Sebuah operasi rahasia penyergapan tiga kapal besar penangkap ikan yang menyelundupkan narkoba jenis sabu di Pelabuhan Perikanan Samudra Selatan telah menghebohkan seantero negeri. Sore harinya, sejumlah media massa nasional menyiarkan berita tentang bagaimana paket-paket narkoba seberat hampir dua ton yang telah dibungkus rapi dan disembunyikan di dalam perut-perut ikan besar dan dimuat di kapal. Keberhasilan dari kerjasama antara pihak Kepolisian Negara bersama Lembaga Negara Urusan Narkotika dan Angkatan Laut dalam operasi luar biasa itu juga menjadi tajuk utama pemberitaan. Berita terkait lainnya antara lain adalah tentang penahanan puluhan orang dari sebuah gudang bongkar muat dekat dermaga yang menjadi tempat penyimpanan dan pengemasan ikan-ikan berisi narkoba tersebut untuk kemudian diangkut dengan belasan truk menuju lokasi-lokasi yang telah ditentukan. Dalam sebuah konferensi pers, Kepala Urusan Publikasi Kepolisian Negara membeberkan runtutan upaya pihak Kepolisian dalam me
Guntur Gheni cukup puas mengetahui keberhasilan penindakan yang dilakukan terhadap si komisaris, Suhanda Bong. Ia sepenuhnya mengerti bahwa sebagaimana kekuasaan bisa melenakan, kekuasaan bisa pula memampukan. Semua tergantung tujuannya.“Apa berita lainnya?” tanyanya.Wignya bersiap untuk menyampaikan hal berikutnya. Dengan sikap tenang ia menyampaikan Informasi tentang keterlibatan Kaindra dalam penyelundupan narkoba yang dibongkar oleh tim gabungan bersama Kepolisian Negara pagi hari tadi.“Ada rekaman komunikasi antara Kaindra dengan anggota sindikat narkotika internasional yang diterima Lembaga Negara Urusan Narkotika. Dari situ. Kita berusaha secepatnya untuk mendapatkan salinan percakapan itu.”Ada kecemasan nyata dalam nada bicara Wignya. Guntur memperhatikan Wignya dengan serius dari balik kepulan asap rokoknya.Wignya pun melanjutkan. “Dan salah seorang kapten kapal yang ditangkap, dia menyebut nama Kai. Juga, dua puluh delapan orang kita ditangkap di lokasi. Kebanyakan angg
Kurang dari satu jam, sebuah helikopter berwarna hitam mendarat di landasan pacu pribadi vila Gagak Barong. Baling-balingnya melambat hingga berhenti sepenuhnya. Dan keluarlah Magnus Kanigara, orang pertama yang tiba di pertemuan malam itu. Wignya Shuman, yang dikenal karena kesabaran sikapnya, sudah menunggu di aula depan yang megah bersama dua orang pengawal. Magnus menghampirinya dan keduanya lalu saling berpelukan layaknya saudara. Tapi seketika wajah Magnus berubah serius. “Apakah ini serumit yang kukira?” dia bertanya, suaranya nyaris berbisik. Wignya memberikan tepukan menenangkan di punggung Magnus. "Saya harap tidak. Tapi kita akan membicarakannya nanti, oke? Masuklah, kak Guntur menunggu di kantor. Aku masih menunggu yang lain.” "Oke, Gie," jawab Magnus. Ada kekhawatiran yang tak terucap di suaranya. Beberapa menit kemudian, Wignya, yang berdiri di dekat jendela besar, melihat sebuah mobil sedan BMW 740Li biru metalik memasuki gerbang. Eksteriornya yang halus berkilau di
Magnus Kanigara membasahi tenggorokannya dengan seteguk anggur dari gelasnya. Ia kemudian meletakkannya kembali ke meja dan angkat bicara.“Kita sudah saling mengenal sejak lama, bahkan sebelum kesepakatan itu dibuat. Tak satu pun dari kami yang luput dari kebaikan-kebaikanmu. Dan terlepas dari segala konflik yang ada sejauh ini, kita bersama telah menjalani tiga tahun terakhir ini dengan sangat baik.”Wignya Shuman mengangguk pelan, mengamini apa yang dikatakan Magnus.“Apa yang terjadi pada Kai atau siapapun diantara kita, tak ada bedanya. Tak perlu saling menyalahkan. Seperti pepatah kuno bilang, daripada mengutuk kegelapan, lebih baik kita menyalakan lilin.” lanjut Magnus.Guntur menatap Magnus dengan serius. Namun tatapannya lebih menyerupai seekor alap-alap yang sedang mempelajari titik lemah dari calon korbannya.Magnus menoleh kepada Wignya. “Gie, kau keberatan kalau aku..?” “Tidak! Tentu tidak, silahkan,” sahut Wignya spontan.Magnus mengangguk. ”Okay, jadi dari apa yang aku
Ketika semua sudah berjalan keluar dan pintu kantornya ditutup, Guntur kembali duduk di kursi meja kerjanya.Di pelataran depan, Yudanta berpamitan dengan Wignya.“Kau kirimkan enam dus Glenlivet 18 besok. Aku kirimkan uangnya nanti,” ujar Wignya. Yudanta menanggapi dengan memberi Wignya salam hormat sebelum kemudian menutup pintu mobilnya dan melaju pergi.Tanpa disadari oleh Yudanta, Wignya telah memerintahkan salah seorang pengawal untuk memasang alat pelacak lokasi di mobilnya. Dari isyarat tubuhnya, Guntur telah menetapkan Yudanta sebagai target pengintaian.Wignya kemudian berpaling pada Magnus yang masih terlihat sibuk dengan ponselnya.“Kau akan pulang sekarang atau…?” tanya Wignya.“Ah iya, aku akan pulang sekarang dan mencoba beristirahat. Jika ada berita baru…”“Ya, aku tahu! Terima kasih,” sela Wignya sebelum Magnus sempat menyelasaikan kalimatnya.“Okay.. Masuklah, tak perlu mengantarku” sahut Magnus melambaikan tangan melewati Wignya. Ia berjalan ke kart golf yang baru s
Hari Sabtu sore di pertengahan bulan Oktober tahun 2016, suasana pelataran belakang vila di tanah seluas dua hektar milik Guntur Gheni nampak meriah. Dua tenda kanopi besar lengkap dengan rangkaian lampu kecil dan balon putih berpita emas menjulang megah. Di bawah tenda-tenda itu tersaji aneka kue dan roti hangat. Di ujung tengah pelataran itu berdiri panggung dimana sekelompok pemusik melantunkan musik nostalgia yang menghadirkan suasana romantis.Hari ini adalah perayaan pernikahan ketiga puluh tahun Guntur Gheni, sang pemimpin organisasi Gagak Barong dan istrinya, Harita Mauly. Dan sore itu, para tamu undangan berdatangan ke vila yang terletak di pinggiran kota Wirakarta untuk menghormati mereka.Wignya Shuman, adik angkat sekaligus penasehat pribadi Guntur Gheni, yang ditemani beberapa pengawalnya terlihat sibuk menyambut tamu-tamu yang baru datang. Beberapa pelayan lain sibuk menumpuk kotak-kotak hadiah yang dibawakan para tamu dengan serapi mungkin pada sebuah meja panjang. Wign
Guntur Gheni memiliki bakat alami sebagai pemimpin. Di bawah komandonya, ia telah mengembangkan Gagak Barong menjadi sebuah organisasi besar yang disegani.Bisnis-bisnisnya mencakup serikat pekerja, yang merupakan warisan ayahnya, lalu nightclub kelas atas yang tersebar di kota-kota besar, dan peredaran aneka jenis minuman beralkohol dari ujung timur hingga ujung barat negeri. Kemudian yang termahsyur adalah bisnis kasino besar dilengkapi hotel mewah yang beroperasi secara tertutup di sebuah pulau terpencil.Relasi Guntur mengakar sampai ke kementerian dan aparatur negara, partai politik, dan perusahaan-perusahaan besar yang menjalin kerjasama dengan serikat pekerjanya. Guntur pun tidak menampik bahwa organisasinya juga terikat pada kekuatan-kekuatan yang lebih besar daripada yang ia miliki.Pencucian uang, dukungan bagi beberapa calon-calon kepala daerah dan anggota legislatif negara dalam pemilihan umum, dan akomodasi lain yang ia berikan demi kelancaran dan keamanan bisnis organisa
Harita berjalan berdampingan dengan Guntur yang membawa kotak anggur yang diberikan oleh Tuan Anwar Imran. Dia melihat seorang pelayan perempuan yang berdiri tidak jauh dan segera melambaikan tangannya.“Teman sejati yang semakin langka,” kata Guntur kepada Harita tiba-tiba.“Tolong kamu letakkan ini di ruang kerja bapak,” pesan Harita kepada si pelayan yang menghampirinya.“Baik, bu” jawab si pelayan sambil menerima kotak itu dan bergegas pergi.“Kau benar,” Harita menanggapi ucapan suaminya. “Di dunia yang dangkal dan serba pamrih ini, jarang sekali kita bertemu orang yang tulus dan setia. Kau lihat wajahnya yang berseri, orang tua itu tampak benar-benar berbahagia untuk kita. Ketulusan yang mengingatkan aku pada ayahmu. Mereka agak mirip sebenarnya.”Guntur diam sejenak dan membandingkan Tuan Anwar dan ayahnya. “Benar juga!”“Coba lihat hadiah dari Pak Anwar ini,” lanjut Harita. “Dia sangat bijaksana meminta Qirani untuk memilih hadiah bagiku.” Harita membuka kembali kotak anting-a