Share

BAB III Darah Muda

Dari sanalah cerita Bibi Kim menangis sambil terisak. Disebutkan bahwa suaminya mengambil kalung berharga milik keluarganya, yang menentang hubungan mereka. Beberapa kali Bibi Kim melarangnya, tapi ia tetap tidak mau dengar.

Chae Ra melihat raut wajah pria itu dari secangkir teh kini berubah dengan ekspresi sedih. Seakan-akan juga ikut merasakan kepedihan di hati sang istri.

“Bibi… semua ini diluar kuasamu dan tentu di luar kuasaku juga. Takdir yang Tuhan berikan tidak bisa di tentang. Namun hubungan kalian bukanlah perlawanan takdir, melainkan perjuangan takdir,” ucap Chae Ra dengan lembut

Bibi kim masih menangis di dalam pelukan sang adik.

“Hah… suamimu, dikuburkan di sini. Lebih baik kita makamkan dengan layak, sebelum matahari terbenam.” ucap Chae Ra memutuskan

“Bagaimana bisa? Bagaimana caranya?” Tanya paman Kim

Chae Ra berjalan keluar menuju ruang tamu untuk mengambil ponsel. Lalu menelpon seseorang untuk meminta bantuan

“Halo? Bisa bantu aku? Tenang saja semuanya akan dibagi rata,” ucapnya di telpon. “Alamatnya sudah ku kirim lewat pesan, sebelum matahari terbenam semuanya sudah beres.”

.

.

.

Tiga puluh menit menunggu kini rekan kerja yang dimaksud Chae Ra datang dengan barang-barang yang akan di gunakan. Seperti gendang, seikat ilalang kering dan tentu saja darah kuda putih.

“Kau ada janji malam ini, mari selesaikan dengan cepat,” ucap pria itu menatap Chae Ra dengan penuh keyakinan

“Aku tahu,” jawab Chae Ra sambil memakai hanbok

DUNG TAK….

DUNG TAK….

Suara gendang itu terus terdengar diiringi nyanyian manta yang ucapkan rekan Chae Ra.

Sedangkan Chae Ra yang sudah siap mengambil sepasang pisau tradisional dengan mata pisau yang tajam, menari-nari dengan penuh tenaga bagai dirasuki roh. Ia terus mengiriskan pisau-pisau itu di atas kulit putihnya, menandakan bahwa ia kebal dari segara-serangan yang ada.

“Bongkarlah!” ucap Bibi dengan lantang sambil nenatap lantai ruang keluarga

Paman Kim juga langsung membongkar lantai itu, lantai kayu yang sudah berumur panjang akhirnya hancur meskipun membutuhkan waktu yang cukup lama. Chae Ra dan rekannya tak akan berhenti sebelum makam itu terbongkar.

Rekan Chae Ra tiba-tiba menghentikan ketukan gendangnya, begitupun dengan Chae Ra yang otomatis menghentikan tariannya. Menandakan bahwa Paman Kim sudah selesai dengan pembongkaran makamnya.

“Sudah saatnya.”

“Apa yang paman lihat?” tanya Chae Ra mendekat

HUSSSSSHH!

Angin bertiup dengan kencang menembus jendela, membuat hawa rumah ini semakin dingin.

BRAKKK!

“Hah?!” Kaget Paman Kim melihat apa yang baru saja ia temukan

Lantai kayu itu berhasil diangkat dan memperlihatkan sebuah tengkorak yang terlihat berbaring dengan posisi badan melipat, karena ruang di sekitarnya yang cukup sempit.

Bibi yang penasaran juga ikut mendekat, seketika ia melebarkan matanya tak sanggup melihat yang yang ada di hadapannya sekarang. Kerangka suaminya yang ia yakini sebelumnya sudah terbakar, namun sekarang masih utuh bahkan ada dihadapannya saat ini

“SUAMIKU!” teriak Bibi Kim histeris

Chae Ra yang melihat itu dengan sigap merangkul Bibi Kim agar tak terjatuh. Paman Kim yang masih terdiam menatap sang Kakak ipar. Menyadari itu Chae Ra menatap rekannya lalu mengisyaratkan agar proses ini di lakukan dengan cepat.

Rekan Chae Ra pun langsung turun mengamati kerangka itu. Lalu mengerutkan keningnya saat menyadari ada suatu benda yang berada di tengah-tengah kerangka pergelangan tangan itu.

“Chae Ra, ambilkan sarung tangan.”

Chae Ra langsung memberikan sarung tangan itu, lalu menatap apa yang di tatap rekannya. Pria itu sedikit berjongkok lalu mengambil sebuah kalung permata yang sangat berkilau.

“Bibi, kurasa ia belum menuntaskan tugasnya di dunia ini. Hingga membuatnya tak merasa tenang di dalam sana,” ucap Chae Ra pada bibi Kim

Rekan Chae Ra yang mengerti, langsung memberikan kalung itu pada Bibi Kim.

“AKHHSHHH…. SUAMIKU… kau benar-benar mengambilnya demiku, kau bahkan rela menukarkan nyawamu… HIKS…” Bibi Kim makin histeris setelah memegang kalung itu

Chae Ra menatap bibi dengan prihatin dan ikut merasakan kepedihan yang mendalam. Chae Ra berbalik ke kanan dan seketika menatap sosok roh pria yang merupakan pemilik kerangka itu. Pria yang merupakan korban pembunuhan kejam dan dikuburkan di tempat yang tidak seharusnya di jadikan tempat peristirahatan terakhirnya.

Pria itu berlutut melihat kerangkanya sendiri yang terbaring meringkuk yang merupakan posisi terakhirnya sebelum menghembuskan nafas terakhir. Lalu pria itu kini beralih menatap bibi Kim yang masih dalam pelukan Chae Ra.

“Jangan menyalahkan dirimu, aku akan terus berada di hatimu,” ucap pria itu, lalu menatap Chae Ra dengan penuh rasa terima kasih.

Chae Ra yang juga menatapnya menganggukkan kepala.

“Paman, ayo kita lakukan.” Chae Ra menatap Paman Kim yang masih syok

Akhirnya mereka segera menuntaskan kremasi pada kerangka itu sebelum matahari terbenam.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status