Masih kuseret koper berukuran sedang yang berisi beberapa pakaian dan terpaku kemudian di tempat ini. Tadinya aku telah memesan taksi online, namun entah mengapa, kuputuskan untuk berhenti di jembatan besar yang membelah sungai selebar 100 meter tersebut. Kupandangi kendaraan yang berlalu lalang di jalanan, kelap-kelip lampu dari tali beton yang menyanggah konstruksi jembatan, bunyi uap perahu nelayan di bawah sana, semuanya ....Aku gamang dengan pemandangan itu, memikirkan rentetan kejadian tadi, membuatku seakan gila.Kuraih sisi jembatan, dan kucengkeram kuat-kuat dengan kedua tanganku. Kutatap nanar pemandangan di bawah sana, terlintas kemudian dalam pikiranku, mungkin dengan memutuskan terjun, aku akan mengakhiri semua luka dan rasa malu akibat dosa yang kuperbuat. Setidaknya, setelah ini aku akan berakhir dilupakan dan namaku akan tenggelam begitu saja seiring dengan aliran waktu yang kian melaju."Mas andri, Reza, maafkan aku," desahku lemah.Kulepas sepatuku kemudian perl
Setelah tiga bulan mengontrak di kost-kostan sederhana aku akhirnya memilih untuk membuka usaha kecil-kecilan dengan sisa tabungan dan perhiasanku. Kubuka butik mini dengan menyewa ruko di pinggir jalan utama kota yang berbeda dengan kotaku semula.Setelah resmi bercerai dari Mas Andri aku memutuskan untuk hidup sendiri dan memulai segalanya dari awal. Sedang handy, ia tetap bertahan menjalin hubungan denganku dan menunggu persetujuanku untuk menikah dengannya.Aku tak menyangka bahwa kadang kerinduan pada Reza sebegitu besarnya, sebentuk penyesalan kecil kerap menyergap sudut hati terdalamku, andai aku tak melakukan kesalahan itu, mungkin aku masih berbahagia dengan keluarg kecilku. Aku tak menyangka bahwa akhir dari pernikahan kami adalah seperti ini, akhir dari pernikahan yang diimpikan akan menjadi surga dunia dan akhirat kami."Hei lagi, apa? Melamun aja," ujar pemuda yang selalu mengisi hari-hariku membuyarkan lamunanku."Gak, gak lagi apa-apa, Handy.""Aku mau ngasih lihat i
**Desir-desir angin sore menggoyangkan dahan dan dedaunan di sekitarku. Beberapa kali terpaannya mempermainkan anak rambut dan membelai wajah. Sedangkan aku termenung di bingkai jendela sambil menerawang jauh pada hamparan sawah dan bukit-bukit menghijau di bawah sana.Masih terpaku pada posisi yang sama dari satu jam yang lalu. Memikirkan apa yang beberapa saat lalu terjadi, kemudian memejamkan mata sambil menggigit bibirku pelan, menahan gejolak yang bergemuruh dalam dada. Menahan amarah pada kebodohanmu, memendam sesal pada dosa yang kuperbuat, dosa yang mungkin menjadi aib yang menyakitkan pada anak dan suamiku.Ingin kuhajar diriku sendiri.Ranjang dan selimut itu, masih pada posisi yang sama, tersibak dan berantakan meninggalkan jejak pergumulan panas yang hanya dimengerti oleh sebagian yang merasakan. Bantal-bantal juga handuk berserakan di lantai parquette hotel ini.Ketika melakukan itu, aku tak sadar a
Bias mentari menghangat, sinarnya menerobos dan tepat mengenai wajahku yang masih terlelap nyaman di peraduan king size dengan ukuran Garuda emas.Percuma, tidur sendiri.Kulirik weker di sisi tempat tidur, waktu telah menunjukkan pukul 07:30 pagi. Kusibak selimut lalu bangkit menuju kamar mandi. Kutatap wajahku di cermin sambil membasuh tangan, sedikit kumajukan badanku mendekat ke kaca tersebut."Aku masih cantik walau dengan sedikit garis-garis samar di wajah, aku tetap menarik, tapi kenapa Mas Andri enggan mendekatiku? Apa yang salah?" bisikku bersenandika.Kutatap tubuhku, sedikit memutar, masih semampai seperti semula, dibalut baju tidur satin merah yang lembut dan menggoda,aku tak kalah mempesonanya dengan mereka yang masih muda-muda.Selepas dari kamar mandi aku turun ke lantai bawah, berniat menyeduh kopi dan sedikit berolah-raga di gym pribadi milik kami. Kegiatan semacam ini memang tak pernah absen k
Semburat jingga di ufuk timur terbit, kemilaunya menerpa dedaunan di taman yang lalu sisa embun memantulkan kembali kristal-kristal indah yang membuatku terpesona oleh keajaiban Sang Pencipta.Kusibak selimut dan seperti biasa aku melakukan rutinitas pagi, membersihkan diri lalu menyiapkan sarapan. Sibuk sendiri di dapur membuatku tertegun sesaat. Lalu mengedarkan pandanganku pada tiap sudut rumah nuansa Eropa yang mewah ini.Perabotnya, aksesorisnya bahkan cat dindingnya sangat menyilaukan tapi sungguh aku merasa hampa. Bahkan sarapan yang sudah kusiapkan di atas meja hanya teronggok begitu saja.Aku kehilangan selera dan semangat.Kuraih gawai dan kutekan kontak atas nama suamiku. Berharap dia ada di sini, seharusnya sepagi ini dia masih bersamaku, sarapan bersama dan bercanda."Halo," sapanya dari seberang sana."Mas ... Mas udah bangun?" Kat
Hari ini, setelah hujan sore tadi, langit malam begitu indah dengan taburan gemintang yang menghiasi, kelip ornamen malam dan lampu kota membuatku sesaat menikmati pemandangan itu.Lelah dan jenuh dengan kegamangan yang merajai dinding hati, akhirnya kuputuskan untuk keluar dari rumah sejenak menikmati suasana.Sepanjang trotoar beraneka ragam penjual makanan dan minuman hangat berjejeran, kepulan asap dan aroma makanan membuat siapa saja tergoda.Anak-anak muda duduk di bangku dekat paving menikmati pesanan mereka sambil memainkan ponsel atau bercengkerama ria. Canda dan gelak tawa mereka membuatku iri dan semakin merasa sepi.Kubenahi mantel dan sambil menggenggam kedua tangan yang mulai terasa dingin oleh terpaan angin.Baru saja hendak berbalik badan untuk kembali ke rumah tiba-tiba sebuah tangan menyentuh lembut bahuku.Kubalikkan diriku dan sosok yang selalu membuat jant
**Duduk bersender pada sofa panjang dengan tatapan gamang, kemudian berkali-kali kubuang napas kasar lalu memejamkan mata, mengingat kembali rentetan kejadian demi kejadian yang kerap membuatku mengulangi dosa yang sama."Ah, Handy, Mas Andri ...." Dua nama itu, seperti dua sisi mata uang yang berbeda tapi selalu saling menyertai. Entah sosok yang telah halal bersamaku atau seseorang yang diam-diam menyembunyikan kekagumannya pada milik orang lain, itu membuatku gamang, jujur dilema ini bukanlah hal mengenyangkan selain dari kenyamanan sesaat.Kualihkan pandangan pada jejeran tanaman bunga dan kolam kini air mancur yang bersebrangan langsung dengan tempat dudukku, satu ketukan remote control panel kaca yang mendindingi ruang santai, perlahan terbuka dengan otomatis. Lalu udara berebut masuk mengedarkan hawa sejuk yang menurutku sama sekali tak menyejukkan hatiku.Atau bunyi gemericik air yang melunc
Mungkin siang tadi Mas Andri telah menyakitiku, namun sebagai wanita aku harus mencari cara untuk menyelamatkan hubungan kami. Setidaknya aku punya anak yang bisa membuat Mas andri berfikir ulang untuk meninggalkan kami.Kutelpon ia dengan rencana mengajaknya menghabiskan waktu berdua saja. Semoga itu bisa memperbaiki hubungan kami."Iya, Sabrina," jawabnya"Mas lagi di mana, aku berencana ke taman, apakah mas mau ikut?""Gak usah aku mau istirahat saja.""Istirahat di mana?""Ya tentu saja, hotel. Sabrina," jawabnya santai."Padahal ada ruang tempat Mas bisa beristirahat dengan nyaman dan tidak perlu membayar."Hatiku perih mendengar kalimatku sendiri yang terdengar tercekat di tenggorokan."Hmm, aku ... Maaf," gumamnya."Aku tahu, aku mengerti Mas." Kupot