Beberapa menit telah berlalu, Fennel kembali ke kamar Alesya dengan membawa nampan berisi semangkuk bubur, dan segelas teh darjeeling black tea hangat, yang memiliki cita rasa asam dan sepat tapi menyegarkan.
Fennel mendudukkan dirinya di kursi kecil yang terletak di samping tempat tidur Alesya, dan membangunkan gadis yang tengah terlelap di antara gumpalan selimut tebal itu dengan suara lembutnya yang khas.
“Lady Eiren, makanannya sudah siap. Lebih baik Anda mengisi perut Anda sebelum pergi tidur, supaya di keesokan harinya Anda akan merasa lebih baikkan.”
Alesya menyingkirkan selimut yang membuatnya berkeringat, lalu duduk menyenderkan punggungnya ke kepala ranjang, ditatapnya bubur yang masih mengepul itu dengan tampang yang tak berselera.
“Ergh, Sir Eglantine. Saya benar-benar tidak bercanda tentang rasa tidak suka Saya terhadap makanan lembek bernama bubur ini, apa Anda akan tetap menyuruh S
THRUNGG!Anak panah yang dilontarkan oleh Lancient, melesak tertancap dalam mengenai papan kayu target panahan, yang terombang-ambing oleh angin karena sengaja digantungkan di sela-sela dahan pohon.Lancient kembali memasang anak panah di busur, menyiapkan tubuhnya supaya berada di posisi tegak lurus dengan bahu. Ditariknya tali busur itu dengan nafas tertahan, sebelah matanya ia pejamkan demi bisa membidik sasaran dengan tepat.WHUSHH!Anak panah kembali terlepas dari busurnya, tapi kali ini pergi dengan melesat menghindari target, dan berakhir menancap di batang pepohonan lain.“Anda terlihat sedang memikirkan sesuatu yang lain, Your Highness.”Fennel yang memiliki tugas mengajari Lancient belajar memanah itu, mengambil anak panah yang tersedia di tanah dan segera menjalinkannya dengan tali busur. Jarak yang ada di antara kedua kakinya, ia rengg
“Sir Hisahilde, bisa tolong temani Saya pergi mencari hadiah untuk ulang tahun sang Ratu nanti?”Darissa bertanya kepada pemuda yang usianya tak jauh berbeda dari Alesya dan Poppy. Pemuda bermanik mata merah dengan rambut biru navy bernama Hisahilde itu, sudah seperti Kakak kandung laki-lakinya sendiri.Hisahilde dulunya adalah seorang budak rendahan tanpa nama, lalu Ayahnya Darissa menemukan dan membawanya ke residen, sampai membesarkannya berbarengan dengan kedua putrinya, seakan-akan anak kandungnya.Hisahilde adalah pengawal pribadinya Alesya, selain menjadi teman masa kecilnya Alesya, Hisahilde juga selalu membantu dan melayani Alesya dari semenjak usianya yang masih muda.“Kapan Anda akan berangkat? Biar Saya yang menyiapkan semua keperluan untuk pergi keluar.”“Sebentar lagi, Saya akan bersiap-siap terlebih dahulu.”“Kalau begitu, S
-“Semoga perjalanan Anda menyenangkan, Young Miss. Kami akan sangat merindukan Anda.”--“Darissa, belajar yang rajin ya. Maafkan Ibu dan Ayah tak bisa mengantarkanmu sampai sana, sayangku.”-Para maid dan butler kediaman Eiren, mengantar kepergian nona muda mereka sampai gerbang bersama dengan majikannya. Ada yang mendoakan keberangkatan Darissa supaya aman, ada yang sampai menangis terharu karena menyadari kalau bayi yang mereka rawat telah besar, dan ada juga yang bersikeras ingin ikut mengantarkan Darissa sampai akademi sana meskipun sudah di larang.Darissa yang merasa sedih harus meninggalkan kediamannya yang nyaman itu, menatap ke orang tua dan semua pelayannya dengan mata berkaca-kaca. Ada satu tempat kosong untuk seseorang yang tidak di tempati, digulirkannya mata emas Darissa ke arah balkon kamar kakak perempuannya yang terletak di lantai tiga dengan raut kecewa.Rupanya, di hari keberangkatanny
“Madam, apa Anda sudah mendengar kabar tentang rumor yang sedang ramai diperbincangkan itu?”“Rumor? Rumor tentang apa?”“Oh ya ampun, Anda belum mendengarnya?! Itu loh, rumor tentang gerombolan bandit-bandit yang sering menjarahi rumah berisikan harta, seperti rumah orang-orang bangsawan. Rumornya, bandit-bandit jahat itu telah memasuki kawasan ibukota!”“Oh my! Benarkah itu?”Hisahilde yang tadinya tak sengaja mendengarkan gosip wanita-wanita paruh baya itu, menajamkan pendengarannya. Ikut mendengarkan cerita tentang rumor yang sama sekali tak pernah sampai ke telinganya.“Iya! Itu benar! Bukan bandit yang mengambil harta dari rumah bangsawan lalu membagikannya ke orang miskin seperti di dongeng-dongeng, melainkan ... mereka sepenuhnya kumpulan orang-orang jahat!”“Ah, tentang rumor yang itu?
“Lepaskan Aku! Beraninya Kau melakukan ini padaku!” berontak Darissa meronta-ronta setelah penyumpal mulutnya berhasil terlepas.Darissa merasa pusing, yang ia lihat hanyalah kaki orang yang membawanya menuju ke pedalaman hutan. Jalan yang curam dengan pohon menjulang di sisi-sisi sana, menambah kesan ngeri akan nasib mereka kedepannya.Ada 3 gadis lain yang ikut di bawa paksa, sementara bandit-bandit yang menyeret mereka berjumlah 3 kali lipat, yaitu sekitar 9 orang.“Diam!”WHAACCK!Darissa tersentak, merasakan punggungnya menjadi sakit akibat dipukul oleh bandit lain dengan menggunakan sabuk pedang. Ia terdiam, memberhentikan aksi berontaknya karena sepertinya tidak ada gunanya juga.Apa dia benar-benar tidak bisa melakukan apapun untuk melawan mereka? Apa nasibnya benar-benar akan berakhir di sini? Tidak, itu tidak boleh terjadi!Darissa memutar otakny
“Bagaimana keadaan Anda sekarang, Sir Hisahilde?”“Ugh, cukup mendingan. Akan tetapi, dalam keadaan yang mendesak begini, akan lebih baik jika kita berbicara secara informal saja. Lagi pula, Aku tidak keberatan sama sekali, dan Kau juga hanya lebih tua dariku 2 tahun dan beberapa bulan, jadi mari berbicara santai saja.”“Eh? Saya rasa yang harus menawarkan itu adalah seseorang yang jauh lebih tua, tapi kenapa Anda ....” Fennel terdiam tak ingin melanjutkan keluhannya.Fennel berjalan bersama Hisahilde menuju kawasan hutan cemara di dekat wilayah kekuasaan Duke Gracious, mengikuti tebakan Fennel tentang lokasi Darissa saat ini, setelah Hisahilde terlebih dahulu merawat lukanya.Fennel sudah diberitahu oleh Hisahilde tentang semuanya, alasan dibalik kupu-kupu menghampirinya, sampai dengan menghilangnya Darissa.Sehabis mendengar kabar mengejutkan itu, otomatis saja Fennel l
SWOOSH! TRAPP!“Hukk!”Sebuah anak panah yang melesat dengan cepat menancapkan ujung lancipnya yang tajam pada batang pohon, nyaris mengenai kepala Darissa jika ia tak menarik kepalanya untuk menghindar. Diambilnya anak panah yang tertancap itu, untuk berjaga-jaga jika nanti mungkin saja akan diperlukan.Nafas yang memburu, dan detak jantung yang berpacu, diabaikannya oleh gadis yang kini mengangkat gaunnya ke atas dan berlari secara zig-zag melewati setiap batang pohon cemara, demi meloloskan diri dari dua orang bandit yang tengah mengejarnya.Sebenarnya, sudah terhitung berapa lama sejak ia berlari dari tadi? Kenapa matanya masih belum menemukan pemukiman penduduk yang bisa dimintai pertolongan olehnya?Lututnya sudah terasa lemas, kakinya yang hanya beralaskan sebelah sepatu saja sudah mulai mati rasa.“Tembak kakinya! Tembak kakinya agar jalang sialan itu tidak bis
PRANGG!“Ahhhh, ahhh ... Ayahhh!”“Darissa!”Marquess Myles sangat terkejut ketika mendapati putri bungsunya berteriak histeris memanggilnya setelah tak sengaja menyenggol guci kamarnya. Dengan perilaku yang seperti orang kesurupan, Darissa menangis menjerit-jerit menjambak rambutnya sendiri dan meringkuk di sudut kamarnya.Myles segera menghambur memeluk Darissa dengan lembut, lalu mencoba menenangkannya, ”Sayang, tidak apa-apa ... tidak apa-apa, Ayah ada di sini.”Darissa langsung memeluk Ayahnya erat, ia tak ingin lepas dari dekapannya yang terasa menenangkan. Sudah menginjak hari ke-3 semenjak Darissa berkelakuan seperti ini, membuat hati Myles merasa hancur akibat melihat kondisi putrinya yang paling tenang itu, berubah menjadi sangat menyedihkan.Darissa tidak ingin bertemu dengan siapa pun untuk sekarang, kecuali Ayahnya yan