pembaca angkat tangan dong, xixixi
Perasaan apa pun yang saat ini tengah dirasakan oleh anjingnya, hal itu seolah terhubung dengan Caroline. Membuat gadis itu dapat merasakan hal yang sama. Amarah bercampur rasa sedih menyatu di dalam dirinya, menimbulkan rasa sesak yang menjerat dada.Pasti ada sesuatu yang baru saja dialami anjing itu, pikir Caroline. Bahkan, ketika mentari hendak kembali ke peraduannya dan rembulan akan menempati singgasana, anjingnya masih tampak berbeda. Dia menjadi lebih pendiam dan tidak mengganggu Caroline seperti biasanya. Mendadak Caroline juga hilang keberanian untuk menghampiri anjing itu. Ia takut. "Besok pagi, dia akan mengganggumu lagi," cetus Frank yang entah datang dari mana. Tiba-tiba saja sudah berdiri di samping Caroline. "Bagaimana kau bisa berpikir begitu?" balas Caroline dengan sebuah pertanyaan, tetapi ia sama sekali tidak menengok ke arah Frank yang saat ini mengambil alih tempat di sampingnya, serta mendudukkan bokongnya di sana. Sekarang mereka berdua sama-sama duduk di an
Keheningan kali ini terasa berbeda dari biasanya, ada kepanikan yang diam-diam menyebar. Menular dari satu sama lain antara dua insan yang berada di dalam benda besi beroda empat itu. "Apa keadaan di sana sangat kacau?" Caroline bertanya lebih dulu setelah melihat betapa cemas wajah Garvin. Garvin tak cepat-cepat menjawab, ada sesuatu yang sedari tadi mengganggu pikirannya, menghalau pertanyaan Caroline untuk menyapa indra pendengarannya.Detik berganti menit, Caroline tak kunjung mendapat jawaban, tetapi laju mobil yang semakin dipercepat Garvin cukup untuk memperjelas keadaan di sana. Sepertinya saat Garvin mengatakan Cecilia mengamuk, itu dalam artian benar-benar mengamuk. Caroline tidak tahu seberapa besar kerugian yang akan ditimbulkan gadis pemilik liontin puzzle itu. Ia memiliki firasat buruk tentang nyawa orang-orang. Mungkin hal ini terdengar tiba-tiba, tetapi saat Caroline berusaha mengaitkan benang merah satu per satu, ia mulai berpikir mungkin saja pembunuh Adrian Joe a
Tiga belas tahun silam....Wajah kumal gadis kecil itu tecermin di kaca kedai. Gaunnya yang koyak moyak mendukung kata suram untuk disematkan padanya. Ia terlihat seperti sedang memandangi pantulan wajahnya sendiri, meratapi nasib tentang betapa buruk rupanya dia—padahal tidak, dia sebenarnya cantik, gadis kecil yang rupawan. Dan padahal tidak, dia sebenarnya tengah memperhatikan orang asing yang sedang melahap sarapannya. Entah apa nama makanan itu, dia tidak tahu, tetapi tumpukan daging, selada, tomat (dan entah apa lagi) yang ditumpuk roti di kedua sisinya itu sukses membuat perutnya semakin keroncongan. Rasa lapar yang sejak tadi pagi ia tahan semakin menggebu-gebu untuk dipuaskan. Malam tadi, ia berhasil mencuri dua buah croissant dari sebuah bakery di ujung jalan, tetapi ia tidak yakin keberuntungan akan tetap berpihak padanya hari ini. Di tengah pergulatan isi kepala dengan perutnya yang keroncongan, gadis kecil itu tiba-tiba memekik agak keras tatkala wajah laki-laki babi bera
Oriel mendengar degup jantungnya lebih jelas daripada bisingnya hiruk pikuk kelab. Dentuman musik yang biasanya membuat kepala pening mendadak kesulitan untuk menyampaikan getar pada daun telinganya. Terdengar hiperbolis, dan memang benar adanya, Oriel terlalu berlebihan mendeskripsikan segala sesuatunya. Akan tetapi, ia berani bersumpah kalau saat ini detak jantungnya memang terdengar sangat jelas di telinganya sendiri.Beberapa orang selalu terdengar lebay ketika membicarakan kupu-kupu terbang yang ditimbulkan seseorang; perasaan bergejolak aneh yang mampu menyedot habis kewarasanmu. Dan sialnya, saat ini Oriel menjadi bagian dari beberapa orang itu. Tidak tahu sejak kapan. Namun, sudah bukan rahasia kalau senyum yang dimiliki Frank mampu menimbulkan efek luar biasa. Persis seperti saat ini. Frank terlihat berkali-kali lipat lebih tampan saat menggunakan setelan kasual daripada seragam sekolahnya. Meskipun begitu, karisma yang ditimbulkan tawanya tidak pernah menjadi lebih baik ata
Pada periode yang lalu, merengkuhmu tak pernah semenakutkan ini. Awan sehitam jelaga, tak pernah menangis sesendu hari ini. - Wajah tanpa tuan •••Seperti ada tangan penuh duri yang meremas jantungnya, rasa nyeri tak berwajah itu mengalir ke seluruh tubuh. Mata cokelat terang kepunyaanya ditutupi gumpalan air. Ia pantang menangis, tetapi bahkan rasa sakit itu lebih parah daripada luka bakar di telapak kakinya. Ia, Chaiden, tak pernah mengira jika konsekuensinya akan sebesar ini. Dengan memikirkannya saja sudah semenyakitkan ini, lalu bagaimana saat hari itu datang? Saat ia melihat kekasihnya mendapat kutukan akibat dari kesalahan yang mereka lakukan. Kendati demikian, ia masih belum paham bagian mana yang salah dari mencintai? Lalu, ada satu pertanyaan yang senantiasa menjadi pikirnya. Sebetulnya, siapa yang berhak mengatur hati seseorang? Apakah para bangsawan yang memiliki banyak emas? Atau para hakim yang katanya memiliki ilmu seluas lautan? Atau tidak satu pun dari kami? “Ini l
Ibu sangat mencintaiku, sebesar aku membencinya. - Caroline ••• Malam menjadi lebih panjang setelah tragedi hari itu; setelah nyanyian terkutuk nyaris merusak gendang telinganya. Duduk di atas bukit di tepi pantai tak pernah semenyenangkan dulu. Dulu seseorang duduk di sampingnya, meminjamkan Caroline bahunya, mereka larut dalam hening yang dihancurkan deburan ombak. Namun, itu adalah sebuah masa yang tidak bisa kau datangi kembali; masa lalu. Sekarang Caroline hanya duduk seorang diri, memandang jauh ke ujung samudra di depan sana. Dengan hati yang terus mendamba, berharap waktu bisa berjalan atas kehendaknya. Dan membawa orang itu ke dekapannya, lagi. "Carol." Caroline benci suara itu. Entah sejak kapan, yang pasti suara itu adalah salah satu hal yang tidak ingin ia dengar lagi. "Sayang, Ibu mempunyai sesuatu—ah tidak, seekor anjing yang harus kau lihat." Caroline melirik sebentar, hanya untuk mendapati Ratu Odelia dengan seekor anjing di sampingnya. "Aku tidak tertarik, Yan
~¤THE CURSE OF ETERNAL LIFE¤~ ____________________________ "Beberapa pertemuan terasa menyakitkan, meskipun bagian dari hal yang didambakan." ~¤~ Beberapa minggu kemudian....Caroline. Gadis dengan usia tujuh belas tahun itu tengah berjalan dengan tempo yang teratur, rambut cokelat keemasan miliknya berkibar searah dengan embusan angin. Setelah berjalan beberapa meter dari halte bus, akhirnya ia sampai di depan gerbang Origin High School. Gerbang itu menjulang tinggi dengan bagian atas bak bentuk segi tiga. Warna emas klasik yang membalut benda terbuat dari besi itu memantulkan cahaya mentari, membuat permukaannya tampak mengkilap. Bersama Caroline, ada ratusan siswa yang sibuk dengan urusannya masing-masing. Ada yang sedang mengobrol, memainkan ponsel, atau sekadar menelisik keadaan sekitar seperti yang Caroline lakukan sekarang. Kendati demikian, mereka memiliki alasan yang sama, yaitu menunggu gerbang Origin High School terbuka. Pukul tujuh tepat, menara yang ada di dalam wi
~¤THE CURSE OF ETERNAL LIFE¤~ ____________________________ "Manusia tak pernah benar-benar mengerti, alasan Tuhan mengirim seseorang lalu mengambilnya kembali." ~¤~ Oriel. Gadis yang lebih tua beberapa tahun dari Caroline itu dikenal sebagai kakak Caroline. Akan tetapi, itu kebohongan besar. Caroline merupakan anak tunggal. Lagi pula, seharusnya, Caroline lah yang menjadi kakak Oriel. Sebab, saat Caroline menemukan Oriel mengemis di jalanan, gadis itu baru berusia sembilan tahun. Terlihat kumuh dan menyedihkan. Sampai akhirnya, Caroline memberi Oriel hidup yang lebih layak. Dan untuk pertama kalinya dalam hidup, ia memperlakukan orang lain bak keluarga sendiri. Bahkan lebih baik daripada saat ia memperlakukan ibunya. Oriel istimewa, dia berbeda. Betapa pun sulitnya, Oriel tetap mencoba memahami keadaan Caroline yang selalu di us