Langit di luar sudah tidak menunjukkan pagi lagi, sinar mentari sudah sangat terang benderang yang terasa menyengat kulit. Langit biru yang dipenuhi awan putih itu tampak luas terlihat dari kamar Valerie yang sepi.Saat ini sudah pukul dua belas siang. Valerie masih diam tak bergerak dibalik selimut, ia masih begitu nyaman bergelung di dalam selimut di kala rasa lelah di tubuh masih menyerang. Seperti kata Sean yang begitu rindu pada tubuhnya, semalam pria itu benar-benar tak melepasnya. Seakan pria itu tidak pernah puas dengan tubuhnya, menyentuhnya di mana-mana.Ketika perasaan kantuk mulai menghilang, ia menggeliat membuka kedua matanya. Secara refleks mencari seseorang yang bersamanya semalam.Melihat ke samping, tempat itu sudah kosong. Bantal dan seprei yang kusut membuktikan bahwa ia tidak tidur semalam sendirian dan ada yang menemani. Tetapi raga pria itu sudah menghilang tanpa memberitahunya terlebih dahulu.Valerie mengerjap pelan dan langsung mencari keberadaan jam. Ia lang
Valerie tidak menyangka Alden membawanya pada gedung mewah yang jauh lebih mewah dari apartemennya sebelumnya. Bahkan untuk masuk ke area gedung ini harus memperlihatkan kartu identitas terlebih dahulu.Membuat Valerie malah tidak tenang dengan tempat yang terasa asing ini. Kalau bisa memilih, tentu saja dia sudah nyaman dengan apartemennya yang sebelumnya. Tetapi nampaknya Sean lebih suka tempat ini.Namun meskipun begitu, Valerie tetap mengikuti langkah Alden dan dia dibawa ke bagian atas gedung. Area penthouse yang sepenuhnya satu lantai hanya untuk dirinya.Tak henti-hentinya Valerie bergumam takjub dengan luasnya dan pemandangan indah dari balik jendela kaca di sana. Ia tertegun sambil menatap pemandangan kota siang itu. Gedung-gedung tinggi memenuhi dengan langit biru putih yang begitu indah menemani.Valerie mendesah, ia kira akan dibawa ke tempat yang jauh lebih buruk dari apartemen sebelumnya. Tetapi tempat ini bahkan jauh lebih baik dan tentunya jauh lebih mahal.Tetapi apa
Di tengah kemarahan yang melanda Bara setelah mendengar perkataan Sean yang menyiratkan betapa pecundangnya dirinya, raut wajahnya menggelap dan kedua tangannya mengepal erat-erat.Sean sudah melenggang keluar dari ruangan itu masih dengan wajah pongah, yang langsung diikuti oleh yang lainnya di belakangnya. Orang-orang yang tadinya begitu puas melihat hasil presentasinya, kini seakan memandangnya sebelah mata setelah mendengar perkataan Sean yang tentu saja menyiratkan banyak makna. Bahkan hanya sedikit dari peserta rapat itu yang memberikan selamat untuknya, karena beberapa terpengaruh dengan perkataan Sean dan tentu saja karena masih menghargai CEO dari Kyler Group tersebut.Dan perlahan-lahan satu persatu peserta rapat tersebut meninggalkan ruangan, membuat ruangan itu sunyi seketika.Bara berdiri di tengah ruangan dengan tangan mengepal erat, urat rahangnya terlihat jelas. Ini bukan hasil yang ia inginkan, tetapi wajah malu yang akan ditunjukkan oleh rivalnya tersebut. Bersusah
Alden segera menjelaskan tentang kejadian yang terjadi antara Valerie dan Amora malam itu. Tentang bagaimana Amora yang menyakiti Valerie bahkan melukainya di bagian leher dengan brutal.“Nyonya Amora menemui Valerie di area taman apartemen malam itu. Keduanya terlibat percakapan yang cukup intens yang belum saya ketahui apa yang mereka perdebatkan. Selama percakapan itu, terlihat nyonya Amora menampar Valerie sampai dua kali, menjambak dengan kasar dan yang terakhir kalung yang dikenakan oleh Valerie ditarik dengan paksa. Hal itulah yang menimbulkan luka berdarah di bagian leher Valerie karena tarikan paksa itu.”Alden menyimpulkan kekerasan yang terjadi tersebut setelah melihat hasil CCTV yang didapatnya dari pengurus apartemen tersebut. Memang tidak mudah untuk mengakses CCTV tersebut, tetapi setelah menyebut nama Sean barulah mereka diberikan hasil CCTV itu.Sean terdiam sejenak setelah mendengar informasi tersebut yang disampaikan oleh Alden. Entah apa yang sebenarnya di dalam pi
Waktu masih menunjukkan pukul lima sore, langit masih berwarna biru dengan semburat jingga di bagian barat yang terlihat indah. Sean yang biasanya pulang dari kantor malam hari, tetapi sekarang ia memilih meninggalkan perusahaan lebih cepat dari sebelumnya.Sekali lihat saja Alden tahu apa penyebab atasannya bersikap tak biasanya seperti ini. Setelah melihat hasil rekaman dari CCTV ruangan CEO. Wajah Sean menyiratkan semuanya, marah, kecewa, dan seakan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.Tanpa banyak kata, Sean tadinya langsung menyelesaikan beberapa pekerjaan yang menurutnya penting. Setelah itu langsung pergi meninggalkan perusahaan begitu saja.Bahkan Alden harus merasakan pusing yang bertubi-tubi karena banyak jadwal penting yang dibatalkan oleh Sean begitu tiba-tiba. Pekerjaannya bertambah banyak dengan mood Sean yang kian buruk di setiap detik saat berada di perusahaan tadi.Sedikitnya Alden bisa bersyukur Sean segera meninggalkan perusahaan saat ini. Tetapi mungkin Amora
Krek!Amora membuka pintu kamarnya dan langsung mencari keberadaan Sean yang menurutnya ada di dalam sini karena di bagian ruang tamu keberadaannya tak terlihat dan hanya kekacauan yang ada.“Sayang ...” panggilnya, namun yang menyambutnya di dalam sana adalah kekacauan serupa seperti di lantai ruang tamu.Kali ini figura foto pernikahan yang sebelumnya terpasang sempurna di dinding, vas bunga dan beberapa perintilan yang ada di dalam kamarnya kini hancur berserakan. Dan di tengah kekacauan itu, Sean justru berdiri dengan tenang sambil membuka lembaran-lembaran kertas yang tak bisa dilihat jelas oleh Amora dari tempatnya saat ini.Menghilangkan rasa gugupnya, Amora mencoba mendekati suaminya yang seakan tak peduli dengan keberadaannya padahal ia tahu persis kalau pria itu tahu akan kedatangannya namun dirinya malah diabaikan.“Sayang, ada apa ini?” tanyanya dengan nada selembut mungkin.“Apa yang terjadi sebenarnya, Sean?” tanya Amora lagi karena tak kunjung mendapatkan respons dari
Karena tak kunjung mendapatkan respons dari Sean, meskipun Amora sudah berusaha keras mengeluarkan air matanya, merintih dengan menyedihkan. Amora menjadi kebingungan, pasalnya tidak biasanya Sean seperti saat ini. Dulu jika Amora sudah mengeluarkan air matanya maka suaminya itu akan langsung luluh dan langsung memaafkannya. Apakah kali ini kesalahannya memang begitu fatal dan sukar untuk dimaafkan? “Sayang ...” panggil Amora dengan tangisan yang kembali terdengar, hal itu sukses mengembalikan kesadaran Sean yang berkelana pada keadaan Valerie malam itu. Sean langsung melepaskan diri dari pelukan Amora. Ia mengabaikan sepenuhnya air mata serta tangisan istrinya tersebut. Sesuatu hal yang selama ini tidak pernah ia lakukan sebelumnya, mengabaikan Amora dan tidak langsung luluh hanya karena sebuah tangisan. Amora yang diperlakukan seperti itu sampai kaget tidak percaya dengan Sean yang menurutnya sudah berubah. Wajah Sean masih dingin dan amarahnya masih tak berubah sama sekali. “
“Tolong jangan membahas tentang perasaan sekarang, Amora. Karena kau sendiri yang memaksaku dalam posisi ini. Dan saat aku menolak melakukannya agar tidak menduakanmu, kau justru semakin mendorongku ke pinggir jurang. Kau yang memaksaku untuk menikahi Valerie, Amora! Karena obsesimu untuk memiliki anak kau tidak peduli dengan perasaanku dan tetap memaksaku untuk tinggal serumah dengannya. Berminggu-minggu kau meninggalkan aku dan membuatku tinggal di tempat Valerie!”Kalimat panjang lebar itu Sean lontarkan di hadapan Amora yang terdiam ketakutan. Sean mengeluarkan segala uneg-uneg yang selama ini menjadi beban yang harus dipikulnya.Semua ini ia lakukan hanya untuk Amora, untuk menyenangkan istrinya itu tetapi malah pengkhianatan yang diberikan untuknya. Itulah yang membuat Sean marah besar pada Amora, karena setelah pengorbanan yang ia lakukan wanita itu malah begitu jahat kepadanya dengan mengkhianatinya.“Aku terpaksa menikahi Valerie karena itu juga permintaanmu, tidur dengannya,