Dua hari sejak pertemuan Dokter Nafiadi dengan Kancana, dia akhirnya berhasil menemukan Fajar atas bantuan beberapa temannya. Lelaki itu ternyata tinggal di sebuah kontrakan yang tidak jauh dari tempat kerjanya. Sayang sekali karena para tetangga mengira mamanya adalah Setiawan.Setelah mengetuk pintu beberapa kali, kini dia berhasil duduk di ruang tamu dengan desain minimalis itu. Menatap Fajar lekat yang terkesan sedang memendam sebuah luka."Dua minggu ke depan, aku dan Ulfa akan menikah."Pernyataan dari Dokter Nafiadi berhasil mengejutkan Fajar. Kedua mata lelaki itu melebar, tetapi hanya sesaat. Sekarang dia tersenyum penuh pemaksaan. "Oh, selamat.""Tidak usah berpura-pura. Aku sudah tahu kalau kamu sangat mencintai Ulfa bahkan hingga saat ini.""Tidak. Aku sudah melupakan wanita itu. Tidak ada alasan bagiku untuk mencintainya. Aku pergi, meninggalkan semuanya juga cinta itu. Kalau Dokter Adi ke sini hanya untuk pamer, lebih baik pulang saja. Aku sibuk."Dokter Nafiadi menggele
"Ulfa!" teriak Sano dari dalam kamar berhasil mengejutkan sang istri yang sedang menyuapi anak sematawayang mereka di ruang keluarga. "Ulfa, di mana kamu?!""Ada apa, Mas?"Terpaksa Ulfa beranjak dari duduknya, lalu melangkah cepat menuju sumber suara. Dia terkejut mendapati kamar dalam keadaan hancur seperti kapal pecah. Handuk basah diletakkan begitu saja di tempat tidur, sementara bantal teronggok di lantai bersama pakaian kotor.Ada apa? batin Ulfa bertanya-tanya. Padahal saat suaminya sedang mandi, kamar itu sudah rapi. Saat melirik ke lemari pakaian yang terbuka, ternyata sama berantakannya. Ulfa membuang napas kasar berusaha untuk bersabar."Dasi aku mana?! Kalau aku telat ke kantor, bukan kamu yang dimarahi sama bos!" teriak Sano dengan wajah merah padam."Kenapa kamu semarah itu, Mas? Dasi kamu ada di dalam lemari. Biasanya kamu langsung lihat, 'kan?"Sano mendengus kesal, tidak ingin mengucapkan sepatah kata pun. Sementara Ulfa segera mengambil dasi berwarna biru navy, lalu
Hampir setengah jam Ulfa menangis di dalam kamar memikirkan segala kemungkinan yang terjadi. Perubahan sikap Sano tentu saja mengundang tanda tanya. Untung saja Alea kembali bersikap acuh tak acuh dan memilih menonton kartun di televisi.Dengan sisa tenaga yang ada, Ulfa berusaha bangkit. Matanya tidak sengaja menangkap sesuatu yang paling memungkinkan untuk memberi jawaban. Sesuatu itu adalah ponsel hitam milik Sano Wijaya. Dia pasti tidak sengaja meninggalkannya di nakas ketika mencari kartu ATM tadi.Tangan Ulfa menyambar benda pipih itu lantas membuka semua aplikasi sosial media untuk mencari bukti, barang kali suaminya memiliki selingkuhan. Sepuluh menit berlalu, Ulfa tidak juga menemukan bukti bahkan daftar blokir di semua sosial media Sano kosong."Kalau bukan karena main api, lalu kenapa kamu berubah, Mas?" tanya Ulfa pada dirinya sendiri dalam perasaan resah.Tiba-tiba ada yang mengusik perhatian Ulfa ketika melirik bar notifikasi. Dia mengerutkan kening, lalu menekan dengan
Jam sudah menunjuk angka delapan malam, hati Ulfa semakin resah menunggu waktu yang tepat untuk berangkat. Alea pun telah dititipkan pada seorang tetangga yang memang sering membantu Ulfa, juga mendengarkan curahan hatinya.Penampilan Ulfa terlihat berkelas. Di rumah memang selalu memakai daster, tetapi untuk acara tertentu dia selalu bisa menyesuaikan. Sano mungkin saja tidak tahu kalau orang tua Ulfa memiliki banyak aset sehingga dengan mudah meremehkannya.Ponsel wanita itu berdering, dia segera merogoh tas branded-nya, hadiah ulang tahun dari saudaranya. "Halo, Mas, ada apa?""Kamu nggak nungguin aku pulang, kan, Sayang? Soalnya ini kerjaan lagi banyak banget. Sebenarnya aku pengen pulang, cuman dilarang sama bos."Ulfa menarik sudut bibirnya tipis, lalu menjawab dengan suara pelan seolah dia sudah mengantuk. "Nggak, kok, Mas. Ini aku udah mau tidur sama Alea. Kamu jaga kesehatan, jangan lupa makan malamnya. Kalau capek jangan dipaksa, Mas.""Iya, Dek. Kalau gitu mas tutup telepon
"Kamu pikir bisa ngajak aku bersaing karena penampilan dan usiamu yang lebih muda? Nggak, Dit. Kamu memang cantik, tapi semuanya palsu. Kamu rela ngabisin banyak uang demi terlihat cantik, betul?" Ulfa mengakhiri kalimatnya dengan senyum mengejek."Aku nggak peduli yang penting Mas Sano cinta sama aku!""Tutup mulutmu!" bentak Ulfa, anehnya dia masih bisa menjaga ekspresi padahal jauh di lubuk hati, dia sudah sangat hancur.Apalagi ketika matanya beradu pandang dengan Sano. Lelaki yang dulu dia puja dengan cinta begitu tega mengkhianatinya. Ulfa sendiri belum tahu sudah berapa lama hubungan mereka terjalin, yang pasti ada bukti kuat kalau keduanya adalah pengkhianat.Ponsel tadi masih Ulfa genggam erat. Dia sengaja mengeluarkan ponselnya sebagai contoh karena dia menyalakan alat perekam suara agar nanti ketika mengadu pada orangtuanya di Makassar, Ulfa memiliki bukti."Hentikan!" Mahika, sang ibu mertua maju satu langkah. "Katamu ke sini tidak mau membuat keributan, tapi lihat apa yan
Sesampainya di depan rumah, Ulfa tidak langsung turun melainkan memperbaiki perasaan dulu. Fajar membiarkannya dengan terus diam, ingin berbicara juga sungkan karena tahu bagaimana perasaan wanita itu saat ini.Beberapa menit kemudian, Ulfa melihat tetangganya membuka pintu sambil menggendong Alea yang terlelap. Gegas Ulfa memaksa dirinya tersenyum, berterimakasih pada Fajar, kemudian turun dari mobil dan menghampiri Kancana."Mbak, sini Alea-nya biar aku saja yang gendong!""Nggak usah, Fa. Mbak saja yang gendong, kamu buka pintu aja, gih!"Ulfa mengangguk, lalu mengambil kunci rumah yang dia sembunyikan di bawah pot bunga depan rumah. Saat pintu terbuka lebar, Kancana langsung masuk dan membawa Alea menuju kamarnya. Perasaan Ulfa semakin tidak enak karena kembali sadar kalau saat ini rumah tangganya sedang tidak baik-baik saja.Tanpa mampu dia tahan, Ulfa menjatuhkan dirinya di lantai kamar Alea. Tangisnya kembali pecah, menduga Sano masih bertepuk tangan merayakan ulang tahun Tantr
"A-apa? Kamu bilang apa?" Sano menggendong Alea demi mendekati istrinya. "Aku bilang ceraikan aku, Mas!" ulang Ulfa tegas, lalu dengan cepat meraih Alea dan membawanya masuk ke ruang tamu di mana Dita duduk manis. Sano yang masih terkejut, terpaku beberapa detik sebelum akhirnya menyusul. Sebenarnya dia bisa meluapkan amarah pada Ulfa dan mengakui kalau dia sama sekali tidak takut kehilangan anak dan istrinya demi Dita. Akan tetapi, ada hal yang memaksanya bertahan dalam rumah tangga yang kini terasa hambar. "Kenapa mas harus ceraikan kamu?" "Pertanyaan yang bodoh. Jelas mas harus ceraikan aku kalau mau menikah sama Dita. Kamu pikir aku mau berbagi suami? Nggak bakal, Mas. Sekarang mas pilih, bertahan sama aku atau melanjutkan hubungan sama Dita!" Lelaki itu tampak berpikir, sayang sekali karena Ulfa tidak bisa menebak isi pikirannya. Dia hanya bisa menunggu dengan perasaan yang sulit digambarkan. Jangan tanya bagaimana hatinya saat ini karena sungguh permintaan Dita benar-benar d
Bab 7. Mata Dita melebar mendengar ledekan itu. Dia ingin maju untuk memberi pelajaran pada Ulfa, tetapi sayang karena Sano sudah lebih dulu menariknya ke luar rumah. Mereka berdiri dengan tatapan yang sulit di artikan. Sungguh, Dita bingung dengan sikap Sano yang mendadak berubah padahal biasanya dia akan menyetujui apa pun permintaan Dita. Betul bahwa mereka belum menyepakati tentang izin menikah pada Ulfa. Namun, Dita sudah tidak bisa menahan diri apalagi diminta menunggu lama. Dia kesal dipermalukan, tetapi seolah dilarang berkutik. "Jangan rusak mimpi aku, Dita. Aku menyesal selingkuh di belakang Ulfa dan mulai detik ini hubungan kita berakhir. Jangan cari aku lagi karena aku tidak akan menceraikan Ulfa demi kamu, demi siapapun!" "Mas!" pekik Dita dengan suara tertahan. Gadis itu mengusap wajah gusar, merasa dipermainkan. "Aku serius. Aku nggak bisa melanjutkan hubungan kita. Nyatanya, aku lebih membutuhkan Ulfa dan juga Alea. Aku tidak bisa menepati janji untuk terus bersam