Dalam ruangan berukuran empat kali empat persegi panjang, Shofi tentu saja bisa mendengar suara kasak kusuk yang terjadi di mushola bagian depan shaf laki-laki.
Dengan sedikit menyibak kain berwarna hijau sebagai pembatas antara shaf laki-laki dan perempuan, ia melihat Yudha yang berkeringat dingin mengucur deras karena terkejut ditunjuk jadi imam salat magrib. Shofi menyeringai mengejek Yudha dalam hati ia membatin.
'Rasain kamu, Yudha. Pasti kamu gak bisa mimpin sholat kan? Kita lihat saja, pasti kamu akan cari alasan untuk kabur.' Shofi tertawa bersama pikiran jeleknya, ia tidak sabar menunggu untuk mengejek Yudha nanti.
Suara iqomat pun diserukan oleh seseorang jamaah laki-laki, tandanya makmum segera bersiap di shaf masing-masing salat magrib tiga rakaat akan segera di mulai.
"Bismillahirrahmanirrahim ...."
"Alhamdulillahirobbil 'alamin ...."Suara itu ... begitu merdu dan bersih, lagunya pun enak didengar. Siapa dia? Hati Shofi bergetar kencang. Apakah benar Dia adalah Yudha? Tidak mungkin! Pasti orang lain. Jikalau itu memang Yudha, gimana? Tidak! Pasti orang lain. Dalam pikiran Shofi muncul berbagai prasangka-prasangka tentang Yudha, begitu mengganggu pikirannya hingga ia shalat jadi tidak khusyuk.
"Aamiin!"
Shalat magrib pun selesai, begegas Shofi memajukan badannya dan menyimak kain pembatas itu lagi untuk melihat siapa imam salat magrib barusan.
Deg! Yudha! Jadi ....
Benar adanya, suara yang merdu dan bacaannya bagus barusan adalah Suara Yudha. Shofi, shock. Dalam pikirannya Yudha tidak mungkin bisa, melihat dari penampilannya juga gayanya yang sedikit Arrogant dan cool serta suka maksa dan kadang juga kejam bagaimana mungkin. Siapa sebenarnya Yudha? Oh rasanya kepala Shofi akan meledak."Sudah siap kamu?" tanya Yudha saat mereka keluar dari mushola itu.
"Iya, sudah," jawab Shofi singkat.
"Ayo, kita makan malam, perutku minta diisi, nih."
"Tapi ...."
"Gak ada tapi-tapian!"
"Aku masih kenyang Yud," alasan Shofi.
"Sebaiknya kamu nurut aja kalau tidak mau kugendong seperti beberapa waktu lalu," ancam Yudha.
Melihat Shofi hanya bengong seperti ruhnya yang tidak berada di dalam raganya, Yudha langsung menarik tangan perempuan bermata bening itu.
Tuh! Kan, lagi-lagi Yudha suka memaksakan kehendaknya. Shofi jadi kesel. Shofi pasrah, ia hanya bisa mengikuti langkah Yudha dengan hentakan kakinya. Yudha tersenyum geli melihat tingkah Shofi.
***
Mobil sport berwarna Hitam itu pun berhenti di parkiran depan sebuah restoran mewah. Di samping restoran itu terdapat beberapa gazebo. Yudha berjalan ke salah satu gazebo dan diikuti Shofi dari belakangnya.
"Selamat malam, silahkan, ini buku menu dari restoran kami."
"Terima kasih," ujar Shofi, yang telah duduk di dalam pondok berbahan kayu tersebut dengan senyum manis.
Yudha melihat senyum Shofi yang begitu menawan dan tulus, menimbulkan getaran di hatinya. Mereka lalu memesan makanan."Kamu pasti ingin mengejekku tadi, betulkan?" todong laki-laki bermata elang itu.
"Jangan bermimpi, ye, itu tidak akan terjadi,"
"Huh, jumawa banget, kamu!" Shofi jengah melihatnya.
Sial, ternyata Yudha sungguh tampan, apalagi melihatnya dalam jarak dekat. Ehhh ... tunggu, kenapa aku memujinya? Batin Shofi, ia menggeleng cepat.
"Kamu begitu menggemaskan, ingin rasanya aku menciummu," kata-kata Yudha membuat darahnya mendidih. Yudha tersenyum geli melihat tingkah Shofi, rasanya hari-hari yang akan datang tidak bisa ia lewati tanpa menggoda perempuan bergigi gingsul itu.
"Yudha ...."
"Iya, ada apa, hmm?" Yudha asik dengan gawainya.
"Carilah perempuan lain yang lebih baik dariku dan tentunya lebih muda."
Yudha meletakkan gawai yang sedari tadi ia pengang, "Kalau aku tidak mau, kamu mau apa?" tanya Yudha dengan tatapan tajam.
"A-aku ...!" Shofi berhenti melanjutkan kata-katanya karena seorang pelayan datang membawakan menu yang mereka pesan tadi. Shofi mengurungkan niatnya untuk membahas masalah itu lagi di saat rejeki terhidang di atas meja.
Malam Minggu yang tidak terduga oleh Shofi. Namun, telah disusun matang oleh Yudha, sungguh cerdas memang. Karena itulah Yudha bisa lulus kuliah lebih cepat dari teman-temannya. Ia baru menyelesaikan sidangnya dan tinggal menunggu wisuda."Ayo, kita pulang," ajak Yudha setelah mereka selesai makan.
"Iya," jawab Shofi singkat.
Yudha membayar semua tagihan di kadir, dan Shofi berjalan ke area parkir. Seorang perempuan nabrak Shofi.
"Oh, Maaf!" Shofi menunduk.
"Hei, lihat siapa ini? Kakak kenal gak?" tanya perempuan itu kepada laki-laki yang ada di sampingnya.
"Siapa? Masa Kakak lupa sih?"
Laki-laki itu menatap tajam ke arah Shofi.
"Oh, rupanya si kere, Shofi," laki-laki itu mengejek Shofi dan tertawa mengejek.
"Punya duit kamu makan di tempat mehong ini? tanya Ella sinis dan menghina.
"Kak Juven?" Shofi menerka.
"Jangan panggil aku, Kakak! Kita tidak punya hubungan lagi setelah papamu meninggal!"
"Kak, pasti dia lagi bersama lelaki hidung belang, kalau tidak mana mungkin dia bisa makan di tempat mewah ini," ujar Ella.
"Oh, begitu ... jadi berapa tarifmu,hah? Biar aku promosi kan" Tangan Juven bersiap hendak memegang dagu Shofi.
"Arrghhh!"
Tiba-tiba tangannya dipelintir oleh seseorang, dan sebuah tinju keras menghantam pipinya. Darah segar mengucur dari sudut bibirnya.
Bersambung
BrukkkSeketika Juven terjatuh, tinju dari Yudha sungguh keras."Bersikaplah sopan pada wanita, Bung!""Kurang ajar! Siapa kamu, hah? Berani ikut campur urusanku?" Juven mendengus kasar."Aku adalah calon suaminya! Kuingatkan sekali lagi, jangan berurusan dengan Shofi kalau tidak mau sengsara!" ancam Yudha. Shofi dan Ella terbelalak mendengar kata-kata Yudha."Beraninya kamu!""Kak, sudah Kak, ayo kita pergi!" Ella membawa Juven pergi dari area parkir masuk ke salah satu gazebo, sebelum melangkah ia masih menatap Yudha untuk sesaat. Dia masih memuja dan mengharapkan lelaki macho itu."Kamu, gak apa-apakan?""Tidak apa-apa, aku baik-baik saja"Yudha menarik tangan Shofi berjalan ke mobilnya. Yudha mulai membawa mobil dengan kecepatan sedang, suasana hening Yudha maupun Shofi tenggelam dalam pikiran masing-masing.Tidak lama kemudian mobil Yudha sampai di depan rumah kontrakan Shofi. Yudha turun dari mobil lalu
"Hallo, Cantik ...." Yudha menyapa perempuan di seberang telepon."Bagaimana keadaanmu di sana?" suara merdunya terdengar syahdu."Alhamdulillah ... tentu sangat baik, jangan kawatir, Sayang," ujar Yudha riang."Wah, sepertinya ada yang sedang berbunga-bunga hatinya, hem?""Ohh, biasa saja, kok.""Sungguh? Kalau begitu, aku akan segera pulang.""Serius, nih? Atau hanya PHP doang seperi tahun-tahun sebelumnya?" Ada nada kecewa dalam ucapan Yudha."InsyaAllah, lusa ... Cinta, akan pulang. Tentu, aku ingin sekali mendengar keseruan kisahmu bersama si Dia.""Wowowww.""Cepet banget nih isu tersebar sampai ke London, hem?" tanya Yudha dengan senyum sinisnya."Tentu, dong. Cinta ... gituloh."Yudha dan perempuan yang di panggil namanya Cinta itu tertawa bareng, tidak lama kemudia telpon diakhiri.Tidak buang waktu Yudha segera menelpon Rio, sahabatnya."Rio, kamu di mana? Segera jemput a
Yudha segera melepaskan tangan Shofi, lalu ia mengambil gawainya yang terletak di atas meja kantin dan menekan tombol berwarna Hijau."Assalamualaikum.""Waalaikum salam." Suara merdu terdengar dari seberang telepon."Ada berita apa pagi ini sudah menelpon diriku yang ganteng ini, Cintaku?" tanya Yudha, matanya sambil menatap wajah Shofi yang seketika berubah menjadi sendu."Besok jemput aku ya, Sayangku.""Sungguh! Cinta, akan pulang besok? Tidak sedang memberikan harapan palsukan?" Wajah Yudha tampak riang gembira, matanya berbinar. Senyum manis terukir jelas di sudut bibirnya, sementara Shofi telah kembali ke kasir."Iya, kali ini aku tidak akan mengecewakanmu lagi," ucap Cinta."Sampai ketemu besok, Cintaku." Sambungan telepon seluler dimatikan Yudha, lalu ia menenguk minumam yang telah dipesannya tadi hingga habis. Yudha bergegas meninggalkan kantin, hatinya diselimuti perasaan bahagia. Ryo pun menyusul Yudha setelah membayar semu
"Hei .... Tunggu!" Seorang pemuda berkaca mata tebal tampak berhenti di trotoar, napasnya begitu memburu. Ia terlihat ngos-ngosan kedua tangannya memegang lututnya lalu ia berdiri tegak sesaat kemudian kembali memengang lututnya."Dodi! Kamu gak apa-apakan?" Tiba-tiba, suara Yudha mengejutkan Dodi hampir membuat ia terjatuh. Dodi adalah si kutu buku, teman satu kelas Yudha."Sho ... Sho ...." Dodi terbata-bata, sambil menunjuk kearah jalan napasnya belum setabil dan dia punya riwayat penyakit asmah."Iya, Do, tenang dulu baru ngomong. Tarik napas hembuskan perlahan, Yudha mencoba mengajari Dodi sementara Ryo berada di kantin."Yuud, sho ... fi, di ... cu ... lik!""A-apa?""Siapa yang menculiknya? Pakai mobil apa? Ke arah mana mereka pergi?"Yudha mulai panik, melihat Dodi belum memberikan jawaban segera Yudha memekik Ryo."Ryo!" Suara Yudha bergema begitu kencang tak kalah dengan suara Guntur.Ryo Mendengar Yudha memekik nama
Mobil Avanza Hitam yang dikemudikan oleh para preman itu menyadari kalau mereka sedang dikejar mobil polisi. Mereka pun semakin mempercepat lajunya mobil. Saat lampu lalulintas dari warna kuning berganti ke warna merah mobil itu melesat menerobos dengan kencang."Sial! Kita kehilangan jejak mereka," ujar salah satu polisi.Sementara itu polisi yang duduk di sebelah segera memberikan informasi lewat alat khusus seperti radio kepada semua tim polisi yang bersiaga, "Dari tim 2, para penculik lolos menerobo lampu merah di titik 7."Yudha mendengar informasi itu dengan kecepatan tinggi mobil melaju menuju kejalan pintas, ia tahu jalan itu terhubung ke jalan utama di sebelah timur.Wusssh!Mobil melesat kencang membelah langit senja yang mulai gelap dan bergantian dengan sinar rembulan. Sampailah Yudha di titik persimpangan timur, Yudha memarkir mobilnya di samping sebuah bangunan kosong lalu ia mematikan mesin mobilnya."Yud, kok berh
Yudha mengeluarkan aura membunuhnya, tatapan matanya dingin menusuk kejantung tiga preman di depannya. Seketika terasa beku dan membuat ciut nyali mereka. Rio menatap Yudha ngeri, karena belum pernah dia melihat Yudha begitu menyeramkan. Rio bergegas menuju ke arah Shofi dan melepaskan ikatan di tangan dan menutup badan Shofi dengan jaket yang Yudha berikan padanya. Seraaang! Suara Juven terdengar. Ketiga preman itu melompat ke arah Yudha bersamaan. Yudha dengan gesit dan lincah tentunya berkecepatan tinggi membuat tiga preman itu terkena pukulan bertubi-tubi dari Yudha. Melihat anak buahnya mulai kewalahan menghadapi Yudha, Juven segera kabur lewat pintu belakang. Ia masuk kedalam mobilnya, secepat kilat Juven menghilang. Sungguh pecundang! Tak butuh waktu lama ke-tiga preman itu terkapar di lantai tidak sadarkan diri. Yudha segera menghampiri Shofi, dan memeluk erat wanitanya itu. Tangis Shofi tidak terbendung lagi, badannya geme
Cuaca cerah di pagi hari yang begitu terasa indah oleh Yudha, hatinya yang mulai berdegub pelan terus berpacu cepat dan semakin cepat membuat ia tampak gelisah. Yudha, menitipkan Shofi pada Rio, dan meminta Rio untuk menjaganya. Sementara Yudha pergi menjemput Cinta.Kini, ia telah berada di bandara untuk menjemput cinta pertamanya, yang telah terpisah beberapa tahun terakhir ini. Sebelumnya, Yudha sempat pulang ke rumah untuk mandi dan berganti pakaian. Saat ini, ia terlihat begitu tampan dengan baju kaos warna putih dipadukan dengan celana jeans warna Hitam. Matanya yang tajam tertutup oleh kaca mata Hitam yang bermerk terkenal, ia semakin mempesona.Yudha berdiri di area arival, kedua tangannya ia masukkan kedalaman saku celana yang ada disisi kanan dan kiri. Tidak lama kemudian, dari kejauhan Yudha melihat seorang wanita cantik sedang menarik travel bag berjalan dengan anggunn
Setelah selesai makan Shofi kembali ke atas pembaringannya, Yudha menemani Shofi, ia duduk di sebuah kursi yang ada di samping tempat tidur Shofi dan menghadap ke arah shofi. Saat Shofi menoleh terlihat jelas lelaki macho itu sedang sibuk dengan gawainya. Baru kali ini Shofi melihat wajah Yudha dari jarak dekat, Shofi sungguh terpesona dengan ketampanan Yudha. Alis mata hitam dan tebal, matanya sedikit sipit dan tajam di tambah hidungnya yang mancung juga bibir yang tidak begitu tebal semakin memberi kesan dingin dan arrogant. Namun, kenyataannya sangat mengejutkan, Yudha bisa bersikap romantis pada Shofi. *Apa yang kamu lihat, hmmm?" tanya Yudha pada perempuan yang bergigi gingsul itu. "Eh ... ti—tidak ada kok," elak Shofi, menundukkan wajahnya yang memerah karena malu ketahuan mencuri pandang padanya. Yudha terkekeh melihat tingkah Shofi. "Uhuk ... uhuk! Rio yang semula duduk di ruang tamu pura-pura batuk mendengar perbincangan mereka.