Share

Penuh Kejutan

Lana merasa tubuhnya lelah setelah seharian menghabiskan waktu dengan Raka. Setelah sampai di kamar hotelnya, dia segera bergegas ke kamar mandi untuk menyegarkan diri dan berganti pakaian. Air hangat yang mengalir di pancuran terasa begitu menyenangkan, hampir seperti pelukan lembut yang meredakan tegangnya.

Namun, meskipun tubuhnya merasa lelah, pikirannya tetap aktif. Perkataan-perkataan Raka masih berputar-putar dalam benaknya seperti lagu yang terus berputar tanpa henti.

Dalam kegelapan ruangan yang hanya diterangi oleh cahaya redup dari lampu tidurnya, Lana berusaha keras untuk mengalihkan pikirannya dari Raka. Dia tahu bahwa dia harus melupakan pria itu dan fokus pada pernikahannya yang semakin hambar dengan Rudi.

Ketika Lana sedang sibuk dengan pikirannya yang kacau, tiba-tiba terdengar suara ketukan lembut di pintu kamarnya. Lana, yang begitu terkejut dengan suara itu, langsung berjalan ke arah pintu dengan hati yang berdebar kencang. Dia membuka pintu dengan perasaan yang bercampur aduk berpikir jika Raka yang menemuinya. 

Saat pintu terbuka, dia merasa seperti napasnya tertahan sejenak. Di hadapannya, bukan Raka yang dia lihat, melainkan suaminya, Rudi. Pria itu memperhatikan Lana dengan seksama, seakan mencoba membaca pikiran wanita di hadapannya.

"Kamu nggak senang lihat aku?" tanya Rudi dengan suara lembut, meskipun ekspresinya tetap serius.

Lana menggelengkan kepala, mencoba menenangkan dirinya sendiri. "Nggak, Rud. Ayo masuk."

Rudi mengangguk dan masuk ke dalam kamar. Sebelum mengikuti, Lana memandang ke luar sejenak, masih tidak bisa menghilangkan bayangan Raka yang terus berputar di pikirannya.

“Kamu nggak masuk? tanya Rudi yang membuat Lana tersadar dan segera masuk ke dalam kamar. 

“Kenapa kamu nggak kasih kabar kalau kamu akan datang?” tanya Lana dengan tegas.

“Aku mau kasih kejutan untuk kamu, aku pikir kamu akan senang,” jawab Rudi sambil merebahkan duduknya di atas sofa.

Lana mengambilkan air dan memberikannya pada Rudi tanpa berbicara lagi. 

“kamu masih marah?” tanya Rudi setelah meminum air yang diberikan Lana.

Lana menghela napas lalu duduk di samping Rudi. “Mau sampai kapan kita akan seperti ini, Rud?” 

“Apa maksud kamu, Na?” tanya Rudi sambil menatap Lana dengan lembut.

“Sampai kapan kamu akan menghindari masalah kita dan mengabaikan aku?” tanya Lana dengan tangan terkepal, ia merasa sudah tidak dapat menahan perasaannya yang selama ini mengganjal.

“Masalah apa maksud kamu? Aku rasa hubungan kita baik-baik aja selama ini. Kamu jangan terlalu banyak berpikir, Na.”

“Aku capek, Rud. Aku lelah sama hubungan ini. Selama ini aku menganggap diam kamu itu untuk menghindari masalah, tapi sekarang aku sadar kalau diam kamu itu karena kamu memang nggak peduli sama aku,” ujar Lana dengan nada yang sedikit lebih tinggi.

“Kamu ini kenapa sih, Na? Kemarin-kemarin kita baik-baik aja, kenapa sekarang kamu jadi begini?” tanya Rudi dengan kesal.

“Selama ini kita baik-baik aja karena aku menahan semuanya, Rud. Aku menahan semua kekecewaan dan rasa sakit aku sendiri, sementara kamu selalu sibuk sama pekerjaan kamu itu,” teriak Lana dengan emosinya yang memuncak. 

Rudi hanya diam sambil menatap Lana dengan dalam, dengan lembut ia menarik tangan Lana dan membawa wanita itu ke dalam dekapannya. “Maafin aku, Na. Maaf kalau selama ini aku nggak menyadari rasa sakit kamu. Maaf kalau aku belum bisa menjadi suami yang baik untuk kamu,” kata Rudi dengan lirih.

Lana menggeleng sambil menangis dalam dekapan Rudi. Sementara pria itu berusaha menenangkannya. Setelah sedikit tenang, Lana kembali menatap Rudi. “Apa kamu masih mencintai aku, Rud?” 

“Dari dulu sampai sekarang dan bahkan nanti, aku akan tetap mencintai kamu, Na.” 

“Terus sampai kapan kita akan seperti ini?” tanya Lana dengan lirih.

“Aku akan berusaha, Na. Kasih aku satu kesempatan lagi. Aku akan memperbaiki semuanya,” ujar Rudi dengan penuh keyakinan.

“Aku akan bicara sama keluarga aku. Maaf kalau selama ini aku diam, aku cuma nggak mau membalas mereka karena aku pikir itu nggak ada gunanya,” lanjut Rudi sambil menggenggam tangan Lana dengan erat.

“Aku harap kamu menepati kata-kata kamu, Rud,” gumam Lana lalu memeluk Rudi dengan erat.

“Kamu harus selalu ingat ini, Na. Apapun yang terjadi nanti rasa cinta aku nggak akan pernah berubah. Dengan anak atau tanpa anak kita akan terus bersama. Nggak ada yang bisa pisahin kita.” Rudi membalas pelukan Lana dengan sama eratnya.

***

Setelah pembicaraannya dengan Rudi berakhir dan malam semakin larut. Namun, perasaan Lana masih tidak bisa tenang, ia menatap wajah Rudi yang sudah tertidur pulas lalu bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju balkon kamarnya.

Lana merasa perasaannya seperti sedang dalam pusaran kekacauan. Dia berdiri di atas balkon hotelnya, menatap ke arah kegelapan malam yang memenuhi kota Paris. Hembusan angin sepoi-sepoi menyapu rambutnya dan memberinya sedikit keteduhan dalam hatinya.

Tiba-tiba, terdengar suara langkah kaki yang tenang di sebelahnya. Lana berbalik dan terkejut melihat Raka berdiri tak jauh dari sana. 

“Kenapa kamu ada di sini? Dan sejak kapan kamu berdiri di sana?” tanya Lana dengan berbisik, mencoba untuk tidak membangunkan Rudi yang tidur pulas di dalam kamar.

Raka tersenyum lembut, seolah tak terpengaruh oleh ketegangan yang dialami Lana. "Saya hanya menepati janji untuk datang.”

“Sekarang bukan saat yang tepat. Apalagi sekarang sudah sangat larut, kamu harus pergi," jelas Lana dengan pelan.

Raka tidak bergeming, ia berjalan ke arah wanita itu. Sementara, Lana mencoba menahan nafasnya saat Raka mendekat. Dia segera menutup pintu balkon dari luar, membuatnya dan Raka terperangkap di luar. Raka kemudian melepas mantel panjangnya dan dengan halus meletakkannya di atas bahu Lana, menutupi tubuhnya yang hanya memakai gaun tipis.

"Kamu nggak bisa keluar dengan pakaian setipis ini, kamu akan kedinginan" kata Raka dengan tenang, suaranya lembut di telinga Lana.

Lana terdiam, terkejut oleh tindakan Raka yang tak terduga. Dia tidak tahu bagaimana meresponsnya. Tidak ada kata-kata yang keluar dari bibirnya saat ini, dia hanya bisa memandang wajah Raka yang dekat sekali dengan wajahnya.

Beberapa saat kemudian, Lana mencoba untuk mengumpulkan cukup keberanian untuk berbicara lagi. "Kalau kamu sudah selesai sebaiknya kamu pergi dari sini," katanya pelan, mencoba untuk membuat pria itu sadar.

Raka tidak mempedulikannya dan malah melangkah mendekat, memeluk Lana dengan erat. Tubuh mereka bertemu, dan Lana merasakan detak jantung Raka yang tenang.

Raka menghirup aroma tubuh Lana dengan dalam, seolah-olah mencari ketenangan di pelukannya. Lana yang merasa canggung dan bingung tidak tahu apa yang harus dilakukan. Dia membiarkan Raka memeluknya tanpa mendorong atau membalas pelukan tersebut.

“Saya harap waktu bisa berhenti sekarang,” bisik Raka dengan lembut.

Di tengah pelukan itu, tiba-tiba Lana mendengar dengan jelas suara langkah kaki dari dalam kamar yang mulai mendekat. Dengan panik, Lana berusaha menjauhkan tubuh Raka darinya. Namun, pelukan itu malah semakin kuat.

"Raka, saya mohon, pergi sekarang," bisik Lana dengan suara lemah. 

“Saya malah berharap dia menemukan kita sekarang,” bisik Raka dengan suaranya yang tenang. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status