Renata memperhatikan laki-laki itu dari atas sampai bawah. Ia manis dan tidak begitu asing.
“Kamu siapa?” Tanya Renata bingung.
Penampilan laki-laki itu begitu sederhana, ia hanya memakai kaos polos, celana pendek, serta sandal jepit di kakinya.
Bukannya menjawab pertanyaannya, laki-laki itu malah duduk di sampingnya, kemudian tersenyum sambil memandang laut biru yang terbentang luas di depan mereka.
“Udah puas nangisnya?” Tanyanya.
"Ya. Kamu siapa?” Ulangnya.
“Entahlah, aku juga nggak tahu,” jawabnya kini memandan Renata teduh.
Renata memandang laki-laki itu lama sebelum ia kembali bertanya dengan tatapan menyelidik. “Kamu ngapain disini?”
“Karena kamu menginginkan aku berada disini, Renata.” Jawabnya lembut.
“Tunggu, darimana kamu tahu namaku? Dan jika aku tidak menginginkanmu disini, apa kamu akan menghilang sekarang?” Tanya Renata lagi.
“Coba aja, kita nggak pernah tahu” Laki-laki itu mengangkat sedikit bahunya.
Renata menatap laki-laki itu lama menimbang-nimbang apa ia akan mengenyahkannya dari mimpi malam ini, atau membiarkannya saja.
“Kamu tidak mau kan?” Laki-laki itu tersenyum dengan lesung pipi yang membuatnya terlihat semakin manis.
Gadis itu hanya mendengus pelan, “sok tahu!”
“Nikmati saja. Aku sudah menunggu waktu yang lama untuk bisa berbicara denganmu.”
Renata mengernyitkan dahi, “sudah menunggu waktu yang lama?”
“Ya,” balasnya tersenyum.
“Kamu ini makhluk apa sih? Kamu bukan karakter ciptaanku? Kenapa kamu bisa berada disini? Kamu makhluk halus ya?” Mata Renata melotot saat menyebutkan kalimat terakhir. Ia takut.
“Renata, jika kamu berikir seperti itu, maka ini akan menjadi bagian dari mimpi burukmu yang lain. Aku juga kurang mengerti untuk apa aku disini yang jelas aku sudah cukup lama disini, dan kehadiranmu benar-benar menolongku. Aku kesepian disini. Sebelum kamu membuat ini menjadi sebuah pedesaan dan dermaga aku terkurung di dunia yang aneh."
Alis gadis itu terangkat, “dunia seperti apa? kamu tidak akan berbuat jahat padaku kan?” Tanya Renata sedikit curiga.
“Aku akan melakukan apapun sesuai pikiranmu,” jawabnya tenang.
Renata mengangkat alisnya, pikiran jahilnya terlintas.
Tiba-tiba terdengar suara seperti benda yang tercebur. Laki-laki itu sudah tidak ada di sampingnya.
Ia menunggu, berusaha membuktikan bahwa laki-laki itu pasti tidak akan sanggup berlama-lama berada dibawah air. Tapi ini kan mimpi? Tidak mungkin seseorang terbunuh disini kan? Ia mulai ragu dengan keputusannya.
Sepuluh menit berlalu.
"Hei! Cukup menyelamnya!"
Tak lama kemudian beriak air bermunculan, laki-laki itu muncul dan berenang menuju tepian dermaga.
“Kamu baik-baik saja?” Tanya Renata cemas.
Laki-laki itu tertawa, “apa barusan kamu mengira aku akan mati disini, Renata? Di dunia mimpi?” Tanyanya disela tertawa.
Renata berdecak kesal, kemudian menjauh dari hadapan laki-laki itu yang masih mengibas-ngibaskan rambut basahnya.
“Mau kemana? Tunggu aku!” Ia berdiri mengejar Renata, tetapi kakinya yang masih basah itu membuat tubuhnya tidak seimbang. Ia tergelincir dan akhirnya jatuh dengan bunyi yang keras.
Renata segera menengok ke belakang, mencari asal suara tersebut.
"Kau sengaja? Tega sekali!" Laki-laki itu mencoba berdiri, kemudian terpeleset lagi.
Renata tertawa saat melihat laki-laki itu hanya bisa bersungut kesal.
“Bodoh,” ejek Renata disela tawanya.
Laki-laki itu mengangkat kedua tangannya, meminta bantuannya.
Renata berjalan mendekat..
-
Bunyi alarm kembali membangunkan Renata pagi itu.
Meski sedikit pusing, ia segera beranjak dari tempat tidurnya dan bersiap pergi ke sekolah.
Renata semakin bersemangat untuk mencari tahu lebih banyak tentang lucid dream. Ia bahkan berani menyelipkan ponsel dibawah buku pelajarannya untuk melakukan pencarian lebih banyak melalui internet.
Beberapa artikel yang dibaca Renata menyebutkan bahwa, sangat sulit bagi pemula untuk menciptakan karakter dalam mimpinya.
Selain itu, tidak mungkin seseorang bisa memimpikan wajah seseorang yang bahkan belum ia lihat sebelumnya di dunia nyata.
Ia benar-benar penasaran pada sosok laki-laki dalam mimpinya itu. Ia begitu fokus, hingga celaan Desty dan persoalan Haris-Siska itu berhasil teralihkan. Bahkan penjelasan guru sejarahnya pun gagal mengalihkan Renata dari pikirannya.
“Renata Sanjaya! Ulang bagian yang baru saja saya bacakan!” Kata Bu Hani tiba-tiba.
Si pemilik nama tersentak, ia sadar namanya lah yang baru saja menjadi objek perhatian seisi kelas.
Dena menggeser bukunya yang sudah diberinya garis tipis dibawah kalimat sesudah titik dalam satu paragraf akhir.
“Reaksi keras ditunjukkan pasukan tentara Jepang, saat desas-desus kemerdekaan semakin kencang terdengar. Sebagian dari mereka masih saja memperlakukan rakyat pribumi seperti budak.”
Renata berhenti membaca, setelah melihat garis tipis yang berhenti di bawah tanda titik. Sambil berdoa dalam hati bahwa yang ia baca, benar-benar yang dimaksud gurunya itu.
Tanpa berkomentar, Bu Hani kemudian melanjutkan penjelasannya.
Kali ini Renata memperhatikan sungguh-sungguh penjelasan Bu Hani, tanpa melewatkannya sedikitpun.
-
“Renata?”“Ya,” jawab Renata sambil tersenyum.“Sudah lama disini?” Tanya laki-laki itu dengan pakaian yang sama seperti kemarin.“Lumayan,” balas Renata mengalihkan pandangannya pada lautan lepas.Malam ini Renata kembali mengatur mimpinya agar bisa bertemu laki-laki itu. Masih di tempat yang sama. Dermaga yang pernah ia lihat di tayangan televisi, entah di negara bagian mana, yang jelas ia suka sekali tempat ini.“Bagaimana keadaanmu hari ini?”“Sedikit lebih baik dari hari-hari sebelumnya. Aku terlalu penasaran denganmu, jadi aku lupa meladeni celaan Desty dan sikap menyebalkan romeo-juliet di kelasku.&rdqu
“Pandu?” Bisik Renata. Laki-laki itu sedang dalam posisi tiarap seperti dirinya, mereka sama-sama bersembunyi di kolong tempat tidur. Langkah kaki terdengar semakin jauh, Renata kini bisa dengan bebas berbicara walaupun masih dengan suara pelan. “Kamu darimana?” Renata bersungut kesal. Bisa-bisanya laki-laki itu meninggalkannya dalam keadaan seperti ini. “Maaf,” kata Pandu menyesal. “Tapi Renata, semuanya baik-baik saja, kamu bisa melakukan apapun disini. Termasuk melawan para Jepang itu.” Kata Pandu yakin. Renata mengangkat kedua alisnya, masih kurang yakin terhadap kemampuannya. “Coba lihat kursi di sebelah sana,” tunjuk Pandu pada sebuah kursi kayu yang bersandar pada din
Pagi minggu yang cerah gagal menarik perhatian Renata dari layar laptopnya. Gadis itu berencana menghabiskan hari ini dengan mencari lebih banyak tentang kemampuan Oneronaut yang sedang ia pelajari.Sudah dua jam berlalu, Renata sengaja mandi lebih pagi seperti hari-hari biasa ia berangkat sekolah. Padahal khusus hari minggu, gadis itu selalu menetapkan jadwal mandi paginya menjadi diatas jam sebelas.Suara ketukan pintu menghentikan pencarian yang dilakukannya.“Dek?” Panggil Tian dari luar kamar Renata.Renata bergegas membuka pintu kamarnya sedikit, “ya, kak?”“Lagi ngapain?” Tanya Tian penasaran sambil menengok ke dalam kamar adiknya.&ldquo
Pandu duduk di kursi taman, melipat kakinya. Matanya terpejam menikmati terpaan sinar matahari pagi dan angin yang begitu sejuk.“Apa yang terjadi?” Tanya Pandu tiba-tiba.Renata mengerjap kaget setelah menatap Pandu cukup lama, “apa?”Pandu memajukan tubuhnya untuk mengamati wajah Renata dengan jarak dekat, “kamu sedang sedih Renata, terlihat jelas,” gadis itu menarik tubuhnya sedikit ke belakang karena merasa jengah.Renata diam, ia masih harus mempertimbangkan cerita Haris-Siska. Ia tidak ingin Pandu berpikir bahwa ia masih menyukai Haris, ya walupun masih, sedikit.“Ceritakan saja padaku.”Renata akhirnya bercerita mengenai segal
“Hormat gerak!” Teriak salah seorang teman Renata di tengah lapangan. Seluruh siswa-siswi SMA Harapan serentak mengangkat tangan, hormat kepada bendera yang sedang di gerek para petugas. Baru setengah tiang, kepala Renata kembali berdenyut. Sejak tadi pagi, kepalanya memang terasa pusing sekali. “Mau ku antar ke UKS?” Dena mulai khawatir. “Nggak, makasih Den. Aku bisa sendiri.” Tolak Renata halus. “Oke, tapi hati-hati ya.” Sebenarnya dia juga ingin meyakinkan dirinya sendiri bahwa semua akan baik-baik saja di UKS. “Renata?” Seseorang yang sebenarnya sedang ingin dihindarinya malah m
Renata menghempaskan tubuhnya diatas tempat tidur. Sejenak memikirkan kembali obrolannya dengan Dena. Anehnya, semakin dilarang, rasanya semakin ia ingin bertemu dengan sosok Pandu itu sekali lagi. Ia menggeleng, berusaha mengalihkan pikirannya. Ia segera beranjak dari tempat tidurnya, mandi, kemudian belajar mempersiapkan ulangannya besok. Sudah pukul sembilan, matanya kini benar-benar terasa berat. Renata yakin kelelahan bisa membuatnya tidur lebih nyenyak. Namun perkiraannya salah, ia justru sadar dalam tidurnya. Kini ia berjalan di lorong gelap. Renata merasa janggal, karena sejauh apa pun ia berlari, semuanya gelap.
“Ren, kamu yakin?” tanya Dena khawatir. Renata memandang Dena ragu, kemudian mengangguk. "Aku akan mencobanya sekali lagi, nanti. Setelah aku mengerti cara kerja proyeksi astral yang kamu ceritakan itu." - Sudah seminggu Renata berhenti berani bermain-main dengan proses tidurnya.Kini ia sedang disibukkan dengan persiapan menjelang ujian tengah semester yang sebentar lagi akan dihadapinya. Sesekali tubuh “lain”nya itu memang terpisah saat Renata tertidur. Tapi ia malah menggunakan tubuhnya untuk belajar. Membaca beberapa materi yang masih belum ia mengerti. “Besok-besok jika aku terbangun dalam keadaan seperti ini lagi, lebih baik
Sepanjang sore itu dihabiskan Renata dengan melamun, tentang apa saja. Ia membebaskan pikirannya kemanapun sesukanya. Ia sedang tidak dalam kondisi perasaan yang baik untuk melakukan apapun. Semua dimatanya salah. Bunyi berisik yang ditimbulkan angin sore juga salah, termasuk senja yang tak begitu tampak karena awan gelap sedang menyelimuti langit sore ini.Perasaannya benar-benar buruk setelah bertemu orang itu. Renata ingin menghapus setiap memori yang berisi tentang ia dan Haris.Renata gusar, ia tak tenang. Ia kesal dan marah. Tapi ia hanya terdiam, bahkan untuk melampiaskan berbagai perasaan itu ia tak tahu bagaimana caranya.Seandainya sekali saja ia bisa kembali mengalami lucid dream. Sekali saja, hanya untuk berteriak sekencang-kencangnya. Ia hanya perlu melakukan itu.