Hari ini Sandra berangkat ke kampusnya setelah tiga hari tak masuk kelas. Sepanjang jalan, mata para mahasiswa dan siswi tak lepas darinya.Padahal selama ini, Sandra bukanlah mahasiswi yang terkenal. Bisa juga dibilang tak terlalu populer. Jadi, sekarang dia heran mengapa dirinya menjadi pusat perhatian."Aneh, emang ada yang salah ya dengan penampilanku, kok daritadi mereka ngelihatin aku terus," ujarnya pada diri sendiri. Ia berjalan dengan cepat untuk sampai ke dalam kelas.Sama halnya di dalam kelas, baru saja sampai tatapan tajam langsung dilayangkan padanya."Wih, yang baru esek-esek sama banyak om-om dan suami-suami orang. Masih punya muka ternyata muncul di kampus, nggak malu apa, ya udah bikin nama kampus tercoreng.""Iya lho, sampai kesebar gitu beritanya. Apa nggak malu gitu, 'kan, dengan sengaja dia nyebarin dirinya sendiri sebagai penggoda lelaki yang sudah beristri. Kalo aku sih malu, ya, saking pengennya dia kuliah sampai harus ngorbanin harga diri.""Bener banget! Ngg
“San ….” Zoe mengejar Sandra yang mulai menjauh. Sandra menghempaskan tangan Zoe dengan kasar. Saat ini dia benar-benar sangat marah dengan Zoe yang tak memahami posisi dirinya.“Apalagi? Aku capek tau nggak, Zoe. Kamu nggak pernah ngertiin posisi aku. Nggak pernah sekalipun menjadi penyemangat dalam hidup aku. Aku sama kamu itu Cuma nambah pikiran, karena kamu orang yang sangat egois. Pengennya dimengerti tapi nggak pernah mau ngerti posisi aku. Coba kamu pikir pernh nggak sekali aja kamu jangan ngehakimin aku!”“Kamu sebenarnya pacarku apa bukan sih? Ke mana peranmu sebagai seorang kekasih. Aku Cuma mau saat aku terpuruk seperti ini, kamu harusnya selalu ngedukung aku sekalipun aku salah!”“Nggak bisa lah, San. Gimana maksudnya aku harus ngedukung kamu di situasi apa saja, Itu saja sudah salah. Aku nggak janji bakalan terus jadi yang terbaik buat kamu, tapi setidaknya aku pengen buktiin kalo aku selalu ada untuk kamu.” Zoe yang daritadi hanya diam langsung angkat bicara di kala Sandr
"Peluk aku, Zoe, setidaknya untuk terakhir kalinya," kata Sandra lirik. Zoe dengan cepat membawa Sandra ke dalam pelukannya. Mereka menangis dan saling menguatkan."Maafkan aku," kata Sandra di dalam pelukan Zoe. Dia menangis semakin kencang, merasakan sesak yang tak kunjung redanya.Setelah dirasa tenang, Sandra melepaskan pelukannya dari Zoe. Dia menghapus air matanya yang masih membasah di pipi."Berbahagialah, kau lelaki baik, Zoe. Aku beruntung bisa dicintaimu dengan begitu dalam. Aku juga beruntung sudah menjadi sosok wanita yang kau banggakan dan lindungi.""Sandra ....""Maafkan aku, karena selama ini sudah banyak mengecewakanmu. Maafkan aku, karena sudah membuatmu merasakan sakit yang berkali-kali. Sekali lagi, aku minta maaf, Zoe.""Aku titip Mama dan adikku. Tolong sampaikan nanti saat kamu pulang, bahwa aku baik-baik saja. Aku akan selalu ada dalam hati mereka. Terima kasih Zoe, sudah menjadi lelaki terbaik. Menjadi tameng di saat aku rapuh dan terpuruk. Aku tak pernah m
"Jaga mulutmu, jalang kecil. Anakku dalam masalah itu juga karenamu, jangan membuatku buta dan langsung menghabisimu di sini," ancam Ibu Hendra yang membuat Sandra terdiam dengan penyesalan yang amat banyak.'Seharusnya dari awal aku tak usah ikut campur permasalahan mereka. Ternyata keluarga Hendra sejahat ini,' batin Sandra meringis menahan ketakutan di dalam dirinya yang sekarang sedang bergejolak."M-maafkan aku, Ibu," ucap Sandra. Ia lalu menundukkan kepalanya."Kamu tenang saja Hendra, Ibu akan mencari segala cara untuk bisa mengeluarkanmu. Keluarga kita banyak, Om Rezamu adalah seorang polisi, dia pasti bisa membantumu untuk ke luar dari sini." Ibu Hendra berucap sambil tersenyum sinis.Setelah beberapa menit berbicara, Hendra kembali dibawa masuk oleh petugas polisi. Sandra dan Ibu Hendra lalu memilih untuk segera pulang ke rumah."Sandra, jangan pernah berpikir untuk bisa pergi begitu saja dari masalah ini. Kamu harus tahu, kamu juga masuk dalam permasalahan yang sudah terjad
"Bawa sekalian komplotanmu itu! Jangan membuat emosiku habis karena harus berhadapan dengan kalian yang tak tau diri itu!" teriak Bagaskara mengiri langkah kaki Ibu Hendra yang ke luar dari rumah milik Anna.***"Masih berani rupanya dia menunjukkan wajahnya di depan kita. Sudah bersalah, tidak mau mengaku malah membuat karangan cerita seolah-olah dia yang paling tersakiti. Ayah sangat-sangat heran dengan tingkah manusia yang seperti Hendra dan ibunya itu."Biarlah, Ayah, Anna berharap Hendra mendapatkan hukuman yang setimpal atas kesalahannya. Jangan sampai uang yang bekerja untuk membuat Hendra bebas." Anna berucap, dia khawatir jika Hendra dengan sangat mudah akan ke luar dari penjara.Karena Anna tau, keluarga Hendra juga banyak yang termasuk keluarga terpandang. Bisa dibilang berpengaruh di dalam dunia kerja kepolisian.Bisa saja mereka melakukan segala cara agar tuduhan malah berbalik kepada Anna dan keluarganya."Tenang saja, mereka bisa bermain curang. Kita bisa lebih curang d
"Pergilah ... memang itu yang kuinginkan, aku memang sudah lama ingin berakhir dari laki-laki bodoh sepertimu, Zoe ...." tutur Sandra setelah punggung Zoe tak nampak lagi di pandangan mata.Bahkan Sandra sama sekali tak merasa kehilangan saat Zoe pergi begitu saja. Padahal selama ini, tak Sandra temukan laki-laki yang begitu mencintainya. Sandra malah membuangnya begitu saja dan mungkin saja setelah ini Sandra akan merasakan penyesalan dan juga kehilangan yang sangat mendalam.***"Bagaimana, Bu, apakah ada perkembangan? Apa Hendra akan segera ke luar dari penjara yang menyebalkan ini?" tanya Hendra pada sang Ibu yang saat ini mengunjungi dirinya."Ibu masih mencari cara Hendra, masalahnya bukti yang diberikan Anna memang sangatlah kuat hingga membuat Ibu sangat sulit untuk mengeluarkanmu dari sini. Lagipun, jika Ibu menggunakan kekuasaan justru Anna lebih memiliknya. Dia lebih kaya dari kita, Ibu saat ini benar-benar sangat bingung tak tahu harus bagaimana lagi caranya agar kamu bisa
SAAT SUAMIKU MELARANG KE RUMAH IBUNYA![Sayang, malam ini Mas akan menginap di rumah Ibu. Kamu tidak perlu ke sini. Mas, kemungkinan tidak akan pulang.] Satu pesan masuk ke ponsel milikku, aku melihat nama yang tertera ternyata pesan itu dari suamiku, Mas Hendra.[Memang ada acara apa di rumah Ibu, Mas?] tanyaku padanya. Siapa tahu mungkin ada acara penting yang memang mengharuskan dia untuk hadir di acara tersebut. Namun, mengapa aku tak boleh ikut dalam acara tersebut. Ini aneh.[Tidak ada acara apa-apa, An. Mas hanya merindukan orang tua, Mas,] tulisnya lagi.Aku mengernyitkan kening, mengapa alasan Mas Herman tidak masuk akal. Kan dia baru kemarin-kemarin sudah bertemu dengan Ibu, lalu kenapa sekarang dia mengatakan bahwa dia merindukan Ibu. Apa Mas Hendra sedang sakit atau jangan-jangan ada sesuatu yang terjadi pada Ibu.[Oh ya, ingat kamu tidak perlu ke sini, ya. Istirahat yang cukup di rumah. Maaf harus meninggalkanmu sendiri dulu di sana.] Kembali, satu pesan masuk ke ponselku
"Suprise!!!" teriakku lantang, membuat orang yang berada di depanku terkejut. Bahkan, wajahnya pun menjadi pucat pasi.'Mari kita mainkan permainan ini, Mas. Kita lihat seberapa jauhnya kamu tanpa aku,' batinku menahan gejolak amarah."Mas," panggilku. Mas Hendra masih terdiam kaku. Aku lalu melambai-lambaikan tangan di depan wajahnya yang shock atas kedatanganku."Halo, Mas. Suprise!" teriakku sekali lagi, hingga membuatnya tersadar dari keterkejutan yang kuberikan. Kulihat dia menampilkan senyum terpaksa. Aku hampir saja tertawa melihat wajah munafiknya itu."S-sayang, kok kemari?" tanyanya tergagap. Dia celingak-celinguk ke dalam rumah Ibu, aku tahu sebenarnya dia sedang khawatir takut kebohongannya selama ini akan segera terbongkar olehku."Lho, kenapa?" Aku pura-pura memasang wajah sedih. Padahal dalam hati sudah sangat jengkel sekali melihat wajah Mas Hendra."Aku kan cuma mau kasih kejutan sama kamu. Kamu juga sih, ke rumah Ibu nggak ngajak-ngajak. Kamu kan tau aku di rumah ke