Share

Ada yang panas, tapi bukan cuaca!

"Suprise!!!" teriakku lantang, membuat orang yang berada di depanku terkejut. Bahkan, wajahnya pun menjadi pucat pasi.

'Mari kita mainkan permainan ini, Mas. Kita lihat seberapa jauhnya kamu tanpa aku,' batinku menahan gejolak amarah.

"Mas," panggilku. Mas Hendra masih terdiam kaku. Aku lalu melambai-lambaikan tangan di depan wajahnya yang shock atas kedatanganku.

"Halo, Mas. Suprise!" teriakku sekali lagi, hingga membuatnya tersadar dari keterkejutan yang kuberikan. Kulihat dia menampilkan senyum terpaksa. Aku hampir saja tertawa melihat wajah munafiknya itu.

"S-sayang, kok kemari?" tanyanya tergagap. Dia celingak-celinguk ke dalam rumah Ibu, aku tahu sebenarnya dia sedang khawatir takut kebohongannya selama ini akan segera terbongkar olehku.

"Lho, kenapa?" Aku pura-pura memasang wajah sedih. Padahal dalam hati sudah sangat jengkel sekali melihat wajah Mas Hendra.

"Aku kan cuma mau kasih kejutan sama kamu. Kamu juga sih, ke rumah Ibu nggak ngajak-ngajak. Kamu kan tau aku di rumah kesepian, Kak Mela juga lagi di luar kota buat ngurusin pekerjaan." Aku memasang wajah yang cemberut di depan Mas Hendra.

"Ya kan udah aku bilang, Sayang. Jangan ke sini, kamu kok nggak nurut," ujarnya dengan suara yang naik beberapa oktaf. Secepatnya kuubah ekspresi wajah menjadi wajah yang terlihat seolah-olah terkejut dengan perlakuannya.

"Kamu marah sama aku?" tanyaku pura-pura lugu. Kutundukkan kepala, agar Mas Hendra tak curiga. Biarlah dia mengira aku memang bodoh sehingga dengan mudah dimanfaatkannya.

"Bukan gitu ...," Dia memotong kalimatnya, Mas Hendra terlihat sangat gusar. Bahkan kakinya pun tak bisa diam, tanda orang yang khawatir akan sesuatu.

"Terus apa? Kenapa sih, apa ada yang kamu sembunyikan dariku?!" tanyaku sambil menatapnya tajam. Tangan kupindahkan ke pinggang, menambah drama di siang ini.

"E-eh, b-bukan gitu, Sayang." Mas Hendra mencoba memegang tangan milikku, tapi kutepis.

"Hendra, ada siapa di luar?" tanya Ibu yang datang dari arah belakang Mas Hendra.

Saat melihatku raut wajah Ibu berubah yang semulanya tersenyum menjadi tegang seperti melihat hantu. Ibu pun celingak-celinguk ke dalam rumah. Kena kalian! Siapa suruh menjadi orang munafik di belakangku. Dasar orang-orang bermuka dua yang tak tau diri.

Memangnya wajahku seseram apa sih, batinku bertanya-tanya.

"L-lho ... lho ada Anna kok nggak disuruh masuk Hendra," ucap Ibu sambil memukul tangan anaknya kasar. Bahkan tatapan Ibu seperti ingin men*lan Mas Hendra. Ibu pasti kesal karena kedatanganku yang tiba-tiba. Dan tentunya kesal juga karena mereka tak bisa memanfaatkanku lagi.

Mas Hendra meringis kesakitan. Mas Hendra memegang tangannya yang dipukul Ibu tadi, lalu mengelusnya pelan.

Sedangkan aku, aku hanya bisa mengeluarkan unek-unek di dalam hati. Merasa muak dengan drama yang dimainkan mereka. Rasanya ingin segera membalas perlakuan mereka yang tanpa sadar menyakiti perasaanku..

"Nggak usah, Bu. Aku sama Anna mau pulang aja langsung," tolak Mas Hendra tiba-tiba. Ia memegang lenganku. Di depan Ibu tak kutepis, kulakukan agar tak menambah kecurigaan pada Ibu.

Mas Hendra menatapku. "Ya kan, Sayang," ucapnya. Matanya seolah-olah mengisyaratkan agar aku mengiyakan ucapannya. Oh, tentu saja tidak! Aku bukan Anna yang dia kenal dulu. Anna yang dulu sudah mati ... sifatnya. Dan semua itu berawal dari mereka yang tak pernah ada rasa menghargai.

Aku tersenyum lalu membalas tatapan Mas Hendra. " Tentu saja ... tidak dong, Mas."

Aku langsung berjalan menuju Ibu dan memeluknya.

Dapat kurasakan tangan Ibu membalas pelukanku. Namun, detak jantung Ibu pun bisa kurasakan. Berdetak lebih cepat dari biasanya. Kubilang jatuh cinta, tidak mungkin, dong. Masa Ibu jeruk makan jeruk. Sudah pasti ini adalah detak jantung rasa gugup dan takut yang bercampur menjadi satu.

"Ibu apa kabar, Anna kira Ibu sakit. Soalnya Mas Hendra tiba-tiba mengirim pesan dadakan mengatakan bahwa ia akan menginap di rumah Ibu," ucapku sambil melepaskan pelukan pada Ibu.

"Tapi Anna lihat Ibu baik-baik saja, bahkan sekarang sehat sekali. Namun, Mas Hendra malah seolah-olah mengatakan bahwa Ibu sedang sakit. Kalo tidak sakit, apa ada acara di rumah Ibu?"

"Anna, ayo pulang. Mas bilang merindukan Ibu, bukan bilang Ibu sakit. Jangan mengada-ada kamu ini. Ayo kita pulang saja."

"Apa sih, Mas. Biasanya kamu nggak gini, kamu kenapa sih kayak orang yang takut gitu. Lagian Ibu yang punya rumah aja nggak ada masalah sama sekali kalo aku mau bertamu ke rumah Ibu. Kok kamu sebagai anaknya seperti nggak rela jika aku berada di sini."

"Hendra!" ucap Ibu penuh penekanan.

"Ibu nggak masalahkan kalo Anna ke sini. Wajar dong Anna sebagai menantu ke rumah Ibu, kan Ibu mertua Anna. Lagian nih Bu ya, pesan yang dikirimkan Mas Hendra itu bikin Anna khawatir, takut terjadi apa-apa sama Ibu. Makanya Anna inisiatif buat ke rumah Ibu dan melihat langsung kondisi situasi di sini."

"Hendra mengirimkan pesan?" tanya Ibu padaku. Aku mengangguk. Mata Ibu langsung beralih pada Mas Hendra.

"Memangnya apa pesan yang dikirimkan Hendra untukmu, An?" tanya Ibu padaku.

"Dia melarang Anna untuk ke rumah Ibu, Anna bilang ingin ikut. Tapi malah tak dibolehkan olehnya, kalo seandainya nggak dibolehin ngapain laporan segala macam sama Anna, apalagi sampai melarang Anna untuk ke rumah Ibu. Dia malah bilang bahwa Mas Hendra hanya merindukan Ibu, makanya mau ke rumah Ibu. Emang sosweet sih suamiku ini," ucapku lalu mengedipkan mata pada Mas Hendra. Mas Hendra tersenyum kaku karena sekarang dia masih ditatap Ibu dengan tatapan yang tajam. Setajam pisau.

"Ah iya, Hendra ini memang begitu. Padahal sudah besar," ucap Ibu. Namun aku tau pasti ada kekesalan di dalam nada suaranya.

"Hendra kamu kok gitu sih! Lain kali kalo mau ke rumah Ibu, ajak istrimu. Bukan malah melarangnya ke sini. Kalo nggak mau ngajak, nggak usah pakai kirim pesan ngelarang Anna untuk mampir ke rumah Ibu!" bentak Ibu tiba-tiba.

Entah dia marah karena Mas Hendra yang tidak mengajakku ke rumahnya atau mungkin marah karena Mas Hendra melakukan hal ceroboh yang bisa saja setelah ini menghancurkan mereka semua.

"Maaf, Bu," jawab Mas Hendra lesu.

"Minta maaf sama Anna, bukan sama Ibu. Ibu nggak suka ya kalo kamu berbuat semena-mena sama istrimu sendiri. Jangan jadi lelaki yang tak bertanggungjawab Hendra, sekarang minta maaf sama Anna. Awas aja, ya, Ibu nggak mau dengar Anna disakiti lagi sama kamu. Ibu penyek-penyek kamu nanti."

Wah ... wah ... sungguh hebat mereka bermain peran.

"Sayang, maafkan, Mas." Dia mendekatiku lalu mengusap lenganku pelan. aku hanya diam tak menjawab ucapannya.

"Jadi, nggak papa kan, Bu. Kalo Anna ke rumah Ibu sekarang?" tanyaku lagi.

"Iya, nggak papa dong Sayang. Sudah, jangan dipikirin omongan suamimu itu. Dia memang sengaja pengen bikin Ibu marah sepertinya. Ayo masuk ke dalam, masa daritadi cuma berdiri aja di sini. Nah, kebetulan banget Ibu juga lagi masak banyak," ucap Ibu lalu menggandeng tanganku untuk masuk ke dalam rumah.

Sambil berjalan, aku menatap Mas Hendra yang terlihat salah tingkah.

Matanya menuju ruang tamu, gerak-gerik Mas Hendra sangat gelisah. Aku pun sama, saat ini mencari-cari keberadaan wanita itu. Namun tak kutemukan di sini, entah di mana dia bersembunyi.

***

Pantas saja dia tak kutemui di ruang tamu, ternyata dia sudah berada di meja makan. Aku menelisik dirinya yang sepertinya masih terlihat muda.

"Kenalin, Ann. Ini Sandra, sepupu jauh Hendra," ucap Ibu padaku.

"Sepupu jauh darimana, Bu, kok Anna baru lihat?" tanyaku pada Ibu yang sedang menyiapkan piring. Aku menatap Sandra yang terlihat salah tingkah.

"Sepupu jauh, Ann, kan tadi udah dibilang sama Ibu. Masa kamu ulang lagi pertanyaannya," ucap Mas Hendra dengan nadan yang terdengar kesal.

"Lho, santai dong, Mas, kok jadi jealous gitu. Aku kan cuma nanya, soalnya waktu kita nikah dulu aku sama sekali nggak lihat ada dia di pernikahan kita."

"Dia sibuk sekolah di luar negeri, makanya nggak ada hadir di pernikahan kita. Udah ah, tinggal kenalan aja ribet banget kamu sama pertanyaan-pertanyaan nggak jelas kamu itu."

"Mas, bisa santai nggak! Aku nanya baik-baik lho, tapi kamu kenapa jadi marah-marah nggak jelas gitu sama aku."

"Sudah-sudah kok pada berdebat sih. Anna biar Ibu jelaskan, Sandra ini sepupu jauh Hendra anak dari adik Ibu. Pokoknya dia baru pertama kali lah ke sini."

"Nah gini kan enak jelasinnya. Oh jadi baru pertama kali ya ke sini?" tanyaku langsung menatap Sandra.

"I-iya, Mbak," jawabnya kaku dan tergagap, lalu menampakkan senyuman yang terpaksa. Setelah itu, wanita yang diperkenalkan sebagai sepupu Mas Hendra ini mengulurkan tangan padaku.

Aku menyambutnya ramah, seolah tidak terjadi apa-apa. Biarlah kuikuti saja dahulu sampai mana mereka akan bermain-main denganku.

"Sandra," katanya menyebutkan nama dirinya.

"Anna," jawabku sambil menyambut uluran tangannya.

Tatapan mata kami bertemu, aku masih menampilkan senyum ramahku. Sedangkan dia menatapku dari atas hingga bawah. Seperti sedang menelisik.

"Kayaknya tangan kita lengket ya, Mbak. Nggak bisa dilepas soalnya," ucapku padanya. Ia nampak terkejut dengan ucapannya.

"E-eh, maaf, Mbak," ucapnya lalu buru-buru melepaskan genggaman tangannya padaku.

Aku mengangguk, lalu bertanya, "Mbak sejak kapan di sini?"

"Udah beberapa minggu," jawabnya.

"Owalah, lumayan lama berarti, ya," ujarku, lalu menatap Ibu dan juga Mas Hendra bergantian.

Dia mengangguk tersenyum canggung.

"Udah punya pacar, Mbak?" tanyaku padanya.

"Sayang, itu privasi dia. Nggak pantes nanya kayak begitu." Mas Hendra langsung menjawab.

"Mending makan dulu, yuk. Kayaknya suasananya canggung banget, apalagi Anna baru sekali bertemu sama Sandra," ujar Ibu menengahi kami.

"Saya punya pacar, Mbak." Tanpa diduga Sandra menjawab pertanyaanku.

"E-eh, udah ayo kita makan dulu." Mas Hendra menarik lenganku, menimbulkan rasa sakit.

"Aww!" teriakku menampilkan wajah sakit.

"E-eh maaf, Sayang!" Mas Hendra buru-buru meniup lenganku yang memerah. Aku menatap Sandra, kulirik tangannya mengepal.

Sepertinya ada yang terbakar api cemburu nih!

-

-

Next?

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
terlalu tolol drama kau njing. pantas di tipu krn otak kau kosong.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status