Eliza menggelengkan kepalanya, dia tidak memperhatikan Karan. Tentu saja lelaki itu hanya duduk di kursi tanpa beranjak dan tidak mengejar dia seperti biasanya. Eliza menghela napas panjang, tidak tahu harus kembali ke rumah dokter Sean atau tetap melanjutkan perjalanan pulang."Kenapa kamu tidak bicara sejak awal, Sean?""Kamu tidak bertanya padaku, kupikir kamu sudah tahu sebelum akhirnya pergi saat itu. "Tubuh Eliza bergetar hebat, dia memilih masuk mobil dan meminta sang sopir untuk mengantarkannya kembali ke rumah dokter Sean. Sementara itu, dokter Sean hanya menarik napas panjang dan kembali melajukan mobilnya. Dia harus membawa mobilnya ke bengkel agar segera diperbaiki kerusakannya.Saat tiba di rumah dokter Sean, dia melihat Karan sedang melanjukan kursi roda seorang diri. Benar saja yang dikatakan oleh dokter Sean, bahwa suaminya kini tidak dapat berjalan dengan sempurna. Eliza segera menghampiri Karan.Aku bantu dorong, Karan, pintanya.Karan hanya menatap tanpa memberikan
Usai melakukan pemeriksaan, dokter memberikan izin Eliza untuk pulang dan menjalankan rawat jalan. Laura cukup terkejut mendengar kenyataan yang sedang dijalani oleh Eliza. bertahun-tahun lamanya mereka berpisah, tetapi pertemuan ini justru tidak akan bertahan lama.Aku akan baik-baik saja, Tante. Jangan menyalahkan Karan karena hal ini, semua bukan salahnya. Aku yang salah karena tidak teratur mengkonsumi obat-obatan dan melakukan pengobatan.Mengapa kamu tidak pernah menceritakan hal ini pada kami? Setidaknya dengan itu kami akan memberikan pengobatan yang jauh lebih baik.Tante, sebelum perusahaan Karan gulung tikar, Karan sudah memberikan aku pengobatan yang terbaik. Karan suami yang bertanggung jawab, aku saja sebagai istrinya tidak patuh dan memilih kabur dari rumah.Jangan berlebihan memberikan pembelaan padanya. Kamu tidak akan menghadapi situasi seperti ini jika benar suamimu ini bertanggung jawab.Karan memutar rodanya, dia menyadai bahwa yang dikatakan oleh Laura benar. Kal
Sejak pertemuan untuk urusan pekerjaan dan makan malam, itu menjadi awal mula kedekatan Ryn dengan Karan. Mereka sering menghabiskan waktu bersama, makan malam, makan siang dan bahkan Karan sering menginap di kamar kos Ryn tanpa seizin Eliza. Ia merasa bahwa Ryn lebih memahami dirinya daripada kekasihnya sendiri. Ryn tidak keberatan memberikan dirinya kepada Karan, keduanya menikmati cinta terlarang mereka. Tidak jarang Karan mengeluhkan sikap cemburu Eliza yang kelewat batas. Sebagai kekasih kedua, Ryn hanya memberikan nasehat-nasehat agar Karan sabar menghadapi Eliza. Apalagi keduanya akan segera menikah. Hingga sore itu, sepulang dari tempat kerja. Saat Alya mengantar Ryn pulang, kedekatan keduanya mulai dicurigai oleh Alya, teman Ryn. “Ryn, akhir-akhir ini aku lihat kamu akrab dengan atasan kita? Ada urusan apa?“ tanya Alya siang itu sepulang kerja. Seperti biasa, Alya mengantar Ryn ke kosan dengan mobil kesayangannya. “Urusan pekerjaan sih seringnya, atau hanya sekadar meng
Kehidupan ini seperti sebuah roda yang berputarTidak akan berhenti sampai Tuhan menghentikan perputarannyaTapi manusia,Tentu tidak bisa memilih jalan hidup yang diinginkannya______________________“El, selamat ya, akhirnya kamu menemukan lelaki pilihanmu. Aku yakin, Karan akan menjagamu dengan baik,” ucap lelaki jangkung berkulit putih nan tampan itu.Siapa lagi kalau bukan Sean Van Hotten, lelaki berdarah Belanda-Indonesia yang sudah lama menetap di tanah air tanpa keluarganya. Dia berprofesi sebagai dokter di usianya yang masih terbilang muda.Dua tahun lalu, Eliza dikenalkan kepada Sean saat keduanya mendapatkan kesempatan untuk tour ke Jerman bersama sepuluh orang lain dari Universitas swasta maupun negeri. Pertemuan keduanya di hari pernikahan Eliza dengan Karan, lelaki keturunan Yaman-Padang yang dipillih Eliza sebagai pasangan hidupnya.“Terima kasih Sean, kamu benar mengenai diriku. Bahwa akan ada saatnya, aku menemukan lelaki baik yang menerimaku dalam hidupnya. Aku bahag
Melihat Eliza pingsan di pelaminan, Karan membawanya ke ruangan lain. Acara yang berlangsung lama serta meriah itu mendadak terhenti seketika. Para tamu undangan ikut panik melihat pengantin wanita tidak sadarkan diri.Wajar saja Eliza pingsan, dia memang sudah terlalu lelah dengan berbagai rangkain acara dalam beberapa waktu terakhir. Apalagi, keluarga Karan meminta mereka resepsi dengan adat Padang. Serangkaian acara itu diterima Eliza begitu saja tanpa protes.Hari ini menjadi titik akhir rasa lelah tubuhnya. Bayangan masa lalu yang pahit juga telah mengancam kehidupan Eliza. Banyak hal buruk yang terbesit dalam benaknya, tentang seseorang.“Lelaki itu, aku benci dia. Tidak!!!!” pekik Eliza seketika saat terbangun.Setelah beberapa kali Karan berupaya membangunakan Eliza dibantu oleh beberapa orang lainnya.“Arrrrggghhhttt!!!” lirih Eliza seraya menyentuh pelipisnya.Rasa sakit di kepala sebelah kirinya membuat Eliza terpekik menahan sakitnya. Karan menyentuh lembut istrinya seraya
Karan masih terdiam setelah mendapatkan pesan dari seseorang. Eliza masih menunggu Karan untuk bicara, dia masih sibuk membalas pesan tersebut.“Pesan dari siapa? Sibuk banget.”Merasa didiamkan Karan, akhirnya Eliza beranikan diri untuk bertanya. Memang, Karan terlihat asyik dengan gedget di tangannya. Tanpa sadar, dia seperti lupa ada Eliza di sebelahnya.“Emh, ini enggak kok, ada pesan dari kantor. Biasa, masih perihal pekerjaan. Kamu tahu sendiri bagaimana pekerjaan di kantor bukan? Sejak kamu tidak ada, banyak pekerjaan yang berantakan. Aku masih harus beradaptasi dengan sekretaris baruku.”“Itu bukan salahku, kamu sendiri yang memintaku berhenti bekerja.”“Sayang, bukan begitu. Aku hanya ingin istriku di rumah, istirahat. Agar saat aku pulang bekerja, kamu menyambut kepulanganku.”Sekali lagi lagi, Eliza tidak diberikan kesempatan untuk melakukan yang dia inginkan. Meskipun tujuan Karan baik, tetap saja itu tidak membuatnya nyaman. Maklum, selama ini Eliza terbiasa bekerja dan j
Karan segera mengenakan pakain dengan malas, terpaksa dia harus turun ke bawah untuk menyantap makan malamnya. Sepertinya, Eliza juga tidak bersedia untuk memenuhi keinginannya saat ini. Karan harus menunggu, setidaknya sampai makan malam usai. “Oh, ayolah! Kenapa wajahmu muram sekali? Tersenyumlah sedikit, Karan.” “Aku sebenarnya tidak begitu lapar, tapi kamu juga harus mengisi perutmu. Aku tidak ingin kamu pingsan lagi seperti tadi.” “Tenanglah, aku baik-baik saja. Setelah ini aku akan baik-baik saja, ayolah kita turun sekarang!” Eliza menarik tangan Karan setelah usai menggunakan pakaian. Karan mengikutinya dari belakang. Demi bidadari yang dicintainya, tentu saja dia akan melakukan apapun. Bidadari? Benar hanya Eliza yang dicintai oleh Karan? Lalu, siapa yang mengirimkan pesan begitu mesra itu kepadanya? Ah, sial. Karan terlalu baik untuk dikatakan lelaki brengsek. Siapa yang akan mengira Karan akan melakukan pengkhianatan. Tidak! Karan baru saja akan meninggalkan kamar sebe
Bukan hanya lampu kamar yang dimatikan oleh Karan, seketika dia menarik tubuh Eliza ke atas ranjangnya. Tak memberikan aba-aba, tidak peduli Eliza akan menyetujuinya ataupun tidak. Karan benar-benar malayangkan aksinya.“Karan, apa yang kamu lakukan? Lepaskan aku!”“Diamlah! Bukankah kita sudah menikah? Tidak ada yang dapat melarang apapun yang dapat kulakukan kepadamu.”“Iya, tapi... Karan...”Karan tidak mengindahkan teriakan Eliza. Dia terus melakukan aksinya, memberikan sentuhan pada tubuh Elizaa. Tidak peduli, Eliza memberikan penolakan.Malam ini benar-benar sudah tidak ada lagi toleransi bagi Karan untuk tidak menyelesaikan keinginannya kepada Eliza.“Kamu tidak percaya padaku, jika aku bekerja di luar bukan? Kamu takut melakukan pengkhianatan bukan? Akan aku buktikan kepadamu malam ini, bahwa aku benar-benar mencintaimu dan tidak pernah melakukan hal buruk di luar sana.”“Karan, aku percaya padamu, tapi bukan dengan cara ini kamu membuktikannya.”“Emph!!! Ka...”Karan tidak me