“Apa yang kau lakukan Sawatari?” Yuichi melihat istrinya mengepak barang-barangnya menjadi satu.“Tidak banyak yang kubawa, hanya seperlunya untuk perjalanan. Bukankah kita harus ke Ergions sekarang?” balas Sawatari. Dia menatap mata Yuichi yang memandangnya dengan tatapan aneh.“Ke Ergions?” ulang Yuichi. Dia pun memeluk erat istri tercintanya. “Kau begitu panik hingga lupa siapa suamimu. Ergions dekat dengan Woodclift, kita bisa ke sana melalui gerbang dimensi, tak perlu membawa semua ini,” lanjut Yuichi menghentikan Sawatari mengepak barang-barangnya.“Cepatlah, setiap detik sangat berharga untuk Yuan,” Suara Sawatari bergetar, dia sangat khawatir dengan kondisi Yuan saat ini.Yuichi mengangguk, “Kita temui Raja Yuasa, bagaimanapun perlu izinnya untuk membuka gerbang.”Yuichi berjalan cepat menemui tiga orang pemilik naga dan meminta mereka mengantarkannya ke istana. menaiki naga jauh lebih efisien dibandingkan berkuda. Setelah mendengar permasalahannya, mereka bergegas dan mengant
Ergions, negeri para elf. Sebuah tempat terindah di bawah naungan pohon besar yang begitu rindang. Moura menghela napasnya berat seakan beban dunia ada di pundaknya. Semilir angin menerbangkan rambut panjang yang sewarna dengan madu, lembut dan indah.“Apa yang harus kulakukan,” gumamnya seorang diri. Ingatannya kembali pada beberapa menit yang lalu saat dua orang dari dunia kristal datang menemuinya.Seorang pria dengan wajah yang tampan namun cantik dengan mata sewarna jamrud berkilau bersama dengan istrinya yang tak kalah memikat, wanita cantik dengan rambut hitam sekelam malam, mata yang indah dengan bulu mata lentik. Mereka berdua menceritakan tentang putranya, Pangeran Yuan yang saat ini sedang terancam nyawanya. Permintaan lembut tersirat dalam kisah pilu yang mereka ceritakan.Moura bimbang, meskipun tidak secara langsung keduanya meminta dengan terang-terangan, dia merasakan perih dalam dada saat mendengar Pangeran Yuan terbaring menunggu akhir hidupnya. Hati dan pikirannya t
Celah dimensi, sebuah ruang yang tidak memiliki kepastian, di mana atas dan bawah menjadi tidak jelas saat tubuh memasukinya. Kaki dapat menapak, namun bukan pada tanah, dan rasa perih seperti ditusuk terasa setiap kali kaki melangkah. Memasuki ruang yang tidak memiliki kepastian ini, Lou Sherwood berpacu dengan waktu. Celah dimensi ini bagaikan pedang bermata dua, dapat mengantarkan ke mana pun yang diinginkan, tetapi tubuh bisa terkoyak dan belum tentu selamat hingga akhir.“Moura, bagaimana keadaannya?” gumam Lou. Sebuah guncangan terjadi karena pikiran Lou teralihkan. Jalan di depannya berubah arah dan dia merasa bingung sejenak. Secepat kilat, dia kembali memikirkan Fay Varsha, kekasih hatinya, ibu dari anak-anaknya. Guncangan kembali terjadi dan jalan di depannya berubah arah. Jalan menuju ke dunia bawah, Benua Utara.“Fokus, harus fokus atau aku akan terjebak di sini selamanya,” batin Lou. Jantungnya berdegup kencang saat menyadari bahwa sedikit saja dia teralih, jalan di depan
Suara rintihan menahan sakit terdengar jelas. Beberapa kali Yuan mengeluh dan mengerang kesakitan. Tubuhnya mulai dingin, wajahnya memucat dengan cepat.“Yuan!” Yui berteriak dengan keras. Berharap suaranya mendapatkan mampu mencapai telinga mereka yang ada dan datang membantu. Dia menggerakkan tubuh Yuan, mengguncangnya.“Yuan, bangun! Buka matamu.” Yui sudah mulai panik, dia menyentuh pergelangan tangan Yuan dan merasakan nadi kembarannya mulai melemah.“Tidak, Yuan, kamu harus bertahan.” Tangis pecah seketika. Saat itulah ratu pemilik istana masu ke dalam kamar.Gaun biru menjuntai hingga ke lantai sedikit diangkat saat dia berlari kerena teriakan Yui. Di belakangnya kedua putri dan pangeran juga menghampiri. Sang ratu memeriksa Yuan dengan seksama lalu menggelengkan kepalanya.“Dia tidak memiliki kristal, sepertinya Pangeran Yuan tidak akan bisa bertahan. Saya tidak tahu apa yang terjadi, tetapi dia bertahan dengan sesuatu seperti kenangan yang sekarang sudah pudar dan menghilang,
Desing suara anak panah menembus angin bersamaan dengan salju yang turun. Para pemanah memburu tiga orang yang diduga memiliki harpa ajaib. Mereka ras yang berbeda di antara para kristal hitam. Ketiganya memiliki rambut seputih salju. Mereka tengah berlari menghindari hujan anak panah.“Eirlys, jangan menengok ke belakang, teruslah berlari!” teriak seorang pemuda kepada gadis di depannya.Pemuda yang jauh lebih tinggi dari gadis yang dipanggil Eirlys tersebut berhenti dan berbalik, merapalkan mantra membentuk bunga-bunga es yang menghambat laju anak panah tersebut.“Terus berlari!” teriak pemuda tersebut kepada dua orang perempuan yang bersamanya.Napas mereka tersengal-sengal, kepulan uap air seperti asap di setiap napas yang mereka hembuskan karena udara yang begitu dingin. Bernapas saja terasa begitu berat, sementara salju turun perlahan membuat rambut putih mereka semakin putih tertutup salju.“Kak Lixue!” Gadis yang bernama Eirlys menoleh dan memanggil pemuda tersebut.“Menuju ke
Angin bertiup lembut membawa udara dingin yang menusuk hingga ke tulang. Para prajurit dengan baju tambahan berupa jubah tebal dari bulu binatang membungkus tubuh mereka. Namun, rasa dingin masih saja berhasil menyentuh kulit yang tak terlindung. Salah satu dari mereka melepaskan jubah tebal yang terbuat dari bulu binatang.“Yang benar saja, danau ini pasti dingin sekali,” protes prajurit yang dipaksa untuk masuk ke dalam danau oleh rekan-rekannya.Mereka melakukan undian untuk memutuskan siapa yang masuk ke dalam danau. Mereka mencari harpa ajaib yang kabarnya ada di sekitar tempat ini. Sebuah kisah dongeng tentang Istana Es yang tenggelam di danau tersebut membuat mereka dipaksa mencari keberadaannya. Mereka harus memeriksa dasar danau untuk melihat istana tersebut benar-benar ada, termasuk mencari keberadaan harpa.Kedua prajurit yang kalah saat melakukan undian dengan terpaksa masuk ke dalam air. Sebelumnya keduanya diberikan barrier pelindung untuk melindungi mereka dari dinginny
Kedua bocah kembar semakin memperhatikan Rafael yang membacakan cerita hingga keduanya menoleh karena suara dehaman di belakang mereka.“Sudah malam, sebaiknya kalian tidur,” ucap Alden dengan lembut membelai puncak kepala kedua anak kembar itu.“Baik, Kek,” sahut kedunya segera bangkit dan berlari menuju kamarnya.Yui menoleh dan melihat Kakek Alden masih berbincang dengan Rafael. Pria jangkung yang lebih tua itu duduk di sebelah Rafael. Entah apa yang mereka bicarakan, paman dari gadis yang kini sedang memperhatikannya terlihat membuang muka seakan apa yang sedang mereka bicarakan bukanlah hal yang menyenangkan.“Yui, ayo!” ajak Yuan memanggil kembarannya untuk segera ke kamar.“Hei, menurutmu apa cerita itu benar?” tanya Yui menyusul Yuan dan mereka berjalan bersama menuju ke kamar mereka.“Aku tidak tahu, tapi ada yang aneh dengan cerita Istana Es. Kisahnya menggantung dengan akhir yang menimbulkan banyak pertanyaan. Mungkin saja itu kisah nyata atau hanya rekaan,” jawab Yuan.Mer
“Kalian sudah siap?” Rafael sudah menunggu keduanya dan membukakan pintu kereta kuda. Sebuah kereta kuda dengan warna hitam pekat disertai ukiran naga berwarna keemasan.“Paman ikut?” sahut Yui menatap pria jangkung di depannya. Sebuah anggukan membuat gadis kecil itu tersenyum senang. Dia memasuki kereta kuda dan membuka sedikit tirai dari dalam, memperhatikan pria yang baru saja membantunya menaiki kereta. Rafael, di mata Yui terlihat begitu tampan. Sementara pemuda di sebelahnya berpikir hal lain. Yuan, dia hanya bisa menghela napas berat dan duduk di sebelah Yui. “Mau sampai kapan dia mencuri pandang seperti itu, kenapa tidak terus terang saja,” batin Yuan. Wajah memerah Yui cukup mengganggu pikirannya.“Yuan, apa Kak Razen tidak berlebihan?” ucap Yui melihat sekelompok orang datang di pimpin oleh Razen.Razen dengan pasukan di belakangnya telah siap mengantar Pangeran Yuan dan Putri Yui ke istana. Dia adalah salah satu jenderal di Kerajaan Kegelapan yang telah mendapatkan posisi