Semester pertama telah Mike lalui dengan nilai yang memuaskan. Waktu liburan akan ia isi dengan kesibukan bekerja tanpa ada izin cuti sedikitpun seperti yang ia lakukan ketika dalam masa ujian karena ia butuh waktu untuk fokus menghadapi ujian.
Hubungan pertemanannya dengan Mega berjalan baik. Selalu pulang bersama-sama setelah jam kuliah selesai.
Kadang mereka menyempatkan diri singgah ke taman untuk sekedar duduk berdua dan saling berbagi cerita. Semuanya berjalan seperti biasa.
Mike sama sekali tak ada perasaan lebih pada Mega - ia sudah seperti saudari semata wayang bagi Mike, selalu ada di saat Mike butuh bantuannya. Tugas kuliah pun kadang dikerjakan bersama-sama.
Tapi Mike tak tahu seperti apa perasaan Mega padanya. Sama sekali ia belum melihat ada tanda-tanda bahwa Mega menyimpan rasa suka padanya.
Mega memang selalu pandai menyembunyikan perasaannya - seperti waktu itu ketika ia harusnya kecewa ketika Mike sudah janji akan mengantarnya pulang tetapi karena Mike terburu-buru dan meninggalkannya pulang sendirian naik angkot. Ia sama sekali tidak menunjukkan itu pada Mike.
Dan hari ini mereka berjanji untuk bertemu di taman tempat biasa mereka sering menghabiskan waktu berdua menghilangkan segala lelah mereka dengan tugas kuliah.
"Mike, boleh aku bertanya sesuatu?" Mega memecah keheningan.
Mike menampakan wajah gugup seketika, dan menatap bisu wajah Mega sebelum menjawabnya.
Mega tidak seperti ini biasanya. Tidak perlu menunggu persetujuan Mike ketika ia ingin bertanya sesuatu.
Mereka selalu duduk berhadapan ketika berkunjung ke taman ini. Tidak seperti para pengunjung lain yang kadang duduknya bersebelahan agar lebih mudah ketika ingin menyenderkan kepala di bahu kekasih mereka."Iya, boleh. Ada apa ? Kamu tidak harus meminta persetujuanku bila ingin bertanya."
"Apakah kamu suka memilih-milih siapa yang akan kamu jadikan pasangan hidupmu ?" tanya Mega mengagetkan Mike.
Mike mengernyitkan dahi kebingungan. Mega menyadari hal itu.
"Maksudku, tipe perempuan impian kamu itu seperti apa ?" Mega bertanya lagi, blak-blakan saja pertanyaannya. Tidak banyak basa-basi. Mega memang selalu seperti itu - tidak bertele-tele.Mike diam sejenak. Awalnya bingung, mengapa Mega bertanya seperti itu ? Apakah firasatnya benar bahwa Mega ada rasa suka dengan dirinya ?
"Aku hanya ingin tahu saja kira-kira tipe perempuan yang kamu sukai, yang akan kamu pilih untuk menjadi pendamping hidup kamu itu seperti apa ? " lanjut Mega lagi setelah ia menyadari bahwa Mike sedang bingung dengan pertanyaannya.
Benar, Mike semakin bingung dengan pertanyaan Mega. Mike sama sekali belum ingin untuk berpikir tentang hal itu.
"Aku tidak tahu. Maksudku, untuk saat ini aku belum memikirkan tentang hal itu. Aku masih ingin fokus dengan kuliahku," jawab Mike sekenanya, berusaha agar jawabannya tidak menyinggung perasaan Mega.
Mike sudah benar-benar yakin bahwa Mega memendam rasa suka pada dirinya setelah mendengar semua pertanyaannya.
"Oh, begitu. Aku maklumi itu Mike. Aku juga sama, belum memikirkan soal itu," respon Mega cepat menanggapi jawaban Mike tadi.
"Lalu kenapa kamu bertanya seperti itu ?" Kali ini Mike yang beranikan diri bertanya pada Mega untuk memastikan apa alasan Mega bertanya seperti itu padanya.
"Ya, aku hanya ingin tahu saja. Kalau saja nanti Tuhan mengizinkanku untuk terus bersamamu, aku harap apa yang kamu impikan pada diri gadis yang akan mendampingimu sudah kau temukan dalam diriku," jawab Mega jujur.
Mike seperti disambar petir. Apa yang ia pikirkan sebelumnya benar-benar menjadi kenyataan, Mega memang berharap bisa jadi pendamping hidupnya nanti.
Mike menjadi gugup. Diam dan membisu. Tak bisa berkata-kata lagi. Ia sungguh kaget mendengar jawaban Mega yang sangat jujur mengatakan semuanya.
Lalu aku harus bagaimana ? Apakah aku harus mengharapkan hal yang sama seperti Mega ? Ahh, ini benar-benar bukan waktu yang tepat untuk aku memikirkan soal ini, batinnya."Kenapa, kamu keberatan jika aku berharap akulah gadis yang kelak memenuhi semua kriteria kamu dan menjadi pendamping hidup kamu ?" tanya Mega tiba-tiba, menghentikan kegusaran Mike.
Mike seketika menjadi gagap. Tak tahu harus berkata apa.
"Aku, mmm. Aku, aku. Aku tidak tau," jawabnya gugup.
Mega diam saja menunggu kelanjutan jawaban Mike.
"Aku tidak tahu Mega. Aku rasa sekarang bukan waktu yang tepat untuk membicarakan ini. Aku rasa terlalu cepat," bicaranya agak cepat. Tapi nada Mike santai agar tidak menyinggung perasaan Mega.
"Kamu tahu, kamu sudah aku anggap seperti saudariku sendiri. Kamu telah menemaniku selama satu semester, selalu ada disaat aku membutuhkan bantuanmu, selalu mengerti denganku, jadi aku rasa aku tak pantas jika aku kemudian memiliki perasaan lebih padamu.
"Aku hanya ingin engkau menjadi saudariku. Menjadi sahabatku. Tidak lebih dari itu, Mega," Mike menatapnya.
Pikiran Mike benar-benar kacau. Ia berharap jawabannya tidak melukai perasaan Mega. Mike benar-benar menganggapnya seperti saudarinya sendiri. Itu saja.
Mega diam di hadapan Mike. Tatapannya tajam.Tapi tak ada aura kekecewaan di wajah Mega. Mega memang pandai menyembunyikan perasaannya tetapi sekali ketika ia ingin mengungkapkannya, ia selalu blak-blakan. Tidak basa-basi.
"Aku mengerti. Aku pahami itu Mike. Aku pun hanya mengatakan kalau saja Tuhan menghendaki, ya apa boleh buat ? Bukankah begitu ? Aku pun mengganggapmu seperti saudaraku sendiri.
"Kamu baik, perhatian, selalu ada disaat aku membutuhkanmu, selalu memastikan aku pulang dengan selamat sampai di kostku, aku hargai itu.
"Aku pun tak menginginkan bahwa hubungan ini akan terus berlanjut dan aku yang akan menjadi pendampingmu. Maaf jika aku membuatmu menjadi tidak nyaman denganku," jawab Mega tenang. Ia benar-benar pandai menyembunyikan isi hatinya.
"Ya, aku harap kamu mengerti, Mega. Aku tak mau hubungan baik kita ini hancur karena di antara kita ada perasaan saling suka.
"Aku ingin kita tetap jadi teman, jadi sahabat. Kamu sudah seperti saudariku dan aku seperti saudaramu," jawab Mike santai, berusaha menjelaskan pada Mega agar dia benar-benar tidak tersinggung.
Mereka kembali diam. Mike memegang botol minumannya, berpura-pura memainkannya agar tak terlihat gugup akibat pertanyaan-pertanyaan Mega yang menyentak tadi. Semoga saja Mega benar-benar mengerti dan tidak kecewa.
Mereka menghabiskan malam itu dengan berbagi cerita tanpa memikirkan lagi tentang kriteria gadis idaman calon pendamping hidup sebelum Mike mengantarnya pulang ke kostnya.
* * * * *
Mike merebahkan tubuhnya di ranjang. Tangan kanannya ia letakkan di atas dahi. Mike tidak ingat lagi bahwa kebiasaan buruknya itu dilarang oleh ibunya, katanya pamali jika meletakkan tangan di atas dahi.
Pikirannya menerawang sangat jauh - pada pertanyaan-pertanyaan Mega yang benar-benar membingungkan. Tapi dapat ia pastikan, feelingnya benar bahwa Mega memendam rasa dengannya.
Mike mencoba mencerna setiap kata yang ia tanyakan terutama pada kata kriteria.
Apa iya, mencintai harus ada kriteria ?
Bagi Mike, gadis yang akan ia jadikan pendampingnya adalah orang yang tulus mencintai dan menyayanginya, menghargai dan menghormati ibunya, mau menerima segala kekurangan hidupnya, dan mau berjuang bersama-sama dengannya. Itu saja. Yang lain-lain akan ditambahkan dalam perjalanan hidup rumah tangga nanti.
Mike seketika kembali mengenang Laura, gadis yang yang pernah menunjukan itu semua padanya dulu. Tetapi hanya Mike yang tahu soal Laura. Ia tak menceritakannya pada siapapun.
Mike menggerutu lalu membalikan badannya, meraih bantal guling dan memeluknya dengan sangat erat.
🌹Pembaca yang budiman. Terima kasih sudah membaca karyaku. Mohon dukungannya untuk karyaku. Jagalah kesehatan, stay home dan patuhi setiap peraturan yang telah ditetapkan pemerintah selama masa pandemi ini.
Tuhan memberkati.🌹"Apapun akan aku lakukan untuk bisa bersamamu, bahkan melawan dunia jika harus - M.B. Sogen "...Mike meraih handphonenya - memeriksa beberapa pesan whatsapp yang masuk. Beberapa pesan hanya berupa broadcast renungan harian Katolik. Ada juga pesan grup yang hanya ucapan selamat pagi.Tapi jarinya seketika berhenti pada sebuah pesan dari Mega. Tidak biasanya pagi-pagi sekali Mega sudah mengirim pesan. Mike mengkliknya - ia tertegun melihatnya. Benarkah ini ?SENJAAda yang berbedaPada senja yang temaramSemilir angin membelai mesraAku mematung - tatapanku hampaPada baris-baris awan yang saling mengejar di udaraAda yang anehAku jelas merasakannyaAku yakin aku tak salahYa, aku telah jatuh cintaPada lelaki yang mengisi hari-harikuBermalam-malam lalu masih tiadaMasih hampa disinidi hati kecilkuNamun kini tiba-tiba mencekik leherkuCinta; rasa itu datang tiba
Hari yang melelahkan - Mike melaju, menarik kencang gas sepeda motornya. Kantuk dan lelah tak bisa ia tahan lagi. Mike ingin segera tiba di kostnya dan merebahkan tubuhnya. Persetan dengan mandi dan tubuh yang bau keringat. Memang baru kali ini Mike merasakan lelah yang amat sangat. Selama ini ia tak pernah terlambat tidur malam. Apalagi waktu tidur terhitung hanya satu setengah jam. Sama sekali belum pernah ia lakukan. Semenjak kepergian om Bram ia memang jadi susah tidur. Pikirannya selalu tertuju pada sosok perempuan setengah tua yang ia tinggalkan seorang diri di kampung - mengurus dirinya sendiri dan ayam-ayam di kandang, kira-kira dua ratus ekor. Ingin sekali rasanya ia pulang ke sana. Om Bram tidak lagi membantu ibu. Tak mungkin juga istri om Bram, tante Mery yang harus menggantikan posisi om Bram, suaminya. Tambah lagi mereka tidak mempunyai anak. Tante Mery kini tinggal sendirian. Rencananya, Tania, keponakan tante Mery yang akan tinggal bers
"Hujan tak selalu hanya meninggalkan genangan. Ada kenangan yang juga ia tinggalkan." ... Mike tiba dengan cepat di kost Mega. Tidak butuh waktu lama karena memang Mike sudah tahu di mana letak kost Mega berada. Ia menghentikan sepeda motornya, memastikan sudah terparkir dengan aman lalu melangkah masuk. Tapi ada yang aneh. Tidak ada tanda-tanda ada orang di dalam kost. Sejenak ia perhatikan rak sepatu yang diletakkan di luar. Tak ada satu pun sepatu atau sendal di sana. Mike mencoba mengetuk. Tak ada jawaban. Tiba-tiba terdengar bunyi gemuruh guntur yang diikuti kilat. Ada beberapa gadis keluar dari kamar kost masing-masing berlari menuju jemuran untuk mengangkat jemuran. Tak satupun dari mereka yang menyapa Mike seolah-olah tak menyadari ada orang yang berdiri disitu. Mike masih mematung. Pikirannya menerawang jauh. "Dimana Mega? Ini masih siang, dan hari ini masih libur. Pergi kemana dia?" Mike bergumam bertanya-tany
"Ketika Anda benar-benar jatuh cinta, berbohong pun seakan-akan bukan sebuah kesalahan"...Mike segera mengambil charger handphonenya untuk mengecas handphone Mega setelah mandi dan mengganti pakaiannya. Untung saja milik Mega bukan merk apple atau pun lainnya yang berbeda dari merk android.Mike menunggu sekitar dua menit pengisian battery handphone Mega lalu menghidupkannya.Dengan buru-buru ia mencari kontak keluarga Mega. Mike mencarinya satu per satu lalu tangannya berhenti bergerak ketika menemukan sebuah nama.Ingin segera memencet nama itu untuk langsung memanggil tapi ia menarik napas dalam-dalam, mencoba untuk tenang agar suaranya sebentar tidak kedengaran terengah-engah.Setelah ia pastikan semuanya aman, ia langsung memencet memanggil pada kontak yang bertuliskan Adikku Tania - nama yang sama dengan keponakan Tante Mery.Mike mendengar bunyi nada berdering sejenak sebelum ada suara gadis remaja menjawab.
Seminggu berlalu. Mike tetap menyibukkan dirinya dengan pekerjaannya di hari-hari libur - sesekali mengulangi pelajaran yang sudah ia dapatkan di semester pertama. Ia merasakan ada yang kurang. Ia tahu ini kesalahannya. Mengabaikan Mega membuatnya menyesal. Sesampainya Mega di kampung, tidak ada sekalipun kabar dari Mega untuknya. Mike menantikan kabar darinya seperti seseorang yang merindukan kabar dari kekasih hatinya yang pergi jauh. Terkadang Mike berpikir bahwa ia aneh. Ketika Mega ada di dekatnya, ia memperlakukannya layaknya sahabatnya, saudarinya. Kini, ketika Mega jauh ia merindukannya setengah mati. Ia merasakan ada yang ikut hilang. Ketika Mega berada di dekatnya, Mike sama sekali tidak membalas perasaannya. Mike kuat dengan egonya bahwa Mega hanya seorang sahabat baginya. Sama sekali tidak ada tumbuh rasa suka pada diri Mega. Mike berusaha menyibukkan dirinya dengan pekerjaannya. Pergi pagi pulang malam. Berharap sedikit melupakan sosok Me
Mike langsung merebahkan tubuhnya ketika ia telah tiba di kost. Pikirannya masih menerawang jauh memikirkan Tania, gadis yang ia temui barusan di taman, yang duduk sendirian di tempat biasa dia dan Mega selalu menghabiskan waktu berdua. Tatapan matanya yang tajam, sentuhan lembut tangannya kala menjabat tangan Mike dan juga tawanya ketika menyadari tingkah Mike yang aneh kala menawarinya tumpangan meski baru pertama kali bertemu, terkenang rapi dalam ingatan Mike. "Sepertinya malam ini aku tidak akan bisa tidur karena memikirkan Tania." Sejenak tak ada lagi bayangan Mega saat ini. Tambah lagi, Mega sama sekali belum menghubunginya. Mike mengetahui ide gilanya pun dari adiknya, Tania. Kini, sudah ada tiga gadis bernama Tania di hidupnya; keponakan Tante Mery, adik Mega, dan gadis yang baru saja ia temui dan kini telah mulai menghantui pikirannya. "Besok aku harus kesana lagi setelah pulang kerja," gumamnya nekat dalam hati. "Tapi kali ini
"Tak ada yang salah ketika jatuh cinta. Bahkan ketika anda tak jatuh cinta pada orang yang sedang berusaha mendapatkan cintamu tetapi pada orang lain" . . . Mike membisu setelah Tania sudah siap dan duduk di belakangnya. Jantungnya berdegup kencang. Ia tak tahu apa yang harus ia katakan untuk memulai percakapan. Tania duduk tepat di belakangnya dan dia hanya diam menatap fokus ke depan. Sesekali Mike memainkan rem, sengaja agar Tania bisa memberinya pelukan tiba-tiba. Entah apa yang merasukinya untuk melakukan ide gila itu. Hatinya semakin berdegup kencang tak karuan. Apa yang harus ia katakan untuk memulai percakapan dengan Tania? Mike berpikir keras - bertanya-tanya dalam hati. "Pelan-pelan saja. Aku sedang tidak buru-buru," kata Tania tiba-tiba membuyarkan pikiran Mike dan membuka percakapan. Mike tersenyum kecil, kebingungannya kini terjawab, Tania yang akhirnya lebih dahulu mengajak berbicara. "Maaf,
"Sungguh, tak ada satu pun lelaki yang menghendaki perkelahian antara dua gadis karena dirinya".... Di dalam kamar kost, Mike sedang gelisah - seperti orang yang akan gila memikirkan hutang yang tidak bisa lagi ia terbayarkan. Mike mondar-mandir tak jelas sendirian di dalam kamar. Pikirannya kacau. Sesekali menggaruk-garuk kepalanya, melirik handphone dan kembali berjalan mondar-mandir mengitari meja di dalam kamar kost hingga beberapa kali. Jika Anda pernah melihat seseekor binatang peliharaan yang dimasukkan ke dalam sebuah kurung, seperti itulah Mike saat ini. Hari ini ia tidak masuk kerja, besok ia akan masuk shift malam. Mike berharap hari ini ia akan menghabiskan waktunya bersama Tania. Berjalan-jalan mengelilingi Jakarta, mengunjungi beberapa taman, dan mungkin singgah ke beberapa tempat makan jika lapar. Bisa jadi juga mereka akan ke Ancol, membiarkan tubuh mereka terbakar oleh panas matahari yang menyengat, berjalan di