereka pun semakin mempercepat lajunya mobil. Saat lampu lalulintas dari warna kuning berganti ke warna merah mobil itu melesat menerobos dengan kencang."Sial! Kita kehilangan jejak mereka," ujar salah satu polisi.Sementara itu polisi yang duduk di sebelah segera memberikan informasi lewat alat khusus seperti radio kepada semua tim polisi yang bersiaga, "Dari tim 2, para penculik lolos menerobo lampu merah di titik 7."Yudha mendengar informasi itu dengan kecepatan tinggi mobil melaju menuju kejalan pintas, ia tahu jalan itu terhubung ke jalan utama di sebelah timur.Wusssh!Mobil melesat kencang membelah langit senja yang mulai gelap dan bergantian dengan sinar rembulan. Sampailah Yudha di titik persimpangan timur, Yudha memarkir mobilnya di samping sebuah bangunan kosong lalu ia mematikan mesin mobilnya."Yud, kok berh
Yudha mengeluarkan aura membunuhnya, tatapan matanya dingin menusuk kejantung tiga preman di depannya. Seketika terasa beku dan membuat ciut nyali mereka. Rio menatap Yudha ngeri, karena belum pernah dia melihat Yudha begitu menyeramkan. Rio bergegas menuju ke arah Shofi dan melepaskan ikatan di tangan dan menutup badan Shofi dengan jaket yang Yudha berikan padanya. Seraaang! Suara Juven terdengar. Ketiga preman itu melompat ke arah Yudha bersamaan. Yudha dengan gesit dan lincah tentunya berkecepatan tinggi membuat tiga preman itu terkena pukulan bertubi-tubi dari Yudha. Melihat anak buahnya mulai kewalahan menghadapi Yudha, Juven segera kabur lewat pintu belakang. Ia masuk kedalam mobilnya, secepat kilat Juven menghilang. Sungguh pecundang! Tak butuh waktu lama ke-tiga preman itu terkapar di lantai tidak sadarkan diri. Yudha segera menghampiri Shofi, dan memeluk erat wanitanya itu. Tangis Shofi tidak terbendung lagi, badannya geme
Cuaca cerah di pagi hari yang begitu terasa indah oleh Yudha, hatinya yang mulai berdegub pelan terus berpacu cepat dan semakin cepat membuat ia tampak gelisah. Yudha, menitipkan Shofi pada Rio, dan meminta Rio untuk menjaganya. Sementara Yudha pergi menjemput Cinta.Kini, ia telah berada di bandara untuk menjemput cinta pertamanya, yang telah terpisah beberapa tahun terakhir ini. Sebelumnya, Yudha sempat pulang ke rumah untuk mandi dan berganti pakaian. Saat ini, ia terlihat begitu tampan dengan baju kaos warna putih dipadukan dengan celana jeans warna Hitam. Matanya yang tajam tertutup oleh kaca mata Hitam yang bermerk terkenal, ia semakin mempesona.Yudha berdiri di area arival, kedua tangannya ia masukkan kedalaman saku celana yang ada disisi kanan dan kiri. Tidak lama kemudian, dari kejauhan Yudha melihat seorang wanita cantik sedang menarik travel bag berjalan dengan anggunn
Setelah selesai makan Shofi kembali ke atas pembaringannya, Yudha menemani Shofi, ia duduk di sebuah kursi yang ada di samping tempat tidur Shofi dan menghadap ke arah shofi. Saat Shofi menoleh terlihat jelas lelaki macho itu sedang sibuk dengan gawainya. Baru kali ini Shofi melihat wajah Yudha dari jarak dekat, Shofi sungguh terpesona dengan ketampanan Yudha. Alis mata hitam dan tebal, matanya sedikit sipit dan tajam di tambah hidungnya yang mancung juga bibir yang tidak begitu tebal semakin memberi kesan dingin dan arrogant. Namun, kenyataannya sangat mengejutkan, Yudha bisa bersikap romantis pada Shofi. *Apa yang kamu lihat, hmmm?" tanya Yudha pada perempuan yang bergigi gingsul itu. "Eh ... ti—tidak ada kok," elak Shofi, menundukkan wajahnya yang memerah karena malu ketahuan mencuri pandang padanya. Yudha terkekeh melihat tingkah Shofi. "Uhuk ... uhuk! Rio yang semula duduk di ruang tamu pura-pura batuk mendengar perbincangan mereka.
Cinta itu tidak mengenal usia, bila rasa telah tertancap di dalam dada langkah seterusnya adalah memperjuangkannya. Begitu juga dengan Yudha, ia akan memperjuangkan cintanya. Pagi ini adalah hari dimana Shofi akan mulai bekerja kembali, setelah kejadian penculikan beberapa waktu lalu. Shofi telah berjanji pada neneknya akan bangkit dari keterpurukan mental. "Nek, Shofi berangkat dulu ya." Shofi mencium tangan tua itu dengan takzim. "Iya, hati-hati di jalan ya," pesan Nek Anum. "Iya, Nek. Assalamualaikum." "Waalaikum salam." Shofi keluar dari pintu rumahnya, dan berjalan ke arah halte bus. Ia pergi ke kampus dengan naik angkutan umum. Tin! Tin!Tiba-tiba suara klakson mobil berbunyi di samping Shofi. Perempuan berkulit bersih itu menoleh. "Shofi, ayo kuantar." "Baiklah!" Shofi lalu masuk ke dalam mobil Yudha. "Kamu sudah baikan?" tanya Yudha. "Alhamdulillah, sudah," jawab Shofi deng
Sherin Zang adalah nama asli Cinta, berasal dari keturunan Tionghoa yang menikah dengan Hardi Anggara, bapaknya Yudha. Wanita itu begitu anggun dengan wajah oriental sangat cantik, siapa yang mengira usianya telah melewati setengah abad. Bila melihat dia duduk bersama Yudha, seperti sepasang kekasih. Sungguh, Cinta pintar merawat badannya.Sherin dan Hardi bertemu di acara ulang tahun Antony Zang di London. Orang tua Hardi dan Antony adalah berteman baik juga relasi bisnis. Saat itu Hardi sedang melanjutkan kuliahnya di London sementara Sherin baru lulus sekolah menengah. Lalu, Antony meminta Hardi untuk menikahi Sherin, karena Antony Zang, bapaknya Sherin menderita kanker stadium akhir, ia ingin putri semata wayangnya segera menikah untuk mewarisi harta dan bisnisnya sebelum ia meninggal.Kenapa Yudha memanggil ibunya dengan sebutan Cinta?Suatu hari, kala itu usianya baru empat tahun. Yudha yang baru saja keluar dari sekolah taman kanak
Cinta membuka pintu apartemen, ia dan Yudha masuk kedalam dan mengunci kembali."Serius apaan, Hmmm?" tanya Cinta saat mereka duduk di sebuah sofa unggu."Yang Cinta ajukan ke Shofi tadi!" Yudha tampak antusias."Hu'um!""Bukannya bagus ada seorang yang bantu kamu, hmm?""Bukan begitu, Cinta ... tapi misiku akan terbongkar nantinya."Ya ampun ... Yudha ternyata punya misi, siapakah Yudha sebenarnya? Misi apa yang sedang ia sembunyikan?"Oh, iya, ngomong-ngomong kapan kamu bersedia menjabat sebagai CEO, menggantikan papimu?" tanya Cinta menatap anaknya yang rupawan.Yudha terdiam, ia tampak sedang berpikir keras. Ia lebih suka menjadi seorang polisi intelijen dan itu adalah cita-citanya daripada menjadi CEO mewarisi kerajaan bisnis orang tuannya. Tetapi orang tuanya hanya memiliki dia seorang, sungguh dilema."Kasihan Papimu, sayang. Sudah saatnya dia pensiun. Sekarang Papimu mulai