Tidak ada akhir bahagia sebab kebahagiaan tidak seharusnya berakhir
Bali selalu menjadi tempat pelarian terbaik, persis seperti yang selama ini digambarkan di film-film atau buku, dimana tokoh utama akan menjadikan tempat itu sebagai tempat rehat.
Bali memiliki semuanya. Sinar matahari, pantai, gunung, udara sejuk, makanan lezat, filosofi hidup yang melekat pada masyarakatnya, dan tentu saja penerimaan.
Dibantu seorang kenalan, Eva menemukan sebuah villa kecil yang terletak di Bali bagian timur yang memiliki udara sejuk. Butuh waktu penyesuaian cukup lama bagi Eva untuk kembali percaya diri berbaur dengan masyarakat. Ia takut mendapat penghakiman, atau parahnya dikucilkan. Namun seseorang meyakinkan Eva bahwa ia di sini bukan untuk mengasingkan diri, melainkan menata kehidupan baru.
Suara alarm jam dibiarkan Eva berdering-dering sampai berhenti sendiri, lima menit kemudian alarm itu kembali berdering, dan begitu seterusnya lantaran orang yang seng
Pemeran utama bukan siapa yang paling banyak disorot kamera, tapi siapa yang bisa menguasai panggungDiawal memulai karirnya sebagai model hingga akhirnya mendapat peran pertamanya di film, Evaria Dona kesulitan menjaga matanya tetap terbuka di depan blitz kamera. Wajahnya akan terlihat sangat jelek karena mengernyit menahan silau. Sekarang Eva sudah terbiasa, ia bisa mempertahankan ekspresi cantiknya dengan percaya diri.Di depannya ada puluhan kamera wartawan, ditambah kamera fans yang berlomba-lomba mendapatkan potret terbaik seorang Evaria Dona. Eva bediri memegang sebuah piala yang digadang-gadang berlapis emas murni.“Eva menyangka tidak bisa masuk nominasi dan bahkan menang sebagai aktris terbaik tahun ini meskipun tidak jadi pemeran utama di film terakhirmu?” Tanya salah satu wartawan.Eva tersenyum elegan, ia memandang piala di tangannya sesaat sebelum menjawab. “Saya selalu be
Sedihnya, penonton hanya suka pemeran utamanya yang berakhir bahagiaSebuah layar datar televisi menayangkan cuplikan Evaria Dona tengah menyapa ramah fans yang berkerumun di luar pagar pembatas karpet merah ajang pernghargaan AFI 2020.“Lihat penyihir itu. Bahkan di dunia nyata dia masih akting.”“Jangan begitu. Kalau aku jadi Kak Eva aku juga pasti sangat berterima kasih sama fansku, “ jawab Erina.“Tapi dia kelihatan sangat palsu. Rasanya ingin aku tarik lepas topengnya.”“Masih soal Rizal Chandra?”“Iya. Sayangnya berita itu nggak bisa dinaikkan karena nggak ada bukti. Padahal kan, gosip adalah fakta yang tertunda. Kalau sudah ter-blow up pasti akan terbongkar semua, seperti sarang lebah yang dilempar batu.”Erina, perempuan cantik berambut hitam legam itu menanggapi santai. “Hati-hati, jangan sampai lebah itu malah mengejar kamu kalau ternyata gosip itu terbukti hoax."“Itu bukan hoax, Rin. Katanya di kalangan art
Merugikan diri sendiri karena bodoh adalah kejahatan terburukEva tidak yakin kapan tepatnya kebiasaannya itu bermula. Eva tidak akan bisa tidur tanpa meminum minuman beralkohol, tentu tidak sampai membuatnya mabuk, meski hanya segetuk wine itu sudah cukup. Di situasi tertentu Eva bahkan terpaksa harus meminum obat hanya agar bisa tidur.Eva tahu ini sudah pagi, tapi ia masih ingin tidur lebih lama lagi ketika Lala mengguncang-guncang tubuhnya dengan brutal. “Apa sih, La?!” bentak Eva marah.“Gawat, Mbak, Gawat!”“Apanya yang gawat?”“Mbak lihat sendiri ini.” Lala menghadapkan layar ponsel tepat di depan wajah Eva, Eva menyipitkan mata berusaha memfokuskan pengelihatannya pada layar ponsel yang menampilkan laman sebuah akun Facebook.Kesombongan sang Aktris Terbaik.Mohon izin berbagi pengalaman. Jadi kemarin saya dapat orderan kirim rangkaiam bunga, sewaktu tahu penerimanya ternyata artis terkenal yang baru saja menan
Jangan menuntut orang lain menutup mulut. Jika tidak mau dengar, tutup sendiri telingamu.Eva memandangi rumah kosong tak berpenghuni itu dari dalam mobil. Bangunan rumah satu lantai itu memiliki halaman depan cukup luas yang ditutupi rumput hijau terawat. Eva masih ingat dulu ada pohon mangga besar di sisi kanan. Papanya mengikat ayunan yang dibuat dari ban truk bekas di satu dahan terkokoh. Sayang pohon itu sudah ditebang oleh penghuni sebelumnya.Rumah itu sudah tidak ditinggali lagi selama enam tahun. Ketika akhirnya Eva bisa mengumpulkan banyak uang, rumah ini adalah rumah pertama yang dibelinya meski belum pernah ditempati hingga kini. Dulu dan sejak awal rumah ini adalah rumah keluarganya yang terpaksa dijual ke orang lain, Eva bahkan menyanggupi siap membayar berapa pun asal rumah ini kembali jadi miliknya.Dari sekian banyak hal yang sudah berubah, rumah ini satu-satunya yang masih sama bahkan setelah sekian lama. Setiap kali melihatnya, E
Semakin banyak kita membenci, semakin besar kekuatan yang kita milikiEvaria 10 tahun lalu sama seperti anak muda pada umumnya, sedang semangat-semangatnya memasuki dunia perkuliahan yang terdengar serba keren. Ia mengambil jurusan ilmu komunikasi, cita-citanya sangat sederhana, ia hanya ingin menjadi pegawai kantoran yang bekerja nyaman di dalam ruangan ber-AC, libur hari sabtu minggu, dan menikah muda agar rentang usianya dengan sang anak kelak tidak terlalu jauh. Kemudian menjalani kehidupan normal seperti orang lain.Jika semua berjalan sesuai rencana, mungkin anak Eva sudah dua. Rencana tidak bisa bicara banyak dihadapan takdir. Eva sudah 28 tahun, gagal jadi sarjana, gagal jadi ibu muda, gagal punya kehidupan normal.Eva masih ingat jelas, ketika itu Eva langsung menuju rumah sakit sepulang dari kampus. Sudah hampir seminggu Erina dirawat di sana. Erina sering mengeluh sakit kepala, sehingga Papa memutuskan untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh di
Komentar panjang lebar di akun gosip tidak membuatmu tampak pintar, karena orang pintar tahu dimana dia harus berkomentarEva dan Saga SMA di sekolah yang sama. Eva selalu mengekori Saga ke mana-mana karena Saga remaja mudah marah saat digoda. Tetapi Saga tidak pernah benar-benar mau mengakui Eva sebagai temannya. Sampai ketika mereka duduk di kelas 12, Saga yang saat itu terpaksa satu kelompok dengan Eva, mengerjakan tugas di rumah Eva. Itulah kali pertama Saga bertemu dengan Erina.Erina adalah gadis yang manis. Kulitnya putih bersih, sejak kecil rambutnya sudah terawat, tumbuh lurus, hitam dan berkilauan di bawah sinar matahari. Beda dengan Eva yang rambut aslinya cenderung bergelombang dan mengembang. Apalagi Erina murah senyum dan malu-malu lucu saat diajak bicara orang baru.“Kak, disuruh Mama ajak temannya makan.” Erina membuka sedikit pintu kamar Eva, celahnya hanya cukup untuk menyembulkan kepalanya saja.“Mama masak apa?” Tanya Eva.
Untuk menang, kita butuh lawanEvaria Dona masih menjadi orang yang paling diburu media, mereka berlomba-lomba ingin mendapatkan sesi wawancara eksklusif dengannya. Tapi Eva menolak semua tawaran itu. Ia ingin mempertahankan citra elegan. Minim bicara, langsung tunjukkan dengan bukti tak terbantah.Eva menjadi tamu kehormatan acara peresmian sebuah galeri seni, ia bersama beberapa tokoh penting lain dipercaya memotong pita. Tentu ini sebuah kehormatan tinggi bagi Eva bisa berdiri sejajar dengan tokoh-tokoh tersebut. Nama baiknya bisa pulih lebih cepat dari yang ia kira sebelumnya.Eva berdiri di depan sebuah lukisan berukuran besar. Eva tidak mengerti letak seninya dimana, di matanya itu hanya gambar perempuan nyaris telanjang berkulit pucat dengan latar biru tua dan percikan cat tak beraturan warna kuning, merah, hitam. Ujung-ujung jari perempuan di lukisan itu berdarah-darah, namun tak ada sorot kesakitan di matanya. Entah mengapa Eva jadi
“Ya ampun, kasihan sekali.”Sambil menyetir Saga melirik ke arah yang dilihat Erina. Seorang anak Ibu-ibu sedang mengamen sambil menggendong anak balita dan diusir oleh pengemudi mobil di depan. Erina menurunkan kaca jendela, memanggil Ibu itu untuk diberi uang.“Terima kasih, Mbak. Semoga Tuhan membalas kebaikan Mbak.” Ujar pengamen itu setelah diberi uang.“Orang-orang kok tega ya, padahal diberi 2 ribu saja pengamen itu pasti sudah senang,” decak Erina seolah tak habks pikir usai kaca jendela kembali terangkat.“Mungkin dia merasa pengamen itu masih muda dan sehat, seharusnya dia bisa cari pekerjaan lain.” Jawab Saga memberi perspektif lain.“Kalau memang ada pekerjaan, dia tidak akan memilih turun ke jalanan sambil membawa anaknya. Lagi pula, dia tidak mengemis, dia mengamen.”Jika di samping Saga ini adalah Eva, Eva akan mengatakan sebaliknya. “Aku masih akan memaklumi ya, kalau itu pedangang tisu atau jepi