Jihanna Lana—seorang gadis berusia dua puluh delapan tahun harus pergi dari rumah untuk melarikan diri ketika kedua orang tuanya memaksa dia harus menikah dengan lelaki pilihan. Kedua orang tuanya sangat panik melihat kepribadian Jihan yang tidak pernah mau tahu urusan cowok bahkan Jihan tidak pernah sekalipun mengenalkan lelaki pilihannya kepada kedua orang tuanya. Berbeda dengan sang adik yang kini sudah memiliki satu bayi laki-laki berusia tiga bulan. Perjalanan hidup Jihan sangat unik dan menarik, bahkan setelah dia kabur dari orang tua, dia bertemu dengan pemuda yang sama sekali belum dia kenal dan memiliki kisah yang sama persis. Dari situlah Jihan memulai hidupnya yang baru, Jihan mencoba menata hati pelan-pelan supaya hatinya yang hancur bisa kembali normal. Bagaimana kisah hidup Jihan setelah pergi dari kedua orang tuanya? Apakah Jihan mendapatkan kebahagiaan atau malah kehancuran setelah bertemu dengan Alfian?
Lihat lebih banyakJihan tertawa lepas sambil menutup mulutnya, wanita itu sangat terlihat bahagia sampai-sampai dia tidak menghiraukan beberapa pasang mata menyaksikan mereka.Jihan memegang tangan Alfian lalu berjalan ke arah pintu masuk, gedung yang tinggi di penuhi dengan pengunjung untuk berbelanja yang mereka perlukan."Eh, Al! Itu," ucap Jihan menghentikan langkahnya sambil memandang ke arah jalan yang ramai pengunjung."Ada apa?" "Itu, anu. Ih, siapa itu, suami Hanum," ucap Jihan sambil menarik lengan Alfian dengan langkah panjang dan suara terbata."Mana ih? Jangan suudzon, ngapain suami Hanum sampai sini," ucap Alfian sambil terus mengikuti langkah Jihan.Jihan terus memantau lelaki berjaket kulit serta celana jeans yang sedang menggandeng seorang wanita, wanita itu celingukan karena pandangannya terhalang oleh beberapa pengunjung lain.Entah kenapa langkah mereka kalah sehingga mereka kehilangan jejak, Jihan menghentikan langkah sambil menoleh ke arah kanan dan kirinya."Ji, yang bener aja i
Sandra masih duduk di kursi roda di ambang pintu sedangkan Tasya masih berdiri menghadap ke arah luar. Jihan melangkah mendekati mereka sambil mendengarkan sang adik yang masih merengek kepada mama."Tasya, kamu kenapa? Mau nomornya Alfian?" Tanya Jihan sambil menggeser-geser layar gawai, "Nih, catat," lanjutnya sambil melangkah mendekati mereka.Dengan sigap Tasya menghidupkan layar gawai lalu mencatat beberapa angka yang di sebutkan oleh kakaknya. Wanita itu tidak menyadari bahwa sang mama memandangnya dengan tatapan tak suka.Wajah Tasya tampak semringah setelah selesai mencatat nomor itu, dalam hati Jihan, Alfian bukanlah miliknya sehingga dia tidak seharusnya melarang siapapun yang ingin dekat dengannya."Sudah," ucap Tasya sambil tersenyum."Sudah? Lain waktu kamu jangan bohongi mama lagi, ya," ucap Jihan sambil tersenyum sinis."Bohongi mama? Maksudnya kamu apa sih, Mbak?" Tanya Jihan sekilas memandang sang mama yang masih memandang Jihan."Jadwal posyandu Zaky besok, bukan sek
"Enggak. Enggak apa-apa kok, emang hawanya malam ini panas aja mungkin," jawab Jihan gugup. Wanita itu mengibaskan beberapa kali telapak tangannya di dekat bagian leher.Alfian percaya begitu saja, pemuda itu mengambil bantal dan selimut miliknya yang ada di dekat Jihan tanpa curiga sedikitpun.Jihan membenahi bantal miliknya lalu merebahkan tubuhnya, seperti biasanya Alfian tidur di sofa sedangkan Jihan tidur di ranjang.Jihan tidak bisa tidur, pikirnya jauh pergi entah kemana setelah membaca pesan dari Safitri yang ada di gawai Alfian, sesekali wanita itu merubah posisi untuk mendapatkan posisi ternyaman. Namun, sampai jam menunjukkan pukul satu dini hari pun matanya belum juga terpejam."Ih, ada apa sih dengan pikiranku ini?" Bisiknya kesal sambil menghela nafas panjang. Matanya terbuka dengan wajah yang menghadap meja rias. Ingin rasanya mencari tahu apa maksudnya tapi wanita itu mengerti kalau dia tidak boleh gegabah."Sebenarnya ini ada apa sih? Apa bener Safitri hamil karena Al
Mata Tasya fokus memandang papa karena lelaki berkumis tebal itulah yang merespon ceritanya dari antara mereka yang ada di sana. Tasya lebih terlihat ceria di hari-hari biasanya, seperti telah melepaskan beban yang selama ini dia pikul sendiri.Tasya terus menyuap nasi sambil sesekali melirik ke arah Alfian. Wanita itu tidak segan-segan tersenyum lebar di depan kakaknya, dalam hatinya dia telah menemukan sahabat baru dalam hidupnya."Memangnya selama ini kamu enggak pernah jalan sama suami kamu? Sampai-sampai mereka kepikiran kalau kamu sudah menikah lagi. Kapan terakhir kamu jalan dengan suami kamu? Lima bulan kah atau setahun?" Tanya Jihan dengan nada datar tanpa memandang Tasya."Jangan pernah tanyakan hal itu padaku," ucap Tasya sedikit ketus."Kenapa? Kalau suami istri jalan bareng itu hal yang wajar 'kan?" Jihan meraih segelas air mineral lalu meneguknya.Kedua orang tuanya hanya bisa diam dan saling tatap, mereka sekarang mengerti kalau putri sulungnya tidak suka suaminya jalan
Mata Jihan membulat memandang sang mama yang saat ini tersenyum padanya, wanita itu sekilas melirik ke arah Alfian namun Alfian masih sibuk dengan gawainya."Tanya Alfian, Ma. Kalau aku belum siap," jawab Jihan sambil mengambil air mineral yang sedari tadi ada di samping piring miliknya."Loh, kenapa belum siap?" Tanya Sandra."Nanti keburu tua," cetus Tasya."Untuk apa cepat-cepat punya anak yang akhirnya bukan dia sendiri yang urus," timpal Jihan kesal.Alfian mematikan gawai yang ada di tangannya, pesan yang baru saja masuk ternyata dari Safitri. Wanita itu memberi kabar oleh Alfian kalau bos pemilik perusahaan itu memintanya untuk kembali bekerja di sana.Alfian bingung dengan sifat mereka yang diam, sementara dia benar-benar tidak mendengar obrolan apa yang baru saja di bahas oleh mereka."Al, di tanya mama tuh," jawab Jihan."Ada apa, Ma?" Tanya Alfian memandang Sandra."Kapan kalian berencana punya anak? Mama pengen gendong cucu dari kalian," ucap Sandra.Alfian menelan ludah,
"Bisa. Pasti bisa," ucap Jihan meyakinkan."Sekarang istirahat lah di kamar, sayang," ucap Brahma sambil terisak.Jihan mengangguk, wanita itu melangkah ke kamar di ikuti Alfian di belakangnya. Semua orang yang ada di di sana masih fokus dengan pulih nya sang ratu dalam rumah.Bruk!Jihan menghempaskan tubuhnya di ranjang, tubuhnya menggeliat untuk melepaskan rasa lelah yang sangat luar biasa. Kelegaan dalam hati dan pikiran membuatnya terasa kantuk."Ji, besar banget kamar kamu," ucap Alfian sambil duduk di tepi ranjang."Biasa saja," jawab Jihan dengan mata terpejam."Kamu kan punya adik, kok tadi adik kamu tidak ada?" Tanya Alfian sambil melepaskan ransel yang masih di gendong sedari tadi."Mungkin dia lagi keluar. Al, sekarang apa yang akan kamu lakukan?""Maksudnya?""Almera. Kamu tidak cari tahu di mana dia?"Alfian tersenyum sambil menghela nafas, "Biarlah, biar semua berjalan dulu. Siapa tau suatu saat nanti ada jalan terbaik," ucap Alfian sambil tersenyum.Jihan beranjak dari
Alfian tersenyum sambil menggelengkan kepala, tangan kanannya sudah memegang tali ransel sebelah kanan yang menempel di dada. "Tidaklah. Aku sudah tidak punya harapan lagi," jawab Alfian sambil berbisik."Yakin? Terus rencana kita bagaimana?""Nanti kita bicarakan di sana.""Jihan. Masuk!" Cetus Brahma dengan nada sedikit sinis.Seketika Jihan memandang sang papa dengan mata membelalak, jantungnya berdegup kencang seolah takut sifat asli sang papa kembali lagi seperti sebelumnya.Tanpa pikir panjang Jihan melangkah ke sisi mobil sambil memegang lengan Alfian."Aku naik motor saja, Ji," ucap Alfian setelah Jihan duduk di dalam mobil."Kenapa?" Tanya Jihan memandang Alfian."Naik mobil saja. Di rumah kami tidak terbiasa memajang motor," timpal Brahma yang hendak naik di bagian depan.Alfian memandang Brahma sambil masuk dan duduk di samping Jihan. Pemuda itu masih saja berpikir positif pada Brahma, namun, sang nenek sudah memiliki firasat tak enak sehingga wanita tua itu memandang sang
Alfian hanya bisa meratapi nasib yang sedang menimpanya. Hati yang sakit membuat tubuhnya lemah tak berdaya, jiwanya tak ingin hidup walau raganya masih ingin bergerak.Hari terus berganti, pemuda itu masih berusaha untuk terus berjalan walau hanya bisa diam. Beban yang harus dia pikul membuat raganya harus tetap bekerja.* * *"Al! Kantin, yuk." Lamunan Alfian buyar ketika mendengar suara wanita yang menyebut namanya."Enggak ah. Enggak lapar aku," jawabnya setelah dia memandang wanita itu adalah Safitri.Jam istirahat kantor telah tiba, namun, Alfian masih saja seperti biasanya yang hanya duduk di kursi miliknya tanpa melakukan aktivitas apapun kecuali melamun.Safitri memutarkan kursinya menghadap Alfian, wanita itu sejak lama memperhatikan teman sekantornya itu tapi baru kali ini dia memberanikan diri untuk mengajaknya berbicara."Al, coba cerita sama aku. Sebenarnya kamu ini ada apa? Apa akan selamanya kamu seperti ini?" Tanya Safitri dengan nada lirih."Sa, aku enggak tahu harus
Alfian diam seolah berpikir sambil menatap wajah Jihan, memang selama mereka berteman, Danu lebih suka cewek bar-bar ketimbang cewek pendiam seperti Hanum. Bahkan Danu sendiri pernah mengatakan pada Alfian perempuan seperti Hanum bukanlah tipenya.Mata Jihan yang bulat menatap Alfian sambil tersenyum, wanita sangat ingin membantu Alfian untuk mendapatkan cintanya."Ji, benar juga katamu. Aku harus selidiki semua ini," ucap Alfian setelah beberapa saat terdiam."Nah, sekarang yang harus kamu tahu dulu, kenapa Hanum mau menikah dengan Danu? Sedangkan hubungan kalian sudah bertahun-tahun lamanya, bahkan sudah ada rencana mau menikah 'kan?" Tanya Jihan.Alfian mengangguk-anggukkan kepala, pikirannya saat ini sangat kacau. Di sisi lain sebenarnya dia sudah tidak mau tahu dengan urusan Hanum karena wanita itu sudah milik orang lain. Tapi di sisi lain dia juga harus tahu karena semua ini berjalan dengan tiba-tiba.Alfian menghidupkan mesin motor, dengan perlahan motornya meninggalkan area gu
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.