Melihat kekesalan Sean yang bak anak kecil karena kesenangannya terganggu, tanpa sadar Valerie tersenyum melihatnya. Ia merasa lucu dengan tingkah pria itu yang tidak seperti biasanya, kali ini terlihat lebih manusiawi dan tidak lagi begitu dingin dan menakutkan.“Kenapa kau tertawa?” tanya Sean kesal dengan memicingkan matanya saat melihat wanita di depannya itu malah menertawakannya diam-diam.Valerie langsung dibuat gelagapan dan segera menggeleng panik. “Ti—tidak ... aku tidak menertawakanmu,” sanggahnya cepat yang malah membuat Sean mengulas senyum dan langsung menarik pinggang itu lebih dekat ke arahnya.Sedangkan Valerie mendadak dibuat takut. Ia takut jika Sean malah tersinggung dengan kelakuannya dan membuat pria itu marah padanya.Tetapi sebuah gelitikan di pinggangnya membuat Valerie terpekik kaget. “Aww ... Sean! Apa yang kau lakukan?” tanyanya kaget dan tanpa sadar jadi lebih merapat pada tubuh pria itu.Sean hanya
Tidak berselang lama, taxi yang mengantarkan Valerie menuju rumah sakit akhirnya tiba di pelataran parkiran gedung tersebut. Valerie segera memberikan pecahan uang seratus ribuan dan mengucapkan terima kasih, sebelum langsung keluar dan memasuki rumah sakit itu.Suster Anna langsung datang menyambutnya, seakan memang tengah menunggu kedatangannya. “Oh Tuhan, akhirnya kamu datang, Nak.”“Bagaimana keadaan ibuku, suster?” tanya Valerie tak sabaran, raut wajahnya begitu pias dan merasakan cemas yang berlebihan.“Biar dokter yang menerangkan semuanya untukmu, Valerie. Ayo temui dokter ibumu, dia sudah menunggu sejak tadi!”Suster Anna kemudian mengantar Valerie menuju ruang dokter yang selama ini menjadi dokter ibunya Valerie. Setelah sampai di ruangan itu, Valerie segera mengetuk pintu dan masuk ke dalam setelah dipersilakan.Matanya langsung tertuju ke arah dokter yang sedang duduk di meja kerjanya dan tampak tengah serius dengan sesuatu yang ada di atas mejanya. “Selamat sore, Dok. Ma
Di kamar dingin yang sunyi tanpa suara, Valerie perlahan mengerjapkan kedua matanya. Dan warna putih langsung menyambutnya, membuatnya kebingungan sesaat pasalnya kamarnya tidak berwarna seperti ini.Lalu, di mana dia sekarang?Dan setelah keadaannya semakin membaik, kejadian tadi seketika menyelusup ke dalam kepalanya. Seketika air mata menetes dengan sendirinya dari sudut matanya. Jemarinya meremas selimut dengan kuat saat kejadian demi kejadian seakan terulang kembali.Ibunya menyerah dan memilih meninggalkannya.Denyut dadanya berubah tak beraturan dengan rasa sesak yang semakin berat. Kehilangan ini membuatnya tak sanggup lagi untuk bertahan hidup di dunia ini jika hanya seorang diri.“Valerie, tenangkan dirimu, Nak!” Suster Anna kini sudah mendekat ke arahnya, tengah menangis dan begitu prihatin dengan keadaannya.Melihat suster Anna, Valerie langsung masuk ke dalam pelukan wanita yang sudah seperti ibunya itu. “Suster, aku harus bagaimana sekarang? Dia ... dia telah meninggalka
Jantung Valerie berdetak lebih cepat mendengar penuturan dokter tersebut tentang keadaannya yang tengah berbadan dua. Di saat ibunya pergi, nyawa baru justru bertumbuh di perutnya. Seorang anak akan datang menemaninya di tengah-tengah kesendiriannya di dunia ini.Dia bakalan hadir di waktu yang sangat ia butuhkan, hadir menemaninya di kala rasa terpuruk melanda. Seketika Valerie merasa semua ini sudah adil, Tuhan mengambil nyawa ibunya dan mengirimkan nyawa yang baru dalam sosok seorang anak.Perasaan yang tadinya sedih, kini berganti menjadi perasaan haru bahagia. Meskipun ditinggal ibunya selama-lamanya, tetapi setelah ini ia tidak akan sendirian lagi di dunia ini.Tetapi perasaan bahagia yang tadinya menyelimutinya kini berangsur-angsur redup saat ia teringat dengan perjanjian yang telah dibuat oleh Amora dan telah disepakati di atas hitam dan putih.Setelah bayi ini lahir di dunia, ia tidak punya hak lagi sebagai seorang ibu untuknya. Tetapi bayi ini akan menjadi milik Amora dan S
Sean tiba di kediaman orang tuanya saat waktu menjelang sore. Tadi siang ibunya menelepon untuk datang karena ia telah menyiapkan makanan kesukaannya, alhasil dengan berat hati ia mengiyakan permintaan dari ibunya tersebut.Begitu sampai di rumah besar itu, ibunya langsung menyambut kedatangannya. Tetapi anehnya ia tak melihat kehadiran Amora, padahal kata ibunya tadi Amora akan datang sendiri ke rumah utama.“Kamu sudah datang, Nak?” sambut ibunya tersenyum riang dan langsung memberikan pelukan ringan.Sean mengangguk sejenak. “Apa Amora tidak datang?” tanyanya kebingungan, sambil celingak-celinguk mencari keberadaan istri pertamanya itu.Ibunya itu malah tersenyum penuh arti. “Dia tidak datang, Sean. Barusan aku menelepon dan katanya sedang ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggal.”Mendengar perkataan ibunya, Sean hanya bisa menghela napas. Ia sudah tahu bahwa istrinya itu tengah bersenang-senang sekarang, Sean tahu sekali tabiat istrinya itu. Terlebih lagi tidak ada dirinya yang me
Sean memasuki kamar yang ia tinggali sedari kecil, kamar yang selalu ditempati bersama Amora jika menginap di rumah utama. Mendapati kamar yang sepi dan terasa dingin itu, anehnya Sean justru langsung ke pikiran dengan Valerie.“Apakah dia sudah tidur, ya?” tanyanya lirih dalam keheningan kamar.Seandainya Sean pulang ke tempat wanita itu, kemungkinan besar Valerie sudah menunggunya pulang dan langsung menyambutnya di depan pintu. Setelah itu ia akan menanyakan tentang kegiatannya seharian ini, menyiapkan makan malam dan pakaian tidur untuknya.Sungguh, perhatian Valerie tidak pernah di dapatinya dari Amora. Hal itulah yang membuatnya menyukai pulang ke tempat Valerie, dari pada ke tempat Amora. Karena itulah juga yang kemungkinan besar membuatnya nyaman jika di tempat istri keduanya tersebut.Dan segala perhatian dan kehangatan yang kerap kali di dapatinya dari Valerie membuatnya rindu seketika.Bukannya mandi seperti niatannya sebelumnya, Sean malah meraih ponselnya dan langsung men
Sean terkejut luar biasa mendengar kabar itu. Kenapa ia bisa tidak tahu apa-apa tentang keluarga Valerie? Kenapa selama ini ia tidak pernah mencoba mencari tahu tentang siapa Valerie dan siapa keluarganya.“Jadi ... jadi Valerie sekarang dirawat di rumah sakit mana?” tanya Sean kemudian, dengan nada yang terdengar semakin melemah.“Di rumah sakit Golden Wangsa, tempat di mana ibunya dirawat selama ini,” jawab suster Anna memberitahukan keberadaan Valerie saat ini.Golden Wangsa? Bukankah itu rumah sakit pribadi keluarganya, karena saham keluarganya yang terbesar di sana. Bahkan para dokter mengenal baik Sean dan keluarganya.“Baiklah, aku akan segera ke sana,” ucap Sean segera. “Tetapi sebelum itu beritahukan pada dokter yang menangani istriku untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh. Pindahkan juga ke bangsal VIP dan aku ingin menerima laporan detail tentang kondisi istriku secepatnya,” perintah Sean sekali lagi dan mematikan begitu saja panggilan telepon itu.Setelah itu, dengan panik
Tubuh Sean membeku dengan mata melebar sempurna saat mendapati sebuah mobil yang bergerak tidak wajar ke arah Valerie yang tengah berjalan gontai di tepi trotoar.Apa-apaan mobil itu? Apa dia sengaja ingin mencelakai istrinya?Jadi, tanpa berpikir panjang Sean berlari sekencang yang ia bisa. Dengan rasa panik, khawatir dan putus asa menjadi satu saat mobil itu sudah bergerak kencang ke arah Valerie. “Valerie!” teriaknya.Tangannya terulur membungkus penuh tubuh mungil itu di dalam pelukannya dan jatuh bersamaan ke atas aspal dengan Sean yang menjadi bantalannya.Lengan Sean memeluk sepanjang punggung ramping itu, berusaha keras menyelamatkan Valerie dari hantaman keras jalanan. Tetapi justru Sean yang harus merasakan kerasnya jalanan, ia bahkan merasakan tulangnya menjadi remuk.“Aww ...” desisnya kesakitan.Setelah beberapa saat, Sean membuka kedua matanya dan melirik ke arah Valerie yang berada di pelukannya. “Valerie?” panggilnya dengan napas pelan.Tetapi tidak ada jawaban, karen