Share

Perasaan Aneh

Peter menunduk, menatap Tricia. Ia dapat merasakan tubuh wanita itu sedang gemetar.

“Aku baik baik saja, Peter. Terima kasih,” jawab Tricia. Ia menyambut kehangatan pelukan Peter yang mampu memberinya rasa tenang.

Peter mengusap kepala Tricia dan membiarkan posisi mereka seperti itu selama beberapa saat.

“Duduklah, Tricia. Aku akan mengambilkan air minum untukmu,” ujar Peter.

Tricia mengangguk, ia merapikan baju yang sempat berantakan dengan kedua tangannya.

Peter terlihat amarah. Ia benar benar tidak terima melihat Tricia diperlakukan seperti itu. Namun, Peter sadar jika saat ini hal penting yang harus dilakukan adalah, ia harus menenangkan keadaan Tricia.

Peter segera melangkah ke dapur dan mengambil segelas air putih lalu kembali ke kamar.

“Minumlah, Tricia,” ujar Peter. Ia duduk di samping Tricia.

Tricia menurut, ia menghabiskan segelas air putih pemberian Peter.

“Sekali lagi terima kasih, Peter. Jika kau tidak datang—”

Tricia tidak meneruskan kata katanya. Ia benar benar merasa marah saat mengingat kelakuan Sean kepadanya tadi.

“Tenanglah. Kau sudah aman. Aku akan menjagamu sekarang.”

Peter kembali menarik Tricia ke dalam pelukannya.

‘Dia hangat. Sikapnya berbeda pada saat sarapan tadi. Jadi, yang manakah sikap aslinya?’ tanya Tricia dalam hati.

“Apa kau tinggal sendirian di sini, Tricia?” tanya Peter tanpa melepaskan dekapannya.

“Ya. Kedua orang tuaku pindah ke San Fransisco.”

“Kenapa kau tidak ikut? Kau tahu bahayanya tinggal sendiri, bukan?”

“Ya. Tapi, aku tidak menyangka hal ini akan terjadi, terutama dia—”

“Tunanganmu?”

Tricia kembali mengangguk. Peter pun merasakan satu hal yang aneh.

“Apa satu hal yang terjadi pada hubungan kalian?” tanya Peter.

“Aku melihatnya sedang bercinta dengan sekretarisnya di meja kantor.”

“Sial! Bodohnya laki laki itu.”

Peter benar benar kesal mendengar cerita Tricia. Ia benci perselingkuhan, sangat benci.

“Kau bisa tinggal bersamaku, Tricia.”

Mereka berdua terdiam sesaat, hanya embusan napas mereka yang terdengar.

“Maksudku, bersama kami. Jika kau tidak keberatan. Kau bisa tidur di kamar tamu.”

Peter mengusap keningnya sendiri. Ia berharap, Tricia tidak tersinggung dengan ucapannya.

“Aku senang mendengar tawaranmu itu, Peter. Tapi, ini rumahku. Aku lahir dan tinggal di sini. Aku tidak akan mengalah kepada orang sialan itu.”

Peter menatap Tricia yang menunduk di dadanya. Ia membelai kepala Tricia dengan lembut.

“Aku hanya khawatir dengan keadaanmu, jadi tidak sempat memikirkan hal lain. Aku pun akan memiliki pemikiran yang sama denganmu, dialah yang seharusnya tidak mengganggumu. Jika dia berulah lagi, jangan sungkan untuk memanggilku.”

“Terima kasih, Peter. Aku akan mengingatnya.”

Tricia mengangkat kepalanya dan menatap mata Peter. Peter mengutuk dalam hati, Tricia kembali mendobrak pertahanannya sebagai laki laki.

Bibir Tricia terlihat sangat menggoda. Tanpa menunggu lama, Peter mendaratkan bibirnya di sana. Kecupan yang sangat dalam, membuat Tricia terpejam.

‘Apa yang terjadi? Entah kenapa, aku sangat menyukai jika Peter menyentuhku. Berbeda dengan Sean,’ batin Tricia.

Mereka semakin larut menikmati kebersamaan mereka saat ini. Tidak ada yang tahu kenapa suasana berubah begitu cepatnya.

“Apa kau akan baik baik saja, Tricia?” tanya Peter saat mereka menjeda, mengambil napas.

“Ya,” jawab Tricia. Ia mengalungkan kedua tangannya ke leher Peter. Peter tentu saja menyambut kembali bibir Tricia.

‘Wanita ini bagai candu bagiku. Aku seperti tak bisa merasa puas saat berhadapan dengannya. Aku ingin lagi dan lagi,’ batin Peter, kini bukan hanya bibir Tricia saja yang ia nikmati, telapak tangannya pun telah menyelusup ke balik baju wanita itu.

Tricia tidak bisa menolak semua yang dilakukan Peter kepada tubuh bagian atasnya. Kecupan, belaian, semua yang Peter lakukan berhasil membuat Tricia terlena.

‘Bukankah semalam kami sudah habis habisan? Apakah aku tidak akan menyakitinya jika melanjutkan ini sekarang?’

Peter perang batin. Namun, ia tidak bisa menahan tindakan yang sudah ia lancarkan kepada Tricia.

‘Apa dia menginginkannya?’ tanya Peter dalam hati. Saat ini ia sedang menahan diri agar jari jemarinya tidak menyentuh mulut bagian sensitif Tricia.

Tricia menahan napas karena sensasi jemari tangan Peter. Ia hanya bisa menatap Peter dengan tatapan mengiba, memohon agar Peter tidak berhenti di tengah jalan.

‘Aku takut dia kesakitan, karena semalam—‘

Tricia membungkam pikiran Peter, ia menutup bibir laki laki itu dengan bibirnya. Ia seperti telah melupakan kejadian buruk yang telah ia alami barusan bersama Sean.

“Tricia—” panggil Peter.

Tricia hanya berdeham.

“Jika kau tidak nyaman berada sendirian di rumah, jangan sungkan datang ke rumahku,” lanjut Peter.

Mereka berdua mengatur napas, sementara kening mereka masih saling menempel.

“Ya, tentu saja.”

Peter tersenyum mendengar kata kata Tricia. Ia mencubit kecil hidung Tricia karena gemas.

“Sebenarnya, aku tidak ingin meninggalkanmu sendirian saat ini. Tetapi, ada pekerjaan yang harus aku lakukan.”

“Ya. Tentu saja. Astaga. Maaf. Aku sama sekali tidak bermaksud untuk menahanmu lebih lama di sini,” ujar Tricia, ia mulai memberi jarak pada posisi tubuh mereka.

Peter tidak dapat melepaskan pandangan matanya dari Tricia. Telah lama sekali ia tidak pernah merasakan hal seperti ini. Menginginkan seorang wanita.

“Jadi, kau tidak ingin bersamaku lebih lama lagi?” tanya Peter dengan nada bicara dibubuhi rasa kecewa.

“Bukan. Bukan seperti itu—maksudku ....”

Tricia sama sekali tidak bisa menutupi rasa serba salah. Ia tidak menyangka jika dirinya akan merasa canggung seperti ini di hadapan Peter.

“Jadi, kau ingin bersamaku lebih lama lagi, bukan?”

Tricia menghela napas. Ia bisa menangkap ejekan halus yang dilontarkan Peter kepadanya.

“Ya. Tentu saja. Jika kau tidak keberatan dan memiliki waktu luang tentunya,” jawab Tricia, ia sudah bisa bersikap santai saat ini.

Peter tersenyum dan mengangguk, kemudian ia menarik kembali pinggang Tricia dan merapatkan kembali tubuh mereka.

“Lalu, jika aku menyelesaikan pekerjaanku dengan cepat hari ini, apakah kau mau menghabiskan malam ini bersamaku lagi?” bisik Peter.

Tricia merasa darahnya berdesir kembali karena sikap Peter kepadanya.

“Ya. Aku rasa, aku bisa,” jawab Tricia tanpa berani membalas tatapan mata Peter.

“Kuncilah pintu rumahmu. Jangan biarkan siapa pun masuk. Aku tidak ingin terjadi hal hal buruk lagi kepadamu.”

Peter mengusap rambut Tricia kemudian berjalan menuju pintu. Tricia hanya bisa tersenyum sambil melambaikan tangan saat melihat Peter meninggalkan rumahnya.

“Perasaan apa ini?” tanya Tricia dengan pelan pada dirinya sendiri.

Bukankah seharusnya ia menolak sentuhan dari Peter? Namun, yang ia lakukan malah sebaliknya.

“Astaga. Otakku sudah kusut sepertinya,” ujar Tricia sambil menghela napas kasar.

Tricia menutup pintunya kembali setelah Peter tak lagi terlihat. Ia sama sekali tidak menyadari jika ada seseorang dari dalam mobil yang mengawasi rumahnya sejak tadi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status