Share

Skandal Cinta Nona Bangsawan
Skandal Cinta Nona Bangsawan
Author: Fikul 07

01

Di bawah temaramnya sinar rembulan, Alona terlihat berpakaian compang-camping dan berjalan tertatih-tatih. Dia menyusuri sepinya jalanan seorang diri. Tampak jelas bercak merah memenuhi leher putih pucatnya.

Selama perjalanan, ada banyak pasang mata yang melihat ke arahnya dengan berbagai tatapan. Ada yang menatapnya iba, ada pula yang menatapnya jijik, seperti wanita murahan. Meski begitu, Alona tak peduli dengan semua pandangan yang mengarah padanya. Untuk saat ini, ia harus bergegas pergi ke gereja di mana sang kekasih tengah menunggunya untuk mengikat janji suci mereka berdua.

Setelah menempuh beberapa jam lamanya, tempat yang ia tuju sudah ada di depan mata. Alona berjalan setengah berlari menuju gereja tersebut, mengabaikan rasa sakit di bagian bawahnya.

Sayangnya, dalam hitungan detik, rasa bahagianya berubah menjadi kecewa ketika mendapati tak ada siapa pun di sana. Hanya ada bangku kosong dengan hiasan bunga yang menghiasi seluruh tempat itu.

"Zaiden!" seru Alona lantang, menghasilkan gema ke seluruh ruangan.

" Zaiden! Di mana kamu? Maaf, aku terlambat ke pesta pernikahan kita, aku tahu kamu pasti kecewa, tapi semua itu ada alasannya," ucap Alona lagi. Kali ini, mulai terdengar frustrasi.

"Zaiden, aku tahu kamu pasti marah, tapi bisakah kamu mendengar penjelasanku terlebih dahulu? Kumohon, keluarlah dan bicaralah padaku."

Alona terus berbicara dengan volume keras, berharap calon suaminya mendengar dan menghampirinya. Namun, respon yang diharapkannya tidak ada Alona pun memutuskan pergi dari tempat itu dan berniat pergi untuk mencari sang kekasih di kediamannya.

Saat kaki Alona berbalik, tiba-tiba pintu gereja terbuka begitu saja menampilkan sesosok pria dengan tubuh tinggi tegap dan garis rahang terpahat dengan indah.

Terlebih lagi, ia berdiri tepat di bawah sinar rembulan, membuat wajahnya terlihat sempurna layaknya seorang Dewa.

Mengetahui bahwa sang kekasih telah tiba, kedua sudut bibir Alona pun terangkat ke atas dan hendak menghampirinya. Akan tetapi, langkahnya terhenti ketika melihat tatapan sang pria yang menatapnya dengan tatapan benci dan juga jijik.

"Zaiden. . ." lirih Alona.

"Suamiku, ternyata kamu di sini! Aku sudah mencarimu ke mana-mana," ucap Theresa, adik dari Alona, mengenakan dress berwarna merah darah. Dress itu melekat erat hingga membentuk siluet tubuhnya yang indah.

"Tunggu, kenapa kamu memanggil Zaiden suamimu?! Dia ini calon suamiku," ucap Alona dengan tegas.

"Hahaha! Maaf, Kakakku sayang. Tapi, Kak Zaiden ini memang suamiku sekarang," kata Teresa dengan bangga, tangannya merengkuh tangan pria itu dengan intim.

Kedua mata Alona berkaca-kaca. Kedua telapak tangannya mengepal dengan erat, ia kemudian menatap wajah Zaiden dan memintanya untuk menjelaskan semuanya. Namun, pria itu malah membuang mukanya begitu saja.

"Kenapa? Bukankah kita sudah berjanji akan hidup bahagia bersama? Lalu, kenapa kamu menikahi adikku? Tolong, katakan bahwa semua ini adalah kebohongan." Alona pun bertanya dengan suara getirnya.

"Kalau begitu, katakan padaku lebih dulu. Ke mana kamu selama tiga hari ini? Jelaskan kenapa tanda menjijikan itu ada padamu?"

Secara tidak langsung, tangan Alona menutupi tanda bercak merah itu. Wajahnya berubah menjadi pucat pasi. "Zaiden, dengarkan aku! Ini hanyalah salah paham," ucapnya yang berusaha membela diri.

"Setelah semua bukti ini, kamu bilang salah paham?" timpal Teresa seraya menampilkan sebuah klip yang muncul dari tangannya. Klip itu memperlihatkan adegan Alona yang tengah bercumbu mesra di sebuah bar terkenal di kota Vampir

Seketika, kedua bola mata Alona terbeliak, menggelengkan kepalanya dengan keras. Ia yakin bahwa yang dicumbunya kala itu adalah Zaiden, bukan pria lain. Tapi, kenapa di dalam klip itu dirinya malah mencumbu pria lain?

"Aku mohon Zaiden, tolong percayalah padaku. Aku yakin, saat itu aku mencumbumu bukan pria lain."

"Sayang sekali, tapi pria itu bukanlah aku! Alona, aku sangat kecewa padamu! Kukira, cintamu tulus padaku, tapi ternyata aku salah menilaimu. Cintamu tak lebih hanya sebuah angin yang hanya mampir untuk sesaat."

Kepala Alona menggeleng dengan keras. Air matanya mulai mengalir membasahi kedua pipinya. Ia kemudian terduduk di lantai, memohon pada pria di depannya untuk mempercayainya. Alona bersumpah bahwa cintanya itu tulus dan suci.

Akan tetapi, seakan hati dan pintu maafnya sudah tertutup, pria itu memilih memalingkan wajahnya.

"Aku, Zaiden Maraham, sang penguasa kegelapan, memerintahkan engkau untuk enyah dari kerajaanku dan jangan pernah engkau menginjakkan kaki di sini lagi!" putusnya lalu berbalik meninggalkan Alona begitu saja.

Alona yang merasa tak terima, berusaha meraih kaki pria itu. Namun, sebelum tangannya menggapai kaki pria itu, tubuhnya tiba-tiba terpental hingga merubuhkan salah satu tiang gereja. Perempuan itu pun terbatuk dan memuntahkan banyak darah dari dalam mulutnya.

"Maafkan aku, tapi aku tak akan membiarkan tangan kotormu menyentuh suamiku," kata Teresa tersenyum miring, "kakakku tersayang, aku merasa kasihan padamu. Seharusnya, kamu tak menyia-nyiakan cinta Kak Zaiden yang putih nan tulus itu."

Teresa tersenyum penuh kemenangan. Ia pun bangkit menyusul sang suami yang sudah pergi keluar dari gereja.

Melihat itu, tubuh Alona bergetar. Ia mencoba keras untuk mengingat kenapa semua ini terjadi padanya, hingga sebuah ingatan terlintas dalam benaknya.

Alona akhirnya ingat sesuatu! Sebelum pernikahannya, adik tirinya itu mengajaknya ke toko perhiasan. Wanita licik itu memberinya sebuah air putih.

Seketika, kepalanya mendongkak. Kedua matanya berubah menjadi merah menyala. Tanpa aba-aba, ia langsung menyerang sang adik tiri. Tangan kanannya mencengkram leher sang adik tiri dengan kuat. Menyadari bahwa semua kemalangan yang menimpa dirinya adalah ulah orang tersebut.

"Kau! Kau sialan! Seharusnya, aku tak menuruti permintaanmu itu. Kau yang sesungguhnya paling hina," cerca Alona. Cengkraman tangannya semakin erat hingga membuat Teresa mulai kesulitan untuk bernafas.

Boom!

Tiba-tiba, tubuh Alona terhempas jauh, hingga tubuhnya membentur dinding samping gereja. Puluhan kursi pun dibuat hancur seketika.

Alona pun memuntahkan banyak darah dari dalam mulutnya lagi.

"Jangan sentuh istriku dengan tangan kotormu itu!" Zaiden membentak perempuan yang sempat dicintainya itu. Sorot mata Zaiden memperlihatkan rasa kecewa dan kebencian yang begitu mendalam.

Tubuh Alona pun tertegun sejenak.

Perlahan, ia bangkit dari posisinya, menatap dingin pada pasangan baru yang berdiri di seberangnya.

Tiba-tiba ia terkekeh. Sebenarnya, apa yang sedang dilakukannya? Untuk apa dia bersikap bodoh seperti ini? Dirinya tak pantas menjadi hinaan, termasuk untuk sang adik yang tak tahu malu itu!

Alona juga seharusnya mempercayai perkataan pria misterius itu: kekasihnya tak akan pernah berpihak padanya!

Andaikan saja dirinya menurut, mungkin dirinya tak akan menerima hinaan seperti ini.

Tangan Alona kemudian menyeka air matanya. Dengan susah payah, ia berhasil bangkit kembali sambil menahan semua rasa sakit yang menimpanya. Ia berjalan mendekati pasangan itu.

"Meski terlambat, aku ucapkan selamat atas pernikahan kalian!" Alona kemudian mengulurkan tangan kanannya. Namun, pasangan itu terlihat enggan untuk menjabatnya.

Alona terkekeh. "Maaf, aku lupa kalau tanganku ini sudah kotor. Kalau begitu, aku pergi, Yang mulia."

Alona pun berjalan melewati kedua pasangan itu dengan perasaan marah dan terluka. Ia bersumpah tak akan pernah membuka pintu hatinya lagi pada pria itu untuk selamanya!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status