Share

Merasa Bersalah

Sampai di rumah, rumah dalam keadaan gelap, Alan semakin bingung dengan kondisi ini. Ia pun masuk ke dalam rumah.

"Kemana kamu Aira? Apakah kamu minggat? Tapi nggak mungkin, kita kan nggak ada masalah apa-apa," kata Alan dalam hati.

Ia segera masuk ke kamarnya, mengecek lemari pakaian.

"Masih ada pakaian Aira dan Kenzo. Kemana mereka ya?"

Alan membuka ponselnya. Ternyata masih dinonaktifkan. Begitu diaktifkan, ada panggilan tak terjawab dari Aira dan beberapa pesan. Ia pun membuka pesan itu.

[Mas, Kenzo dirawat di rumah sakit.]

Alan gemetar membaca pesan dari Aira yang singkat, padat dan jelas.

"Maafkan Ayah, Kenzo. Ayah tidak tahu," kata Alan dengan pelan, matanya berkaca-kaca.

"Bodoh sekali aku, coba tadi aku tidak menonaktifkan ponselku. Kalau terjadi apa-apa dengan Kenzo, aku pasti akan menyesalinya seumur hidupku. Bodoh sekali aku!" rutuk Alan pada dirinya sendiri.

Ia pun menelpon Aira. Tidak ada jawaban dari Aira. Alan menjadi cemas.

"Aira, tolong angkat teleponnya. Jangan membuatku khawatir," kata Alan dengan pelan. Ia pun mencoba menelpon lagi.

Di rumah sakit, Aira tampak terlelap tidur setelah kecapekan menggendong Kenzo yang dari tadi rewel terus. Setelah Kenzo tertidur, Aira pun berusaha untuk tidur.

Drtt…Drtt ponsel Aira berdering. Tapi Aira tidak bergerak sedikitpun. Ia masih terlelap, saking lelahnya.

Tok…tok pintu kamar rawat Kenzo diketuk. Aira terbangun dari tidurnya.

"Maaf, Bu. Mau mengecek suhu tubuh Adik," kata seorang perawat yang masuk ke kamar Kenzo.

"O iya, Mbak. Silahkan," sahut Aira.

Perawat itu pun mengecek suhu tubuh Kenzo dengan menempelkan termometer di ketiak Kenzo. Kenzo masih terlelap tidur, sesekali tubuhnya tampak bergetar.

"39,5." Perawat itu berkata pada Aira.

Waktu dibawa ke rumah sakit tadi, suhu tubuh Arka mencapai 40,4. Karena takut akan kemungkinan terburuk, akhirnya dokter menyarankan untuk dirawat di rumah sakit. Supaya bisa diawasi dan di cek suhu tubuhnya secara berkala.

"Agak turun ya, Mbak."

"Iya, Bu. Turunnya perlahan. Tetap dikompres ya, Bu."

"Iya, Mbak."

"Saya permisi, kalau ada apa-apa pencet bel ini." Perawat itu memberi arahan.

Aira mengangguk. Kemudian mengompres dahi Kenzo.

Drtt..Drtt...ponselnya berdering, nama Alan yang muncul di ponsel Aira.

"Di rumah sakit apa?" tanya Alan.

"Rumah Sakit Ananda."

"Ya sudah, aku kesitu sekarang."

Panggilan pun ditutup. Ada kelegaan terpancar di wajah Aira dan Alan karena akhirnya bisa berkomunikasi. Alan bergegas pergi ke rumah sakit, ia tidak sempat berganti pakaian ataupun mandi. Padahal tadi dia habis melakukan sesuatu dengan Firda.

Ceklek! Pintu kamar Kenzo terbuka, tampak Alan dengan wajah cemasnya. Aira menyambut Alan dan memeluk Alan. Tercium bau asing di tubuh Alan.

Aira pun curiga, ia mengendus tubuh Alan lagi.

"Kenapa?" tanya Alan.

"Mas dari mana, kok berkeringat kayak gini. Baunya juga aneh." Aira menatap Alan.

Alan tampak gugup.

"Tadi di kantor banyak kerjaan, pas pulang belum sempat mandi. Hanya berganti baju saja, bahkan nggak sempat pakai parfum." Alan berusaha menjelaskan, tentu saja ia berbohong.

Aira melihat Alan yang tampak gugup, ia tahu kalau Alan berbohong. Tapi bukan saatnya untuk berdebat. Fokusnya sekarang adalah Kenzo.

"Bagaimana kondisi Kenzo? Kenapa ia sampai ke rumah sakit?" tanya Alan mengalihkan pembicaraan untuk menghindari kecurigaan Aira.

"Dari pagi sudah demam, pas Mas berangkat tadi. Sudah dikasih obat belum turun juga. Siang tadi menelpon Mas, nggak diangkat. Di telpon lagi malah dimatikan. Akhirnya ku bawa Kenzo kesini." Aira berkata dengan suara yang bergetar.

"Maaf, tadi sedang meeting. Nggak lihat ponsel lagi, pas sampai rumah ternyata ponselnya mati." Alan lancar sekali berbohongnya.

Aira terdiam, ia memandangi Kenzo yang terlelap tidur. Ia kesal, kalau teringat betapa paniknya ia tadi siang. Andai ia tahu ketika ia panik, Alan malah sedang bergelut, berbagi peluh dengan wanita lain, pasti ia akan sangat kecewa.

"Mas, andai Mas tahu bagaimana paniknya aku tadi. Semua aku putuskan sendiri, aku bingung sekali. Bahkan tas yang kubawa tertinggal di taksi. Untung saja pengemudinya baik, mengantarkan kesini." Aira menarik nafas panjang.

"Apalagi waktu Kenzo diambil darahnya tadi. Ia menangis, membuatku ikut menangis juga," kata Aira dengan mata berkaca-kaca.

"Maafkan aku, ya? Hari ini benar-benar banyak sekali pekerjaan yang harus aku lakukan. Tenang saja, besok aku akan disini menunggu Kenzo. Aku akan minta izin nggak masuk kerja." Alan berkata dengan penuh penyesalan. Ia berusaha menebus rasa bersalahnya. Kemudian memeluk Aira lagi.

"Apa diagnosa dokter?" tanya Alan lagi.

"Gejala tipes, Mas."

Krucuk…krucuk, terdengar suara dari perut Aira.

"Mas, aku lapar. Dari siang belum sempat makan. Kenzo rewel terus, terpaksa aku harus menggendongnya. Baru sore tadi ia bisa tidur. Kalau aku cari makan, aku nggak tega meninggalkan Kenzo sendirian. Mau menitipkan pada perawat pun aku nggak tega," kata Aira dengan wajah yang tampak memelas.

Alan tertegun mendengar penuturan istrinya, Aira memang tampak pucat dengan wajah yang terlihat kusut. Rasa bersalah itu semakin membesar.

"Kamu mau makan apa? Nanti biar aku belikan."

"Apa saja Mas. Yang penting bisa untuk mengisi perut, dari tadi isinya cuma air saja. Jangan lupa beli air mineral, juga cemilan."

"Oke."

Alan pun mencium kening Kenzo, kemudian mencium kening istrinya. Aira mengerutkan keningnya, ia melihat sesuatu yang agak mencurigakan. Belum sempat bertanya, Alan sudah keluar dari kamar.

"Sepertinya hari ini Mas Alan tampak aneh. Apakah ia punya masalah?" gumam Aira.

Aira pun mencoba untuk memejamkan mata lagi.

"Ibu," panggil Kenzo.

Aira pun langsung membuka matanya lagi.

"Iya, Sayang?" Aira langsung memegang dahi Kenzo, sudah mulai agak dingin.

"Lepas." Kenzo berkata sambil berusaha untuk melepas infus yang ada di tangannya.

"Jangan Sayang. Ini ada obatnya, biar Kenzo cepat sembuh. Kita bisa pulang."

Tiba-tiba Kenzo menggigil lagi, Aira langsung menyelimuti Kenzo.

"Kepala Kenzo sakit?" tanya Aira. Kenzo hanya mengangguk.

"Bobok lagi ya?"

"Kelonin," rengek Kenzo.

Akhirnya Aira berbaring di tempat tidur bersama dengan Kenzo. Sambil mengelus-elus badan Kenzo, biar ia merasa nyaman.

"Mas Alan kok lama sekali ya?" kata Aira dalam hati. Perutnya sudah mulai terasa perih.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
apa si aira ini g hapal bau orang habis ml. tipikal istri tolol,lemot,lemah dan menye2
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status