Share

BAB 6 Tugas dan Kewajiban

Suasana kamar hotel terasa sejuk, lampu kecil di sudut ruangan memancarkan cahaya yang lembut. Lana duduk santai di sofa empuk sambil menonton acara TV yang berlangsung begitu monoton. Dia mencoba menekan perasaan kesepian yang menghantuinya. Sementara itu, Rudi, suaminya, tenggelam dalam dunianya sendiri, sibuk memperhatikan panggilan bisnis yang tampaknya tak pernah berakhir.

Lana merasa tidak puas. Dia ingin perhatian Rudi, ingin merasakan sentuhan dan kehangatan suaminya. Setelah memutuskan bahwa cukup sudah berdiam diri, dia mengambil langkah nekat. Dengan gerakan lincah, dia mendekati Rudi, menggugurkan kain tipis yang melilit tubuhnya dengan penuh ketegasan.

Lana memandang Rudi dengan mata berkilauan, mencoba untuk memancing perhatian suaminya yang tampak sangat sibuk dengan ponselnya. Lana merebut ponsel Rudi dengan tiba-tiba, membuat pria itu menoleh dengan kening berkerut. 

"Kapan kamu bangun, Sayang?" tanyanya dengan suara lembut.

Rudi mencoba meraih ponselnya yang direbut Lana, tetapi wanita itu sudah melingkarkan lengannya di pinggangnya, membuatnya kesulitan.

Lana menariknya lebih dekat. "Aku bosan cuma berdiam diri di sini, Rud," kata Lana dengan nada yang mengejutkan, merangkul pria itu dengan erat.

Rudi menangkup wajah Lana dengan satu tangannya, mencoba untuk meredakan kemarahannya. "Maaf, sayang. Aku masih harus menyelesaikan beberapa panggilan bisnis."

Lana merasa kekecewaan yang semakin mendalam. Dia telah berharap bahwa kedatangan Rudi akan mengubah suasana hatinya, tetapi pria itu masih sepenuhnya terkubur dalam pekerjaannya.

Mengabaikan penjelasan Rudi, Lana mengatakan, "Aku lapar."

Rudi mengangguk, berencana untuk memesan makanan untuk Lana, tetapi Lana merasa kesal karena Rudi tampaknya tidak memahami kode-kode yang dia berikan.

Tanpa banyak bicara, Lana mulai menyentuh Rudi dengan kelembutan dan gairah. Dengan cermat, dia mengarahkan bibirnya ke bibir Rudi dan melingkarkan tangannya di sekitar leher pria itu. Ciuman itu mendalam dan penuh gairah, seolah-olah Lana berusaha mengkomunikasikan keinginannya yang terpendam.

Namun, Rudi hanya meresponsnya dengan tatapan kosong dan gerakan yang tidak antusias. Setelah beberapa saat yang seharusnya penuh gairah berubah menjadi kekecewaan, Lana mengakhiri ciuman dengan nada yang penuh kekecewaan.

 "Apa karena aku belum mandi? Apa aku udah nggak menarik lagi?" tanya Lana dengan tatapan kecewa.

Rudi menggelengkan kepala dengan cepat, mencoba menjelaskan, "Bukan, sayang, bukan itu masalahnya. Aku masih lelah karena perjalanan panjang kemarin."

Lana menghela napas dalam-dalam, merasa semakin frustrasi. Dia merasa marah karena Rudi tampaknya lebih antusias ketika membahas pekerjaannya daripada meresponsnya.

Tanpa menunggu lebih lama, Lana hendak meninggalkan Rudi dan kembali ke kamar. Namun, pria itu segera menahan tangannya dengan lembut.

Rudi menoleh dengan tatapan lembut, mencoba meredakan kemarahannya. "Sayang, maafin aku. Aku janji, malam ini kita akan menghabiskan waktu bersama dan aku akan memberikan perhatian yang kamu butuhkan."

Lana menatap Rudi dengan pandangan ragu, tetapi akhirnya ia menyerah dan tersenyum kecil. "Oke, Rud. Aku akan menunggu."

Rudi mengangguk dengan senyum dan mencium bibir Lana sekali lagi sebelum dia pergi untuk memesan makan. Lana duduk di sana dengan perasaan yang rumit. Dia berharap bahwa Rudi akan memenuhi janjinya dan bahwa malam ini akan menjadi titik balik bagi hubungan mereka yang terasa semakin jauh.

***

Raka memasuki ruangan mewah di salah satu sudut hotel bergengsi di Paris. Kehadirannya seketika mencuri perhatian, bukan hanya karena penampilannya yang menawan, tetapi juga karena pesona alamiah yang selalu mengikuti pria itu. Tampaknya Raka tahu bahwa ia adalah tipe pria yang selalu bisa memikat perhatian siapa pun di sekitarnya.

Max, kakak laki-laki Raka, memandang kehadiran adiknya dengan tatapan tajam yang seakan menembus hati Raka. Selama ini, Max selalu tampil sebagai sosok yang bertanggung jawab dalam keluarga mereka. Tujuh tahun lebih tua daripada Raka, Max sudah lama menjalani peran sebagai pengurus perusahaan keluarga, MJ Group. Sementara Raka lebih suka berfoya-foya dan menjalani hidupnya sesuka hati.

Raka dan Max berdiri di salah satu sudut ruang perjamuan hotel mewah di Paris. Raka tidak suka peran yang selalu melekat pada dirinya sebagai pewaris perusahaan. Bisnis dan urusan perusahaan selalu terasa membosankan baginya. Raka selalu ingin hidup bebas tanpa harus terkekang oleh tanggung jawab besar itu. Dia adalah sosok yang suka bersenang-senang dan menikmati hidupnya tanpa beban.

Tanpa basa-basi, Raka menghampiri Max yang tampaknya sudah menunggu kedatangannya. Dengan tatapan serius, Raka langsung bertanya kepada Max dalam bahasa Inggris yang kental, "Jadi, Max, apa yang kau inginkan dariku?" 

Max tidak menjawab langsung. Sebaliknya, ia mengeluarkan beberapa foto dari saku jasnya dan menunjukkannya kepada Raka. Foto-foto itu adalah potret Raka bersama wanita-wanita cantik yang tersebar di berbagai acara mewah. Raka menatap foto-foto tersebut, wajahnya tidak menunjukkan ekspresi apapun.

Mata Raka memandang setiap foto dengan acuh tak acuh, lalu dengan gerakan ringan, dia melemparkannya ke tempat sampah dengan sikap nonchalant. "Apa ini? Mengapa kau menunjukkan foto-foto ini padaku?" ujarnya dengan nada dingin.

Max mempertahankan ekspresi seriusnya. "Aku melihat perilakumu belakangan ini, Raka. Kau harus sadar akan tanggung jawabmu sebagai pewaris perusahaan. Papa sangat memperhatikan tindakanmu. Ini bukan saatnya bersenang-senang dan menggoda wanita. Kau harus fokus pada bisnis keluarga kita."

Raka mendongak, tatapannya tajam menusuk. "Aku tidak peduli dengan bisnis keluarga itu, Max. Aku tidak akan pernah tunduk pada perintah papa, dan kau juga tahu itu. Jadi, hentikan usahamu menjadi anjing pemburunya, yang selalu mengawasi setiap langkahku."

Max tidak tergoyahkan oleh kata-kata tajam Raka. Dia mendekati Raka dan menempatkan tangannya di pundak pria itu dengan lembut. "Papa sangat menyayangimu, Raka. Dia ingin yang terbaik untukmu. Kau harus menghormati keinginannya dan berhenti melawan. Itu yang terbaik untuk kita semua."

Raka hanya mendengarkan dengan diam, meskipun dalam hatinya dia melawan kata-kata Max. Pandangannya tiba-tiba teralihkan ke arah pintu, di mana dia melihat seorang wanita masuk. Lana, mempesona dalam balutan gaun malam yang membuatnya terlihat seperti bidadari dari kisah dongeng. Mata Raka tidak bisa berhenti memandanginya, seolah-olah terpesona oleh kecantikan wanita itu.

Max menyadari arah pandangan Raka segera dan memberikan pria itu teguran yang keras. "Dengar, Raka. Aku tidak sedang bercanda. Kau harus mendengar dan mengikuti apa yang papa inginkan. Jangan membuatnya marah dan merugikan dirimu sendiri."

Raka mengangguk singkat, tetapi pandangannya masih tetap terpaku pada Lana, yang tampaknya tidak menyadari perhatian Raka padanya. Max melihat pandangan Raka yang kosong dan menggertakkan gigi. "Dengarkan apa yang kukatakan, Raka. Papa tidak akan mentolerir sikapmu yang seperti ini lebih lama lagi."

Raka hanya mengangguk sekali lagi, tetapi dalam benaknya, dia hanya memiliki satu pemikiran: Lana. Hati dan pikirannya terbelah antara kewajiban keluarga dan hasrat yang tak terkendali.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status