Share

Bab 5 - Rangga Proposal

Happy Reading Semuanya!

“Irene Karina Mardiana, ayo menikah dengan saya dengan dalih mengabulkan permintaan Kakak kamu. Sungguh sebenarnya saya mencintai kamu sebelum saya bertemu dengan kakak kamu, saya akan mencintai dan menyayangi kamu setulus hati saya.”

Apakah ini termasuk kedalan proposal lamaran pernikahan?

Irene sama sekali tidak ingin memiliki kontrak pernikahan dengan orang yang tidak dicintainya, apalagi ada maksud selubung seperti saat ini. Irene hanya ingin mencintai Risky dan tidak ada yang lain.

“Mas jangan gila! Saya saja sudah muak bertemu dengan Mas di kantor dan di rumah, sekarang apa? Saya harus bertemu dengan mas di dalam kehidupan rumah tangga juga? Bagaimana dengan orang yang tahu kita menikah?” Tatapan mata Irene tidak lepas dari Rangga di hadapannya.

Bahkan sampai saat ini Irene merasakan kesulitan bernapas. Air matanya sudah kering karena terlalu banyak ia keluarkan sejak tadi.

“Yang kena judge kedepannya adalah saya bukan Mas! Saya terlalu lemah buat menghadapi semuanya Mas. Saya mudah sakit hati kalau mendengar berita itu! Apa mas menemukan solusinya kalau saya menghadapi itu semua?”

“Kami sudah memikirkannya dan Mas juga sudah memikirkannya lebih dalam, kami juga tahu tentang semua segala risiko itu. Kamu jangan khawatirkan masalah kecil begitu. Saya dan semuanya sudah menyiapkan agar kamu hidup baik-baik saja di dunia luar,” jelas Rangga berusaha untuk menenangkan gadis yang ada di hadapannya itu.

Gadis itu tampak menggeleng, Irene memandang tidak mengerti lelaki di sebelahnya itu, “Masalah kecil? Oh—Mas ini menganggap masalah ini adalah masalah kecil? Mas otaknya di pakai dong! Kalau cara berpikirnya begini bagaimana dengan pemikiran orang-orang di kantor? Kalian egois, Mas paham enggak sih sama hati saya sekarang ini?” tanya Irene lelah.

“Saya paham Irene, tapi kamu juga harus mau menuruti keinginan dari Kakak kamu. Saya tahu kamu masih mau bersenang-senang dan menunggu kekasih kamu melamar kamu, tapi tolong turuti permintaan sekali ini saja.” Rangga mengenggam erat tangan perempuan yang ada di sebelahnya itu.

Keduanya tampak terdiam.

Rangga menghela napas pelan, “Mas enggak mau istri Mas dan kakak kamu mengalami depresi menghadapi kenyataan, mungkin dengan kamu menuruti keinginan dia—semua berangsur membaik.” Kepala Irene menggeleng mendengar penuturan dari lelaki di depannya itu.

“Kakak saya saja bisa depresi, bagaimana dengan saya? Menurut Mas saya enggak akan depresi? Mas saya juga bisa depresi, ini bukan menyangkut menikah satu atau dua hari tapi dalam waktu yang lama.” Rangga benar-benar tidak bisa berkutik.

Mereka seakan tidak menemukan titik terang dalam kehidupan satu sama lain. Irene putus asa dan Rangga juga begitu.

“Saya saja sudah hampir depresi menghadapi permasalahan dunia kerja, lalu di tambah dengan ini...” suara Irene tampak menggantung dan menahan tangis. “Mas mau bunuh saya perlahan? Pasti ada pengobatan untuk Kakak, ‘kan? Pasti ada,” Rangga menaruh tangannya tepat di bahu milik adik iparnya.

“Bagaimana jika begini saja... Kamu bisa bercerai dengan saya ketika kamu sudah melahirkan anak pertama, saya akan melepaskan kamu. Bagaimana?” tawar Rangga.

Irene tertawa sumbang antara sedih dan lucu bergabung menjadi satu. Takdir begitu menyedihkan hadir dalam hidupnya.

“Terus saya jadi janda gitu? Itu bukan cita-cita saya Mas. Coba dipikirkan lagi!!Mas masa saya jadi janda di usia muda? Jangan gila deh! Inti dari permasalahan ini semua. Saya enggak mau melakukan apa-apa, itu masalah rumah tangga Mas. Kenapa saya harus ikut campur masalah kalian berdua?”

Rangga benar-benar tidak bisa berkutik lagi, yang dikatakan oleh Irene benar apa adanya. Ini adalah masalah rumah tangganya dan orang lain tidak berhak ikut campur, istrinya bisa berubah ke persekian detik.

“Mau kamu menolak bagaimana pun pernikahan ini akan tetap berjalan Irene. Kamu enggak akan bisa lari kemana pun,”

Pandangan kedua orang yang tengah berbicara serius itu tampak mengalihkan pandangannya dan menatap perempuan dengan pakaian tidur serta berwajah sembab di depannya itu.

Mata Irene membulat lebar saat Mira tampak berlutut dihadapan Irene dan membuat Rangga dengan cepat melakukan hal yang sama seperti istrinya saat ini. Perempuan dengan rambut panjang bernama Irene tampak memasang wajah sendunya di sana, bukan ini yang Irene harapkan.

“Kakak mohon sebagai seorang Kakak sekaligus istri dari Mas Rangga untuk meminta kamu sebagai adik madu Kakak singkatnya, hanya kamu yang sangat kakak percaya dan sudah kenal. Dokter juga sudah bisa memastikan kalau kamu bisa hamil dalam jangka waktu dekat,”

“Kak, aku enggak mau.”

Kepala Mira menggeleng, ia ingin bersikap egois demi dirinya sendiri. Mira tidak ingin pisah dengan Rangga dan ia tidak bisa percaya pada orang lain untuk menjadi rahim pengganti apapun itu.

“Kamu harus mau! Kakak enggak peduli. Kakak enggak pernah menginginkan sesuatu yang serius pada kamu sebelumnya, sekarang ini kakak membuat permintaan untuk kamu. Sekarang tahu, kan? Kamu adalah orang yang paling kakak percaya dan hanya kamu yang bisa menolong Kakak...”

“Aku enggak pernah mau jadi adik kakak saat ini, aku enggak mau hubungan aku dengan mas Risky rusak hanya karena keinginan egois kalian.” Potong Irene sembari menangis kencang.

“IRENE! KAKAK MOHON!” teriak Mira.

“Aku enggak butuh permohonan kakak!” Irene juga berteriak membalas sang kakak yang kembali menangis.

Kehidupan keluarga Mardiana tidak baik-baik saja dalam satu waktu.

“Irene!” teriak Mira.

“Kenapa? Kenapa aku yang harus jadi korban kakak? Ada milyaran perempuan di dunia, kenapa aku? Aku punya salah apa sama kakak? Aku adik dan... aku... yang paling banyak mengalah dalam kehidupan ini. Apakah kalian pernah mendengar aku mau apa? Kalian egois, keluarga ini egois!”

Rangga tampak memegang Irene yang sudah meluruh keatas tanah taman belakang rumah mereka saat ini.

“Kakak enggak egois, ini jalan terbaik Irene. Hanya satu kali ini saja, kakak mohon penuh dengan segenap hati meminta kamu menjadi rahim pengganti dan istri kedua Mass Rangga. Jujur, Kakak sudah putus asa menghadapi semuanya Irene. Hanya ada kamu yang menjadi pilihan kakak dan enggak ada orang lain lagi,”

Suara tangisan dari Irene tampak terdengar semakin kencang di telinga Mira dan Rangga yang kini sama-sama menangis, tidak ada yang menginginkan seperti ini tapi takdir yang mereka hadapi terlalu berat.

“Ini terlalu berat Kak, Irene enggak bisa. Bagaimana orang-orang membicarakan tentang kita? Ini berat Kak. Irene enggak siap. Aku mohon orang lain saja, jangan aku! Pasti ada solusinya, aku mohon.”

“Kita bisa menghadapi ini bersama-sama Irene,” ucap Mira

Tubuh Irene meluruh menangis di atas permukaan tanah menyamakan sang Kakak di depannya, ia tidak peduli jika keesokkan harinya suaranya menghilang atau apapun itu. Irene begitu takut bagaimana ia harus mengatakan pada orang-orang yang mencintai dirinya dan bagaimana mendengar cemooh dari orang-orang, perempuan muda itu terlalu takut.

To be continued...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status