Di kediaman Danu Adji, Setya masih setia menemani istrinya yang masih shock. Membelai rambutnya dan mengecupnya lembut. "Tidurlah, besok kita akan melakukan resepsi pernikahan, aku tidak mau kamu punya lingkaran hitam seperti panda." Setya menyentuh bawah mata istrinya dan tersenyum lembut.
"Tapi, Kak. Aku takut, setiap kali mataku terpejam, sosok itu seperti sedang mengawasiku.""Ada kakak di sini, kakak akan melindungimu." Jemari Setya merambat menyusuri wajah lembut Raniah, dan wanita itu tersenyum. Raniah merasakan firasat tidak enak, bulu-bulu halusnya kompak berdiri saat jari telunjuk Setya turun dan turun menyusuri tiap lekukan tubuh.Senyumnya menggoda iman, seketika Raniah menjerit tertahan di dalam kerongkongan. "Tidur, atau ...." ancaman itu seperti rayuan. Andai Raniah tidak sedang dalam suasana hati yang buruk, sudah pasti wanita itu menantang ancaman suaminya yang menggairahkan.Tangan Raniah bergerak cepat menutupi wajahnya dengan selimut, bersembunyi dari suaminya yang berbahaya, semalaman bersamanya, Raniah besok sudah pasti tidak akan bisa berjalan dengan benar. Setya tertawa renyah, memeluk istrinya dengan gemas, sudah waktunya tidur untuk menambah energi esok hari.***Esok hari, Galuh dengan anggun berjalan menyusuri karpet merah, setelah sampai di dalam gedung yang sesak tamu undangan dia mencari sudut di dalam ruangan yang muat seribu orang itu.Warna kesukaannya adalah hitam, maka sore ini juga gaunnya warna hitam. Di tengah riuhnya tamu undangan, Galuh sibuk mengamati. Tak lama pasangan pengantin itu datang, bergandengan tangan begitu sangat serasi.Setya dengan stelan tuxedo hitam, rapi dan tampan. Sementara Raniah dengan gaun warna putih, berkain organza kaca dengan taburan blink di seluruh permukaan gaun, sehingga terlihat berkilau saat terkena sinar lampu yang terang.Galuh mengepalkan kedua telapak tangannya merasakan panas di dalam dadanya, rasa cemburu menguasai hatinya. Galuh berjalan, mengambil satu gelas minuman warna merah, dan menghampiri Raniah yang sedang menemani Setya menyapa para kolega bisnisnya."Wah, Pak Setya, akhirnya Anda sudah melepas masa lajang juga, selamat ya, Pak." Seorang rekan bisnis memberi selamat dan mengulurkan tangan."Terima kasih sudah datang," sahut Setya seraya menerima jabatan tangan rekannya."Hay, Raniah." Galuh menepuk lengan Raniah yang malam ini sangat luar biasa cantik, Raniah menoleh pada arah suara, wanita itu tersenyum saat melihat galuh berdiri di sampingnya."Galuh, terima kasih sudah datang," ucap Raniah ramah."Sama-sama, selamat buat pernikahanmu, yah." Raniah tersenyum seraya mengangguk, tanpa Raniah sadari Galuh dengan sengaja menumpahkan minumannya ke atas ekor gaunnya yang berwarna putih bersih.Raniah terkejut dan panik saat melihat noda merah menyala ada di atas gaunnya yang putih. Galuh juga pura-pura panik dan merasa bersalah. "Ya ampun, maaf aku tidak sengaja Raniah.""Ti-tidak apa-apa, Galuh. Aku akan membersihkannya." Raniah mengangkat ekor gaunnya."Biar kubantu, Raniah." Galuh berpura-pura berbaik hati, padahal semyum liciknya terbit."Tidak usah, Galuh. Kamu nikmati saja pestanya, aku bisa sendiri.""Oke!" sahut Galuh seraya mengangguk.Raniah memegang lengan suaminya yang sedang sibuk berbincang. "Kak, aku pergi ke tolilet dulu," bisiknya."Biar kutemani.""Jangan, Kakak di sini saja, tidak enak sama tamu, aku bisa sendiri.""Baiklah, hati-hati!" pesan Setya.Raniah mengangguk lalu berlalu, tampak Galuh menyapa. "Selamat yah, Kak Setya," ucapnya seraya mengulurkan tangannya. Setya menerimnya lalu melepasnya segera. "Terima kasih," sahutnya singkat.Setelahnya Setya tak peduli, mengabaikan Galuh begitu saja dan fokus kembali pada rekan-rekan bisnisnya. "Tidak masalah, Sayang. Kamu bisa mengabaikanku sekarang, dan kamu tidak akan tahu apa yang akan terjadi pada istri tercintamu itu." Senyum jahatnya muncul seiring dengan kata batinnya.Galuh perlahan menjauh, menaruh gelas di atas meja, dan keluar dari gedung. Sementara Raniah di dalam kamar mandi, wanita itu sedang membersihkan noda di gaunnya. "Ya ampun, ini akan sulit hilang, aku harus bagaimana?" gumamnya.Di saat kebingungannya, Raniah menatap pantulan dirinya di dalam cermin besar di hadapannya, di saat itu juga ia melihat sosok lain di dalam ruangan tersebut. Raniah terkejut dan berbalik badan. "Siapa kamu? Sedang apa kamu di sini?" Raniah berjalan mundur saat lelaki bertopeng hitam itu semakin mendekatinya. "Pergi!" pekik Raniah, tapi orang itu mengeluarkan sapu tangan dan membekap mulut Raniah, detik itu juga Raniah tak sadarkan diri.***Tubuh Raniah yang tak sadarkan diri dibawa oleh seorang laki-laki bertopeng menuju ke sebuah mobil, laki-laki itu segera masuk mobil dengan Raniah di atas pangkuannya."Cepat pergi sebelum mereka menyadari menghilangnya gadis ini!" perintahnya."Oke, Kak!" sahut wanita bergaun hitam itu.Galuh segera memanuver mobil dan tampak laki-laki itu membuka topengnya, dia tersenyum miring saat memandang wajah Raniah di hadapannya."Lihatlah dia, dia begitu sangat cantik. Beruntung sekali lelaki itu telah mendapatkannya." Andre membelai pipi Raniah yang putih dan halus."Ck, sudahlah Kakak, dia sebentar lagi akan selesai." Galuh tersenyum jahat."Bagaimana kalau sebelum dia lenyap, aku bersenang-senang dulu dengannya?" Andre tersenyum mesum."Kamu mau mati!" ancam Galuh membuat bibir Andre mengkerut. "Pegangi saja dia, kita akan segera sampai, ibu sudah menunggu kita."Mobil yang dibawa Galuh melesat cepat, kini memasuki halaman sebuah gedung tua.Mobil berhenti dan Galuh tampak keluar dari dalam mobil setelahnya membukakan pintu untuk Andre. Andre segera keluar dengan Raniah di gendongannya, mereka segera berjalan masuk ke dalam gedung dengan langkah tergesa-gesa.Di dalam begitu gelap dan lembab, Galuh dan Andre membawa Raniah ke lantai dua gedung tua itu, di satu ruangan yang diterangi lilin warna merah dibentuk formasi bintang besar.Sari duduk bersila, memejamkan kedua mata seraya bibirnya komat-kamit membaca mantra pemanggil iblis. Tak lama Andre dan Galuh datang. "Ibu, kami berhasil membawa gadis ini!" ucap Galuh saat mereka sampai di dalam ruangan."Cepat ikat dia di kursi itu!" titah Sari pada putranya yang sedang menggendong Raniah.Andre dengan segera membawa Raniah ke arah kursi yang ada di tengah-tengah lingkaran lilin yang berbentuk formasi bintang yang sangat besar itu.Andre mendudukkan tubuh Raniah di atas kursi kayu dan mengikatnya di sana. Raniah belum sadarkan diri, Andre segera meninggalkan tubuh Raniah di sana dan kembali berdiri di belakang ibunya.Lantas Andre dan Galuh tersenyum melihat Raniah yang akan siap menjadi tumbal ibunya sendiri. "Keluarlah kalian, tinggalkan kami berdua!" perintah Sari.Galuh dan Andre saling pandang lalu mengangguk, mereka berdua akhirnya keluar dan menutup pintu. Sari menatap Raniah yang terduduk dengan wajah yang mendunga, dengan gaun pengantin indah membalut tubuhnya."Sangat pas, kamu akan bermalam pengantin dengan banyak sekali iblis sesembahanku, nikmati saja setelahnya kamu akan mati menyusul ibu dan ayahmu ke alam baka!" ucapnya sangat geram, lantas tersenyum jahat.Sari menangkup kedua telapak tangan dan menempatkannya di depan dada, kedua matanya tertutup dan bibirnya mulai komat-kamit. Suasana ruangan semakin mencekam saat angin kencang masuk begitu saja ke dalam ruangan.Api lilin meliuk-liuk tertiup angin, tapi tidak membuatnya padam, seperti api itu adalah api abadi. Raniah perlahan tersadar dari pingsannya saat merasakan hembusan angin yang begitu besar menerpa tubuhnya.Perlahan kedua matanya membuka, kepalanya yang masih berat ia paksakan menegak, pandangannya melihat keadaan ruangan yang sangat menyeramkan, ditamah angin yang kencang menyapu dedaunan kering di atas lantai."Di mana ini? Ah!" Raniah merasakan tangannya diikat ke kursi. "Lepaskan aku!" teriaknya."Hahaha!" Suara tawa memekakkan telinga, hingga atensi Raniah tertuju pada suara tawa Sari yang menatapnya nyalang."I-ibu Sari, kenapa aku di sini, lepaskan aku!" teriak Raniah seraya menggerakkan kedua tangannya berusaha membuka tali ikatannya.Keringat dingin mulai membasahi w
Sementara Sari, dia tergesa-gesa berlari, kedua anaknya sudah kabur lebih dulu hingga ia harus berusaha kabur seorang diri. Di atas jembatan wanita itu berhenti, mengatur napasnya lebih dulu sebelum ia melanjutkan langkahnya. "Dasar anak tidak tahu diri, bisa-bisanya mereka meninggalkan ibunya sendiri yang dalam bahaya, sial!" umpatnya marah.Saat ia akan melangkah kembali, kedua matanya terbuka lebar saat melihat sosok Nyai Ratu Pandan Wangi. Sosok ratu itu mengulurkan selendang hijaunya dan menjerat tubuh Sari dan melemparnya ke sisi. "Aaaa!" Sari jatuh ke sungai beraliran deras, hingga tubuh tuanya kini entah akan bernasib bagaimana."Haha!" Nyai Ratu Pandan Wangi tertawa puas. "Itulah balasan bagi pengikut yang tidak patuh dengan perintahku, haha!" Sosoknya terbang dan menghilang tak berbekas lagi.Malam mencekamkan ini berlalu begitu lama, angin bertiup begitu lirih, ranting pohon yang ringkih patah dan jatuh ke tanah, menyisakan bekas patahan di dahan yang kering.***Sejak keja
Mobil Galuh berhenti di sebuah rumah sederhana, ia segera masuk ke dalam rumah dan menutup pintu. "Dari mana, Galuh?" tanya Andre yang kini sedang duduk di sofa ruang tamu."Aku baru mengawasi rumah Setya Adji, Ndre. Aku sudah tidak sabar ingin melancarkan rencana kita untuk mereka." Galuh duduk di sofa lain dan tersenyum penuh dengan rencana licik."Jangan terburu-buru, kita harus jalankan rencana ini dengan matang-matang, kita tahu lawan kita ini siapa. Tidak akan mudah melawan dan mengelabui mereka semua." Andre tampak berpikir serius."Kamu benar, ibu yang memiliki ilmu hitam tinggi saja bisa kalah, dan sampai sekarang tidak tahu di mana keberadaannya jika masih hidup, kalau pun sudah mati kita tidak tahu di mana jasadnya. Kita tidak tahu hal yang sebenarnya pada malam itu, apa yang sudah Setya dan Danu Adji lakukan pada ibu." Galuh mengepalkan telapak tangannya dan memukul pahanya sendiri."Aku juga ingin segera tahu hal sebenarnya, Galuh. Apa yang sebenarnya yang terjadi pada ib
Karyawan resepsionis itu mengangguk dan kembali masuk ke dalam lift, sementara Galuh berjalan perlahan menghampiri pintu kayu yang terlihat kokoh itu.Galuh mengangkat tangannya dan mengetuk pintu tiga kali, tak lama terdengar sahutan seseorang dari dalam yang menyuruhnya untuk masuk. Dengan perlahan Galuh menekan handle pintu dan membukanya, Galuh langsung disuguhkan dengan wajah Setya yang tampak serius menatapnya."Selamat pagi, Kak Setya," sapanya saat membuka pintu."Pagi, silahkan masuk," titah Setya mempersilahkan. Laki-laki itu berdiri dan merapikan jasnya, sementara Galuh tampak tersenyum, terpesona seraya menutup pintu dan melangkah masuk.Setya duduk di sofa yang ada di ruangannya, dia bertanya. "Ada apa menemuiku? Rencana apa yang akan kamu dan ibumu mainkan lagi untuk mencelakai istriku?"Galuh yang masih berdiri pun tertegun mendengar pertanyaan Setya barusan. "Kak Setya berkata apa? Aku ke sini tidak ada niat buruk, aku ke sini hanya ingin melamar pekerjaan."Setya mena
Lantai 13 sebuah kantor besar, menguarkan rumor yang tak sedap. Bahwasanya banyak karyawan yang menghilang tanpa bekas saat mereka melakukan kerja lembur di kantor tersebut.Lantai 13 yang menjadi misteri, lantai itu bagai ada dan tiada. Di papan pintu tombol lift sendiri tidak ada angka 13, seperti sengaja dihilangkan agar tidak ada orang yang menekannya dan sampai di lantai itu.Tapi, tidak dengan malam ini. Seorang pemuda baru saja selesai bekerja, jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, keadaan kantor yang sudah sepi dan gelap karena sebagian ruangan sudah mematikan lampu. Semua karyawan sudah pulang, dan itu hanya ada dia sendiri saja di kantor tersebut.Tak! Tak! Tak!Suara langkah kaki yang terdengar pelan mengejutkannya yang masih membereskan berkas yang berserak di atas meja, dia mendunga menatap ke sekeliling ruangan yang luas itu, tak ada siapa pun, jadi itu langkah kaki siapa?Napas pemuda itu mulai memburu karena detak jantungnya mulai memompa darah lebih kuat, karyawan lak
Lelaki paruh baya itu kembali menghela napas, saat asap tebal menggumpal yang perlahan membentuk sosok besar, mengerikan berwarna hijau itu."Ada apa kamu memanggilku, Herman!" sentak Buto Ijo dengan geram, karena waktu istirahatnya telah diusik oleh penyembahnya."Ada apa, kamu tanya? Ki, bagaimana ini, aku sudah memberikan tumbal padamu, kenapa tender besar ini bisa kalah?" kesal laki-laki paruh baya bernama Herman itu.Buto Ijo menggeram, dia pun menjawab, "lawanmu kali ini sangat kuat, ibadahnya rajin dan memiliki ilmu tinggi, aku tidak sanggup mengalahkannya.""Tidak mau tahu! Kamu tetap harus kalahkan dia, kalau perlu kamu bunuh saja orang itu!" perintah Herman seraya menunjuk pada si Buto Ijo tanpa rasa takut, sementara ajudannya yang berdiri di samping belakangnya tampak merungkut ketakutan.Terdengar makhluk itu kembali menggeram. "Baiklah, tapi aku membutuhkan tumbal lagi, apa kamu sanggup memberikannya?" tanya si Buto Ijo.Herman tampak berpikir, dia mau cari tumbal siapa s
Setelah berkata-kata makhluk itu memutuskan untuk kabur, Setya Adji tampak menghela napas. "Astagfirullahaladzim ... ." Setya pun memutuskan untuk kembali ke dalam rumah, menutup pintunya kembali dan berjalan menaiki anak tangga.Laki-laki itu segera berjalan dengan langkah cepat agar segera sampai ke kamarnya. Setya segera membuka pintu kamar, dan Raniah yang sedang mondar-mandir di kamar pun segera menoleh ke arah ambang pintu."Kakak, syukurlah Kakak tidak kenapa-kenapa, Raniah takut ada apa-apa, sebenarnya tadi itu ledakan apa, Kak?" tanya Raniah yang tampak takut campur penasaran.Setya merangkum wajah istrinya dan tersenyum. "Bukan apa-apa, Sayang. Lebih baik kita lanjut tidur saja." Setya mengajak Raniah untuk kembali naik ke atas tempat tidur dan memeluknya erat. "Tidak usah takut, Raniah. Kakak akan selalu menjagamu."Raniah mendunga dan menatap wajah tampan Setya, ia tersenyum dan mengangguk. Begitu pun dengan Setya ia pun tersenyum dan menundukkan kepalanya untuk mencium bi
Keesokan harinya, Setya benar-benar membawa Raniah ke kantor, wanita itu sungguh tidak tahu apa yang harus ia kerjakan sekarang.Kini ia hanya duduk diam di atas sofa, sementara suaminya tengah sibuk di depan laptopnya. "Kak!" Akhirnya Raniah mengeluarkan suara setelah sekian lama."Hmm?" Setya menggumam sebagai jawaban, tanpa mengalihkan pandangannya dari pekerjaannya."Sebenarnya di sini Raniah disuruh apa, kok dari tadi Kakak tidak suruh Raniah apa-apa?" tanyanya kesal, karena Raniah sudah sangat lelah padahal cuma duduk dari tadi."Maunya disuruh apa, Raniah?" tanya Setya dengan nada lembut, membuat hati Raniah berdesir seketika padahal cuma mendengar suaranya saja, dan jangan lupa Setya tersenyum sangat manis, membuat jantung Raniah selalu saja berdebar-debar."Katanya Raniah mau disuruh kerja, mana kerjaannya kok Raniah cuma disuruh duduk aja!" protes Raniah."Sini!" Setya mengalihkan pandangannya dari laptop pada istrinya yang tampak menekuk wajahnya. Raniah akhirnya berdiri da