Share

Bab 8

Sepertinya Mas Romi merasa tersinggung, dengan ucapan Ibu barusan. Karena sebenarnya tenaga yang aku keluarkan untuk merawat Bu Rahma ini gratisan, tidak ada bayarannya sama sekali.

Aku pun merasa puas, dengan perkataan Ibu barusan, sebab Ibu telah mewakili perasaanku. Sebenarnya perkataan itu yang ingin aku katakan, ketika Mas Romi ketahuan selingkuh dengan Lisa.

"Romi, apa boleh Bapak bertanya sesuatu?"

"Iya, Pak, boleh. Memangnya Bapak mau tanya apa ya," tanya Mas Romi, sambil mengelap keringat dengan tisu.

"Lho, Nak Romi, kok kamu keringetan begitu sih? Memangnya gerah ya, Nak? Padahal cuaca sedang adem, kamu juga datang kemari membawa mobil kan ya," tanya Ibu.

Ibu bertanya kepada Mas Romi, sebab wajah Mas Romi kini sudah dipenuhi dengan keringat. Apalagi dibagian keningnya, ia seperti orang yang sedang kepanasan. Padahal di rumah ini hawanya adem, serta cuaca juga tidak terlalu panas. Pantas saja jika Ibu bertanya demikian kepada Mas Romi.

"I-iya, Bu, Romi bawa mobil. Tapi nggak tau kok keringat banyak banget ya," sahutnya.

'Rasain kamu, Mas, kepanasan karena mau diinterogasi sama Bapak," cibirku dalam hati.

Aku merasa puas, ketika melihat pria yang masih menjadi suamiku kelabakan seperti ini. Kelihatan sekali, jika dia itu takut. Makanya jangan sok jadi orang, blagu banget sih sampai mau mendua segala. Disaat Mas Romi masih kepanasan, Bapak langsung bertanya kepada Mas Romi, tentang apa yang ingin dia tanyakan.

"Romi, sebenarnya kalian berdua itu sedang ada masalah apa? Kok Amira tadi datang sambil membawa koper?" tanya Bapak.

Ia berkata dengan nada lembut, tidak ada penekanan sama sekali dari pertanyaannya itu. Padahal Bapak sudah tahu duduk persoalannya, antara aku dan Mas Romi. Tetapi ia tetap bersikap tenang, tidak terburu-buru menegur, apalagi langsung memvonis jahat kepada Mas Romi.

Bapak disini benar-benar bersikap netral, ia tidak memihak kepadaku karena aku anaknya, atau menyalahkan Mas Romi karena dia hanya menantu. Padahal jika melihat apa yang aku alami, sudah sewajarnya seorang Bapak memaki menantunya, yang berbuat jahat kepada anaknya.

Tapi Bapak tidak, ia masih tetap memberi kesempatan kepada Mas Romi untuk berkata sesuai versi dia. Bapak menghargai pendapat orang lain, walaupun ia tahu orang tersebut salah.

"Jadi sebenarnya begini, Pak. Amira itu mungkin kelelahan merawat Ibu, sebab adik-adik Romi tidak ada yang mau gantian merawat Ibu. Mereka malah membebankan semuanya kepada Amira. Romi faham dengan kondisi Amira, yang pastinya kecapean. Romi mau memanggil perawat untuk membantu Amira mengurus Ibu, tetapi adik-adik Romi bilang percuma, hanya akan membuang-buang uang saja. Sedangkan menurut mereka, di rumah juga ada Amira, yang tidak bekerja seperti mereka. Nah, mungkin Amira tersinggung, Pak, dengan perkataan adik-adik Romi. Makanya ia pergi dari rumah, sambil membawa Azka," tutur Mas Romi berkata panjang lebar.

Ia memberitahu Bapak dan Ibu, tentang versi dia, kenapa aku bisa pergi dari rumah.

"Lho ... Mas, kok kamu bilangnya seperti itu sih? Kapan coba aku bersikap seperti itu? Walaupun adik-adikmu memang berbicara seperti itu, tetapi aku selalu menerimanya. Aku selalu mau merawat Ibu? Lebih baik kamu ceritakan yang sejujurnya deh, Mas. Kamu jangan berbicara yang tidak-tidak," pintaku, meminta kejujuran darinya.

"Lho, Dek, memang apa lagi yang harus Mas beritahu sama Bapak dan Ibu?" Mas Romi bertanya pura-pura tidak mengerti apa yang aku maksud.

Semua perkataan yang diucapkan Mas Romi, membuat aku bengong. Karena aku sama sekali tidak ada drama, seperti yang diucapkan oleh Mas Romi barusan. Mas Romi benar-benar pintar memainkan peran, ia bahkan tega mengambing hitamkan orang lain, walaupun itu saudaranya sendiri.

Ia juga tega membuat orang lain tercoreng nama baiknya, demi supaya dirinya tetap baik dimata orang lain. Aku tidak menyangka sama sekali, jika Mas Romi memiliki sifat yang demikian. Melihat itu semua, membuat hatiku bertambah mantap, ingin berpisah darinya.

"Mas, kamu jangan berpura-pura deh," pintaku lagi.

"Memang seperti itu kan, Dek. Kamu pergi dari rumah karena tersinggung, dengan sikap adiknya, Mas?" tanya Mas Romi.

Ia penuh harap, mengiyakan ucapannya. Aku yakin kalau Mas Romi berkata seperti itu, supaya aku dapat menutupi kebohongannya dihadapan Bapak saat ini. Tapi aku tidak akan pernah menutupi kebohongan apa pun di gara kan Bapak. Karena kebenaran harus ditegakkan.

Bersambung ...

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Astiah Harjito
Hrs pake koin ya, tapi koinnya mahal, lebih mahal drpd harga buku penulis sekelas Tereliye, Asma Nadia dll. ...
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
jgn terlalu dungu banget amira. atau memang kamu itu pantasnya cuman jadi jongos utk merawat mertua mu. g bisa membela diri
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status