Share

Silakan Urus Sendiri Ibumu, Mas!
Silakan Urus Sendiri Ibumu, Mas!
Penulis: empat2887

Bab 1

Bab 1

"Iya, Sayang. Sebentar lagi ya. Kamu tunggu di sana, sebab Mas juga akan segera ke sana kok. Kamu tunggu, ya Sayang," ucap Mas Romi lembut.

'Lho, Mas Romi sedang bicara sama siapa ya? Kok dia memanggil orang tersebut dengan panggilan sayang? Padahal sama aku saja, tidak pernah sekalipun mengucapkan sayang,' tanyaku dalam hati.

Aku merasa heran dan curiga saat mendengar semua ini. Aku yang tadinya berniat memanggil Mas Romi, buat sarapan malah menjadi kepo, dengan apa yang sedang dibicarakan suamiku tersebut. Karena tadi ia menyebut sayang kepada seseorang, tetapi entah kepada siapa.

Saat aku mendengar Mas Romi sedang teleponan, bahkan ia memanggil sayang, kepada orang tersebut. Aku tidak langsung memanggilnya, tetapi aku menunggu Mas Romi, supaya dia menyelesaikan dulu pembicaraannya itu sekalian menguping.

Aku ingin tahu, apa yang dibicarakan Mass Romi selanjutnya. Setelah ia mengakhiri panggilan teleponnya, baru aku masuk untuk menemuinya dan mengajaknya untuk sarapan bareng. Karena kebetulan Ibu beserta anaknya sudah menunggu di ruang makan.

"Mas, kamu sedang ngapain sih, kok lama banget di kamarnya? Aku dari tadi menunggu kamu lho, Mas. Azka dan Ibu juga menunggu kamu, saat ini mereka sudah berada di ruang makan, hanya kamu yang belum datang." Aku bertanya kepada Suamiku, alasan dia tidak segera datang ke ruang makan.

"Itu lho, Dek. Tadi ada klien menelepon, Mas. Katanya ia sudah menunggu Mas di kantor, sejak dari tadi. Jadi maaf ya, Dek, Mas nggak bisa sarapan bareng hari ini," terang Mas Romi.

'Ah masa sih, klien kok dipanggil Sayang,' tanyaku dalam hati merasa tidak percaya dengan ucapan suamiku itu.

Aku benar-benar tidak percaya, dengan apapun yang dikatakannya saat ini. Karena aku yakin, kalau Mas Romi sedang berbohong. Masa iya sih, Mas Romi memanggil sayang sama kliennya? Terkecuali, jika kliennya itu seorang perempuan dan mereka terlibat cinta lokasi.

"Oh, begitu ya, Mas? Tapi beneran kan, kalau itu adalah klien kamu, Mas? Itu bukan selingkuhan kamu? Soalnya tadi aku hanya sekilas mendengar, kalau Mas bilang, Yang, sama orang di seberang telepon tersebut," tanyaku berpura-pura percaya kepadanya.

"I-iya bener klien lah, Dek, masa iya Mas bohong. Ia itu bukan selingkuhan, Mas, kok, Dek. Karena Mas tidak punya selingkuhan, hanya kamu istri Mas satu-satunya. Kamu adakah wanita kedua di hati, Mas, setelah Ibu," gombal Mas Romi.

Aku tetap tidak terpengaruh dengan semua itu, aku tidak percaya dengan ucapannya.

"Tapi, Mas, kok barusan kamu itu menjawabnya dengan gugup sih. Pasti ada sesuatu, yang sedang kamu sembunyikan dariku. Iya kan, Mas? tanyaku.

"Ingat ya, Mas, kamu itu jangan macam-macam sama aku. Karena jika Mas sekali saja berbuat diluar jalur, maka silakan urus sendiri Ibumu, Mas," ancamku.

Aku sengaja berkata seperti itu untuk mengingatkan suamiku tentang semuanya, supaya ia bisa kembali ke jalur yang benar, apabila saat ini ia memang sedang di luar jalur. Karena Aku tidak mau, jika semua pengorbananku merawat ibunya itu berakhir dengan sia-sia.

"Lho, Amira, kok kamu malah ngelantur sih ngomongnya? Itu sama saja, kamu sedang menuduh aku. Sudah ah, aku tidak bisa lama-lama, nanti kliennya menungguku. Aku nggak enak menyuruhnya menunggu terlalu lama," ujar Mas Romi, dengan nada emosi. Ia berkata sambil menyambar konci mobil dan tas kerjanya.

"Ya sudah, hati-hati di jalan, Mas," pesanku.

Aku pun menyalami tangan suamiku secara takzim, walaupun suamiku sepertinya marah, dengan semua ucapanku barusan. Tetapi aku tetap menghormatinya. Kemudian aku dan Mas Romi berjalan keluar dari kamar. Aku mengantar suamiku pergi, hingga ke teras depan. Setelah mobilnya tidak terlihat lagi, baru aku pun kembali ke ruang makan.

Karena di sana ada Azka anaku, serta Ibu mertuaku.

Rupanya Azka anakku, sudah duluan sarapan. Mungkin karena ia kelamaan menungguku, sehingga ia memutuskan untuk duluan makan. Sedangkan Ibu mertuaku masih menungguku, sebab ia tidak bisa berbuat apa-apa, jika tidak dibantu oleh orang lain. Ya, Ibu mertuaku sakit. Ia sudah lama terserang struk, ia hanya bisa duduk di kursi roda, tanpa bisa berbuat apa-apa.

Makanya aku mengancam Mas Romi, jika dia berani macam-macam denganku. Maka aku akan pergi dari kehiduiannya dan silahkan ia urus sendiri ibunya itu. Karena selain aku, anak-anaknya pun tidak ada yang sanggup mengurus, dengan alasan mereka sibuk kerja. Jadi mereka melimpahkan semuanya kepadaku, tetapi masalah biaya mereka tetap yang menanggung.

***

"Mbak, aku titip Ibu sebentar ya! Dia sudah makan dan juga sudah minum obat kok. Aku mau mengantar Azka sekolah dulu, sekalian mau ada perlu," terangku.

"Iya, Bu," ujar Bi Asmi.

Ia adalah asisten rumah tanggaku, yang datang setiap pagi dan pulang sore hari. Ia tidak bisa menginap, sebab dia juga punya tanggung jawab, terhadap suami dan juga anaknya.

"Ya sudah, aku pergi dulu ya, Mbak. Aku nitip Ibu dulu sebentar, assalamualaikum," pesanku lagi.

"Waalaikumsalam, iya, Bu. Ibu tenang saja," ujarnya.

Aku pun segera mengantarkan Azka ke sekolah TK Tunas Bangsa, yang tidak jauh dari komplek perumahan tempat tinggalku. Setelah mengantar Azka, aku segera pergi ke kantor Mas Romi, sebab aku ingin mengetahui benar tidaknya ada klien yang menunggu dia sepagi ini. Walaupun nanti di sana sudah tidak ada siapapun, yang aku curigai. Tetapi mungkin satpam atau karyawan lain tahu.

Apa benar ada klien sepagi ini, atau tidak? Aku memacu motor matic-ku, dengan kecepatan yang lumayan tinggi. Karena aku ingin cepat sampai, ke kantornya Mas Romi.

Aku pun langsung masuk ke kantor Mas Romi, tetapi di halangi oleh security. Dia begitu ngotot, menghalangi jalanku untuk bertemu suamiku. Namun, aku tetap memaksa ingin masuk.

Aku juga berkata, kalau dia menghalangiku, berarti memang benar ada apa-apa dengan Mas Romi. Sehingga perkataanku itu, membuat dia tidak lagi menghalangiku. Aku pun segera pergi dan masuk ruangan suamiku tanpa ada kendala lagi. Begitu terkejutnya aku, saat melihat suamiku, sedang bersama perempuan lain. Aku pun tidak menyia-nyisksn kesempatan itu dan segera melabraknya.

"Oh ... jadi ini, yang dimaksud klien oleh kamu, Mas? Pantas saja, kamu tadi terburu-buru berangkat, sampai kamu tidak mau sarapan di rumah. Rupanya kamu mau sarapan di kantor, serta memakan masakan perempuan ini! Bagaimana, Mas, enak masakannya? Pasti nikmat sekali ya, orang makannya saja sambil disuapi. Bahkan yang menyuapinya juga duduk manis dipangkuanmu," sungutku.

Bersambung ...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status