Aline membelalakkan mata. Akan sedikit lebih sakit? Ini aja sudah cukup sakit dan Adam bilang setelah ini akan terasa lebih sakit? Yang benar saja!“Mas, ini aja udah sakit, Mas! Perih!” Aline hendak memberontak, namun baru bergerak sedikit, inti tubuhnya terasa begitu pedih. Ia baru ingat, sebagian organ vital suaminya sudah melesak masuk ke dalam.Adam hanya tersenyum, menundukkan wajah lalu kembali meraih bibir Aline. Dengan lembut dan perlahan, Adam kembali hendak membuat Aline terbuai dalam indah dan nikmat ciumannya seperti biasa. Sebuah taktik yang agaknya berhasil Adam lakukan karena tubuh Aline yang tadi sempat kaku dan tegang kini terasa kembali rileks.Perlahan tapi pasti, Adam kembali mendorong miliknya masuk ke dalam, lebih dalam dan jauh lagi pada tubuh sang istri. Momen yang jujur sudah Adam nantikan sejak mereka menikah kemarin. Adam pikir akan butuh waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun untuk bisa meluluhkan hati Aline, rupanya tidak selama itu.Milik Adam yang t
Adam tersenyum, ia menatap tubuh polos yang memeluk tubuhnya dengan begitu posesif. Bekas-bekas keringat masih tergambar di sana-sini, belum lagi bekas kemerahan yang sengaja Adam tinggalkan untuk tanda kepemilikannya di tubuh itu. Sumpah, dalam keadaan seperti ini istrinya ini terlihat berkali-kali lebih cantik! Sanggat cantik dan menggoda, Adam akui itu. Tidak salah, kan, dia lantas memilih sosok ini untuk dia jadikan teman hidup? Rasa kantuk sebenarnya sudah menyerang Adam sejak ia melepaskan cairan pelepasannya beberapa menit yang lalu. Tubuhnya terasa lemas, enak tapi lemas. Andai saja pemandangan di depan matanya tidak seindah ini, tentu Adam akan lebih memilih menuruti hasrat kantuknya daripada memandangi Aline yang sudah terlelap sejak beberapa saat yang lalu. Agaknya sama seperti Adam, dia juga sangat kelelahan. “Kamu adalah orang pertama yang membuat aku percaya dan semakin yakin bahwa manusia kembar identik sekalipun tidak sepenuhnya sama, Lin. Seperti kamu dan Aleta.” Ad
Adam baru saja turun dari mobil, hendak melangkah masuk ke rumah sakit ketika ponselnya berdering. Wajah Adam kontan berubah cerah dengan senyum lebar ketika mendapati pesan masuk itu berasal dari istrinya. Pasti Aline sudah membaca pesan singkat yang Adam kirim subuh tadi, bukan?[It`s okay, Mas. Semangat untuk hari ini, ya!]Sebuah pesan singkat yang begitu manis, tambah manis ketika Adam menyadari ada sisipan emoticon kiss untuknya di akhir pesan. Hati Adam berbunga-bunga, ia segera menepikan tubuh dan membalas pesan itu. Ia tentu tidak mau mengabaikan Aline begitu saja setelah segala macam upaya keras yang Adam lakukan untuk meluluhkan hati sang istri, bukan? Jadi ia harus segera membalas pesan ini, membalas sebuah ciuman virtual yang dikirimkan wanita tercinta Adam itu.“Kenapa kamu makin manis saja sih, Lin? Jadi pengen cepet pulang tau nggak?” Adam bergumam sendiri, ia baru saja selesai mengirimkan pesan itu.Ponsel keluaran terbaru itu segera Adam masukkan kembali ke dalam sak
“... lakik elu aman, kan?” Sebuah pertanyaan yang sejak tadi menempel kuat dalam ingatan dan telinga Aline. Nagita bertanya apakah Adam aman atau tidak, lalu apa tadi jawaban Aline? Tentu Aline jawab dengan jawaban yang sesuai dengan apa yang dia ketahui sekarang ini. “Gue nggak tau, Ta. Lu tau kan, gue kawin sama dia itu dadakan banget kemarin? H-7 sebelum acara, lu bisa bayangin nggak kalo ada di posisi gue?” “Ah elu!” tukas suara itu tegas. “Kalo calonnya sepotensial mas Adam mah gue enjoy dan tenang aja, Lin. Gila apa kayak gitu dilepeh gitu aja? Lu ibarat kata dapat harta karun peninggalan raja Fir`aun dari si Aleta, Lin.” Cih! Harta karun Fir`aun katanya! Dasar pengeretan memang sahabatnya satu ini! “Ya nggak gitu juga kale, Ta. Kan gue juga pengen punya pilihan sendiri.” Kilah Aline mencoba menyanggah Nagita. “Emang bisa jamin pilihan elu lebih baik dari pilihan nyokap-bokap lu?” Ah! Aline menghela napas panjang. Ia menghirup udara dalam-dalam. Agaknya untuk kali ini dia
Adam menghela napas panjang, ia menyandarkan tubuh di jok mobil dengan mata terpejam. Napasnya tidak beraturan dengan keringat sebiji jagung membasahi dahi dan wajahnya. Tidak! Adam tidak sedang beres bercinta, tetapi dia ketakutan sampai banjir keringat dingin macam ini. Jantungnya berdegub dua kali lebih cepat, sungguh ia sebenarnya tidak suka berada di posisi seperti ini.“Gusti, kenapa begini amat, sih?” runtuknya sambil melemparkan ponsel itu ke jok yang ada di sebelahnya.Adam mengusap keringat dengan tangan, berusaha menetralkan napas dan menenangkan dirinya. Menjadi pembohong itu sama sekali tidak mengenakkan! Bayangan segala macam konsekuensi yang akan dan harus Adam terima terus terbayang jelas dalam otaknya.“Ayo ngomong, Dam! Ngomong aja apa yang terjadi, apa susahnya sih?” ia memaki dirinya sendiri, mengutuk kebohongan demi kebohongan yang sudah dia lakukan pada orang-orang yang dia cintai.Aline ... ini adalah puncak ketakutan Adam. Ia begitu takut kalau-kalau istrinya i
"Rajin-rajin ya, cepet bikinin cucu buat Mama."Sebuah bisikan menyapa telinga Aline ketika dia membantu mengeluarkan roti-roti yang masih hangat itu dari dalam loyang. Ia seketika langsung menoleh, menatap Desi yang nampak nyengir lebar sambil menaikkan kedua alis. Aline melongo, tentu dia paham kemana arah bicara sang mama. Apa maksud kata rajin yang tadi dilontarkan pada Aline. Sebuah kata yang otomatis menghadirkan bayangan erotis yang semalam Aline lalu bersama Adam. "Eh udah main merah aja muka kamu, Lin? Bayangin apa?"Kontan Aline tersentak, ia jadi salah tingkah dan langsung memalingkan wajah dari sang mama. Pura-pura sibuk menata roti-roti itu di rak pendingin dan mengabaikan tatapan setengah menggoda yang kini Desi lancarkan. Terdengar kikik suara Desi menertawakan anak bungsunya ini. "Apaan sih, Ma?" protes Aline jengah, ia mengerucutkan bibir sambil memasang muka masam. Tawa Desi pecah, ia terbahak-bahak sambil menimpuk punggung Aline, membuat raut wajah itu berubah m
Adam mengetuk pintu perlahan, rumah nampak sepi membuat Adam sedikit ragu untuk kembali mengetuk pintu rumah mertuanya. Pasti semua sudah beristirahat, bukan? Adam mengumpulkan niat dan keberanian, hingga ketika ia hendak kembali mengetuk pintu di depannya, tiba-tiba pintu itu sudah terbuka lebar. “Mas baru pulang?” sebuah wajah manis menyapa Adam dari balik pintu. Senyum Adam merekah, tangannya terulur mencubit gemas pipi itu. Membuat si pemilik pipi kontan menepis tangannya dengan wajah cemberut. “Nungguin, ya?” tanya Adam seraya masuk ke dalam rumah. Nampak laptop sang istri bertengger di atas meja ruang tamu. Jadi sejak tadi Aline menantikan kepulangannya sambil menyelesaikan pekerjaan di depan sini? Mendadak ada sebuah perasaan pedih menjalar di relung hati Adam. Rasanya ia sudah sangat berdosa pada istrinya sendiri. “Iya nungguin, lah, Mas. Kalau enggak siapa nanti yang bukain Mas pintu?” gumam Aline lalu menutup dan mengunci pintu depan. Adam mengangguk, kembali tersenyum
“... sampai subuh, ya? Berani?” Tentu saja Aline membelalak mendengar apa yang keluar dari mulut suaminya ini. Sampai subuh? Adam hendak mengajaknya bercinta sampai subuh? Yang benar saja! Aline memberontak, mendorong dada Adam dengan tangannya. Berusaha melepaskan diri dari kungkungan tubuh Adam yang sudah mengunci tubuhnya. Sayang ... Aline kalah tenaga dari suaminya itu, membuat dia lantas menyuarakan protesnya melalui kata-kata. “Mas! Jangan ngadi-adi!” meskipun berhasil menyuarakan protes, Aline tetap berusaha melepaskan diri. “Yang kemarin aja belum ilang perihnya, Mas!” tentu Aline tidak berbohong, inti tubuhnya masih terasa pedih, bahkan ketika berkemih, Aline harus mengernyit menahan pedih pada organ kewanitaannya itu. Adam memperkuat kunciannya, sama sekali tidak ingin mangsanya malam ini lepas begitu saja. Tubuh itu benar-benar menjadi candu Adam sekarang. Meskipun baru sekali Adam menyentuhnya kemarin, tapi rasanya Adam ingin terus mengulang dan mengulangi kembali momen